Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Korban demam Rao

Malaria menelan 38 meninggal di dua desa di Tapanuli selatan. disusul perbantahan penderita dan dokter.

6 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah jam pelajaran, Ikram mendadak menggigil. Tubuh murid kelas V SD di Desa Aek Badak Julu, Batang Angkola, Tapanuli Selatan, itu panas dan berkeringat dingin. Sambil melipat tangannya di dada, Rabu siang pekan lalu, anak yang mukanya sudah pucat itu bergegas pamit pulang. Pemandangan seperti dialami Ikram, sejak akhir Februari lalu, menjadi biasa di Aek Badak Julu dan tetangganya, Desa Aek Badak Jae. Ternyata, bukannya hanya murid yang roboh. Guru dan orang tua juga sering diserang malaria di sana disebut demam rao. Warga desa lumbung beras Sumatera Utara itu banyak yang meninggal, terutama bayi di bawah usia lima tahun. Malah dalam sehari, menurut Kepala Desa Aek Badak Jae, Ali Mukti Pulungan, beruntun tiga meninggal. Hingga Rabu pekan lalu sudah 38 yang meninggal di dua desa berpenduduk sekitar 3.000 jiwa itu. Menurut Ali Mukti, yang badannya juga lemah karena malaria, mereka hampir putus asa mengusir petaka itu. Tiap malam, di masjid dan di rumah, sebagian besar penduduk Islam di situ berdoa menghalau malaria. "Upaya itulah yang dilakukan. Dari aparat kesehatan seperti tidak peduli," katanya kepada TEMPO. Penduduk agaknya malas berobat ke pusat kesehatan di ibu kota kecamatan, 5 km dari desa itu. Mereka mengeluh, menurut Ali Mukti, "karena Dokter Guntur Togatorop yang merawatnya kurang simpatik." Bahkan, menurut beberapa warga desa yang sudah berobat ke sana, kepala Puskesmas itu menyebut mereka bukan kena malaria, tapi sakit kuning karena kurang makan. Dan mereka kecewa, apalagi Pak Dokter jarang mengunjungi dua desa tadi. "Itu sebabnya demam rao tidak cepat ditangani petugas kesehatan," kata Ali Mukti. Sebenarnya tindakan pencegahan sudah ada. Sebulan muncul wabah itu, pihak dinas kesehatan menyemprotkan DDT di rumahrumah penduduk. Selain itu, sekitar 300 warga dari dua desa itu diambil darahnya untuk diperiksa. Jadi, jika aparat kesehatan disebutkan "tidak tanggap" tentu dibantah Dokter Togatorop. "Justru masyarakat di sana yang sulit diajak kerja sama menanggulangi wabah ini. Apalagi selama ini gaya hidup mereka memang tidak sehat," katanya. Namun, Dokter Arbani, Kasubdit Malaria Departemen Kesehatan mengakui bahwa pihaknya terlambat mengetahui wabah ini. Rabu pekan lalu, ia bersama robongannya baru menengok langsung ke dua desa itu. Kemudian dilakukan pengobatan masal, memberi kelambu, mengadakan penyuluhan, dan membentuk kader pemberantas malaria. Berdasarkan pemeriksaan darah, menurut Arbani, warga di dua desa tadi diserang dua jenis malaria: malaria falsifarum dan vivax. Dua desa itu merupakan tempat subur sarang nyamuk malaria. Karena, di sana terserak bandar yang tergenang jika musim hujan. Daerah itu juga dikenal sebagai sawah tadah hujan. Menurut Arbani, Tapanuli Selatan termasuk rawan malaria, dan menduduki peringkat ketiga setelah Irian Jaya dan Kalimantan. Pada tahun 1960an Indonesia pernah dinyatakan "berhasil" memberantas malaria. Ternyata penyakit ini sulit diberantas, termasuk di Amerika Serikat, yang juga pernah dinyatakan bebas malaria. Kemudian WHO meralat pernyataan "berhasil" itu di manamana, sambil mengajak masyarakat berpartisipasi memberantas malaria (lihat: Kebalnya Sang Parasit). Gatot Triyanto, Mukhlizardy Mukhtar, dan Sri Pudyastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus