UPAYA PT Aqua Golden Mississippi produsen minuman mineral Aqua menjadi pemilik tunggal merek Aqua di Indonesia membawa hasil. Dua pekan lalu, gugatannya terhadap dua merek pesaingnya, Club Aqua dan Aquaria, dimenangkan di Mahkamah Agung. "Kemenangan ini sekaligus sebagai pengakuan bahwa aqua adalah merek dagang, dan bukan nama barang," tutur kuasa hukum Aqua, Rizawanto Winata. Upaya untuk meraih pengakuan itu bukanlah perkara mudah bagi Aqua. Sudah sejak 1988, perusahaan milik Tirto Utomo itu getol bersengketa dengan pengusaha air minum sejenis. Tercatat ada empat merek yang digugat PT Aqua ke pengadilan. Selain Club Aqua dan Aquaria tadi, Asian Aqua dan QuaQua termasuk yang kena gugat. Semua mereka ini dianggap mendompleng ketenaran Aqua untuk keuntungan. Dalam catatan Tirto Utomo, ada 10 perusahaan air mineral yang memakai merek dengan embelembel aqua. Tapi sampai saat ini baru empat yang digugat. "Untuk mengibarkan merek Aqua saya sudah habis milyaran rupiah. Jadi wajar kalau kami ingin mempertahankannya," kata Tirto Utomo. PT Aqua menggugat empat pengusaha tadi, karena dianggap mereka melakukan persaingan dagang tidak sehat, dengan cara ikut mendompleng ketenaran nama Aqua pada produk air mineralnya. "Pemakaian merek yang dimiripmiripkan dengan Aqua tidak dapat dikualifikasikan sebagai pemakai merek beritikad jujur," kata Rizawanto. Kendati aqua dalam bahasa Latin berarti air, di Indonesia selama ini aqua menurut Rizwanto telah menjadi merek dagang produk PT Aqua Golden Mississippi. Merek itu telah didaftarkan ke Direktorat Paten dan Hak Cipta, 18 November 1973 dan 2 Juli 1986. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Surabaya, dan Semarang, para tergugat tak bisa menerima aqua sebagai merek dagang. Hari Adiwijaya kuasa hukum QuaQua seperti para kuasa hukum tergugat lainnya menolak keras dalil penggugat. Hari menilai, aqua tak memenuhi syarat sebagai merek dagang. Sebab, aqua berasal dari bahasa Latin, berarti "air, cairan, dan berwarna hijau muda kebiru-biruan." Jadi menurut Hari, aqua itu merupakan macam barang. Menurut Undang-Undang Merek (Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1961), katakata yang menunjukkan macam barang tidak bisa didaftarkan sebagai merek. "Seperti kecap, itu tidak boleh digunakan untuk nama merek kecap," katanya. Hakim pengadilan negeri pada 1988 ternyata menerima dalil para tergugat. Alasannya, kata aqua, yang berarti air, sudah menjadi milik dunia, dan siapa saja bebas menggunakannya. Nama aqua, oleh hakim, dikembalikan lagi menjadi nama barang, bukan merek, sehingga tak seorang pun boleh memonopoli kata ini untuk merek dagang. Termasuk Aqua. Kendati semua gugatannya ditolak, Rizawanto tak patah arang. Ia menyatakan kasasi proses perkara merek memang langsung ke kasasi, tak melalui banding. Rizawanto merujuk pada putusan PN Jakarta Pusat Januari 1971, dalam sengketa antara pemilik Supermie dan Supermie Ayam. Pada perkara ini, hakim memenangkan pemegang merek Supermie. Alasannya, kendati "supermie" itu nama barang dan sudah dikenal masyarakat, nama itu telah menjelma menjadi merek dagang. Sampai pekan lalu, Mahkamah Agung baru memutuskan dua perkara (gugatan terhadap Club Aqua dan Aquaria), dan hasilnya memenangkan penggugat. Pertimbangan Majelis Hakim MA yang diketuai Poerwoto S. Gandasoebrata itu antara lain menyebutkan, meskipun kata aqua berasal dari bahasa Latin dan berarti "air", kata aqua tersebut dikenal di Indonesia sebagai jenis barang mineral (air minum) baru setelah merek Aqua beredar di Indonesia pada tahun 1973. Artinya, nama itu telah menjelma sebagai merek dagang. Pemakai kata aqua pertama adalah PT Aqua Golden Mississippi. Dan penggugat itu pula yang memopulerkan pengertian aqua kepada masyarakat luas. Rizawanto optimistis, dengan kemenangan dua gugatannya itu, nasib dua lainnya pun, yang kini masih diperiksa MA, akan menang pula. Aries Margono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini