Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan teknologi memunculkan dampak perundungan daring atau cyber bullying serta secara langsung. Psikolog klinis anak dan keluarga Putu Andini mengatakan anak yang melakukan perundungan di sekolah biasanya berkaitan dengan kurangnya perhatian sehingga kebutuhan emosional anak tidak terpenuhi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semua kasus perundungan yang tampak di luar, di dalam, ada kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi. Anak-anak yang jadi korban maupun pelaku terlihat ada masalah di luar, ada emotional needs yang tidak terpenuhi," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebutuhan emosional yang dimaksud adalah jika anak tidak mendapatkan perhatian dari lingkungan terdekat, termasuk orang tua, dan menemukan cara melampiaskan perasaan di media sosial. Ia mengatakan perundungan daring yang marak saat ini karena dunia digital mengubah medan permainan perundungan yang dulu langsung secara fisik sekarang dipermudah dengan akses yang mampu dijangkau anak-anak.
Kurang pengawasan orang tua
Psikolog lulusan Universitas Udayana Bali ini mengatakan keterlibatan anak dalam perilaku perundungan online bisa dipicu orang tua yang kurang terlibat dalam mengawasi anak secara daring.
"Jika dibiarkan, dampak perundungan online bisa mempengaruhi anak hingga usia dewasa, baik bagi pelaku maupun korban," katanya.
Putu menambahkan pengaruh perundungan daring ini sangat besar efeknya, tergantung dari intensitas perilaku yang didapat. Dari perilaku perundungan daring, anak bisa mempersepsikan diri sebagai korban perundungan yang selalu salah dan bisa mempengaruhi pembentukan karakter pribadinya kelak.
"Kalau bully diterima terus, ia akan melihat dirinya negatif terus, merasa dia tidak bisa, tidak mampu, menarik diri dari sekolah, dan paling parah kalau tidak dapat support bisa bunuh diriatau melukai diri sendiri," ujarnya.
Persepsi ini tidak hanya terbentuk dari satu kejadian perundungan online yang dialami namun bisa juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pemberitaan yang tidak ramah anak. Dalam upaya melindungi anak dari perundungan daring, Putu mengatakan orang tua harus beradaptasi dengan dunia digital. Jika anak sudah bisa mengakses gawai, orang tua bisa ikut mengawasi konten apa yang bisa diakses anak, memperhatikan siapa saja temannya, serta membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan anak.
"Harapannya ketika edukasi diberikan, promosikan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak agar kebutuhan emosi terpenuhi, kalau merasa terabaikan, kurang didengar, kurang waktu dengan orang tua, anak akan merasa kosong dan akan melampiaskan ke hal yang salah," jelasnya.
Pilihan Editor: Perilaku Anak Berubah, Bisa Jadi Ia Depresi