Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inilah dunia yang terkejut. Tak penting lagi siapa sosok yang menyerang itu. Kita hanya tahu, para peneliti Amerika di pusat penelitian dan kontrol penularan di Atlanta menyebutnya virus korona, pakar di Jerman dan di negara-negara Asia menamainya virus paramyxo. "Sang sebab" masih samar, tapi akibatnya jelas sekali: SARS.
Para pakar berbeda pendapat, tapi sepakat bahwa duduk menunggu hasil penelitian bukan tindakan yang tepat. Sepanjang 1 November hingga 10 April 2003, sindrom paru akut dan berat (SARS) merenggut jiwa 111 penderita di dunia, dari 2.781 kasus. Di dalam negeri, kita mendengar ungkapan-ungkapan orang yang terjepit di antara waktu dan ketidakjelasan. "Kalau pengobatan menunggu penyebabnya ditemukan, pasien keburu mati," ujar dr. Sardikin Giriputro, ketua tim SARS Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta.
Rumah sakit rujukan SARS satu-satunya di Jakarta ini—sebelumnya kota ini punya empat rumah sakit rujukan—terus kebanjiran pasien yang menunjukkan gejala paru akut dan berat itu. Hingga Kamis pekan lalu, tim medis di sini sudah menangani 26 pasien dengan satu kasus yang dianggap probable SARS.
Tapi, menurut Sjafii Ahmad, Sekretaris Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, kasus terberat, setahap lebih berat dari suspect SARS itu, dialami oleh seorang warga Inggris. (Suspect memperlihatkan gejala demam di atas 38 derajat, batuk, sesak napas, dan berangkat dari negeri endemi SARS). Hasil laboratorium dan pemeriksaan rontgen terhadap pria berumur 47 tahun ini menunjukkan gejala pneumonia. Dan sebelum dirawat sejak 9 Maret lalu, ia sempat bepergian ke Hong Kong dan Singapura.
Penyakit paru yang satu ini misterius, tapi dapat disembuhkan. Dan pasien probable SARS seperti Mr. X itu tetap terbuka kemungkinan untuk diobati dan sembuh. Apalagi ia masuk kategori uncomplicated probable case, tak memiliki komplikasi penyakit lain, dan usianya di bawah 60 tahun. Ketebalan harapan akan berbeda jika pasien masuk kategori complicated probable case, yakni usianya sudah di atas 60 tahun, apalagi plus komplikasi penyakit lain. Kesehatan pasien yang sudah dirawat lebih dari sebulan ini terus dipantau. "Secara klinis ia sudah membaik," ujar dr. Tjandra Yoga Aditama, Ketua Tim Verifikasi Penanggulangan SARS Indonesia.
Pada kasus probable SARS, pasien menjalani seabrek diagnosis, seperti pemeriksaan darah untuk mengetahui kandungan leukosit (sel darah putih), limfosit (sel limfe, bagian dari sistem kekebalan tubuh), enzim lactic acid dehydrogenate (LDH)—bagian dari rangkaian panjang diagnosis penyakit itu. Selepas itu, pengobatan antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi yang biasa dan infeksi atipikal. Bila kecurigaan membesar dan keadaan pasien secara umum memburuk, dokter akan memberikan steroid dan ribavirin. Pengalaman membuktikan, pola pengobatan seperti itu memberikan perbaikan pada pasien. Penyakit yang awalnya muncul di Guangdong, Cina, ini memang mengejutkan tapi, "Sembilan puluh persen pasien SARS bisa disembuhkan," kata Aditama.
Banyak sisi misterius menyelimuti penyakit itu. Virus korona yang menyerang hewan seperti ayam, babi, dan hewan peliharaan lain bukanlah virus yang dikenal luas sekarang. Prof. Agus Syahrurachman, ahli mikrobiologi klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengakui, "Para ahli memang tak banyak memiliki database tentang virus korona ini." Kalaupun korona yang dituding, kalangan ilmuwan masih ditantang untuk menyidik sifat-sifat dari keganasan mutasi virus tersebut.
Korban berjatuhan, "sang sebab" belum bisa dipastikan, tapi perlahan-lahan usaha para pakar mulai menunjukkan hasil. Pusat pengendalian dan pencegahan penyakit di Cina menyebut virus korona bisa menyebar lewat burung dan unggas. Pernyataan itu didasarkan pada penelitiannya bahwa hidup orang-orang yang paling awal menderita SARS di Guangdong berurusan dengan burung dan unggas. Pernyataan berbeda dilontarkan Deputi Direktur Departemen Kesehatan Hong Kong, Leung Pak-yin. Ia menyebut penyebaran SARS juga bisa lewat kecoa (lihat Para Tersangka Penyebar Kuman).
Tanda-tanda yang menunjukkan turunan virus korona sebagai "sang sebab" kini semakin jelas. Tapi para pakar belum bisa memastikan. Dari Cina muncul asumsi, inilah pertama kalinya virus korona lompat dari hewan ke manusia dan mengakibatkan penyakit paru akut dan berat.
Dwi Wiyana, Hilman Hilmansyah, Yandi Mohammad (Tempo News Room)
Para Tersangka Penyebar Kuman
K e c o a
- Gaya hidupnya yang suka berada di tempat kotor membuat binatang ini berpotensi menjadi "kendaraan" sejumlah penyakit, bahkan termasuk sindrom radang paru-paru akut dan berat alias severe acute respiratory syndrome (SARS).
- Pekan lalu, Deputi Direktur Departemen Kesehatan Hong Kong, Leung Pak-yin, menyebut kemungkinan kecoa membawa sampah-sampah yang tercemar SARS ke Amoy Garden. Kecoa yang bergerak melalui air selokan ke apartemen di kawasan padat Kowloon itu tak terjangkit.
- Dokter belum bisa memastikan virus penyebab penyakit itu, tapi penyebaran bisa terjadi setelah kecoa hinggap di air ludah penderita SARS, lalu menyebarkannya ke tempat lain. Pembasmian kecoa kini salah satu alternatif untuk mencegah penyebaran SARS.
B a b i
- Babi dicurigai sebagai agen penyebar SARS. Tapi, berbeda dengan kecoa, babi bisa terjangkit. Peneliti menemukan virus korona di sistem pernapasan dan pencernaan hewan yang terinfeksi.
- Babi juga menularkan virus nipah yang bisa menyebabkan gangguan saraf dan radang otak (ensefalitis). Penularannya lewat kontak langsung dengan cairan tubuh—air kencing, liur, gelembung air dari pernapasan—babi yang terkena. Penderita mengalami demam tinggi, diare, sesak, batuk, ingusan, bahkan epilepsi, koma, atau mati.
- Daging babi yang tidak matang berpotensi menebar larva cacing pita ke tubuh pemakannya. Cacing pita menyerang otak, menimbulkan kejang-kejang seperti ayan, dan menurunkan daya ingat. Bila pusat-pusat kepribadian terkena, pasien akan berkelakuan bak orang gila.
- Hindari kontak dengan babi yang terinfeksi, jangan makan daging babi yang belum matang.
U n g g a s
- Burung juga diperkirakan menjadi agen penyebar. Bi Shengli, deputi direktur pencegahan penyakit menular Cina, mencurigai banyaknya ayam, burung merpati, dan burung hantu di Provinsi Guangdong sebagai biang keladi penyebarannya. Beberapa penderita SARS adalah orang yang berhubungan dengan unggas.
- Burung bisa menularkan flu burung, yang disebabkan oleh virus flu tipe H5N1, yang hidup di saluran pencernaan unggas. Itulah flu Hong Kong yang menyebar lewat feses. Dari situ virus masuk melalui mulut dan saluran pernapasan manusia. Flu Hong Kong seperti flu biasa, tapi kondisi penderita sangat cepat menurun.
- Burung—terutama gagak—juga berpotensi menyebarkan virus west nile, yang bisa menyebabkan gejala radang otak (ensefalitis), radang selaput otak (meningitis), dan pelemahan otot pada manusia.
- Hindarilah burung dan unggas peliharaan yang diduga terinfeksi. Di Hong Kong pernah juga dilakukan pembantaian unggas yang diduga sebagai penyebab penularan.
T i k u s
- Bersama kecoa, belakangan pengerat ini juga disebut-sebut menyebarkan SARS. Tikus diperkirakan hanya menyebarkan, tapi tak terjangkit SARS.
- Tikus menularkan penyakit infeksi pes atau sampar, yang disebabkan oleh Yersinia pestis. Penularan terjadi lewat pinjal (sejenis kutu) yang menempel di tubuh tikus, lalu menggigit manusia. Pada pes paru-paru, penderita juga mengalami radang paru-paru.
- Pengerat ini berpotensi menyebarkan leptospirosis, Korean haemorrhagic fever, atau haemorrhagic fever with renal syndrome. Streptobacillary rat-bite fever (haverhill fever) dan spirillary rat-bite fever (sodoku) ditularkan lewat gigitan tikus.
- Masih banyak penyakit yang ditularkan lewat tikus. Pembasmian tikus adalah alternatif untuk membatasi penularan.
A n j i n g / K u c i n g
- Kecurigaan terhadap anjing dan kucing terbit setelah 250 orang penghuni sebuah apartemen di Hong Kong terinfeksi. Selama ini, para ahli mikrobiologi yakin virus korona bisa menjangkiti binatang-binatang peliharaan itu.
- Anjing sebenarnya lebih banyak menularkan rabies, melalui gigitan anjing yang terinfeksi. Orang yang tertular mengidap gejala demam, berkeringat, salivasi (mengeluarkan liur), lakrimasi (air mata mengucur), kejang otot laring dan pernapasan, dan kejang-kejang, bahkan koma dan kematian.
- Kucing lebih dikenal sebagai induk semang parasit toksoplasma, yang penularannya terutama lewat tinja kucing yang terinfeksi. Parasit ini menimbulkan radang kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru-paru, selaput otak, dan otak. Wanita hamil yang tertular—sering tak merasakan gejala apa pun—bisa mengalami keguguran dan bayi lahir cacat, prematur, atau mati.
- Agar tak tertular, hindari kotoran kucing. Cuci tangan setelah menyentuh "si Meong". Periksakan anjing dan kucing kesayangan ke dokter hewan. Untuk kasus anjing gila, pemberantasan anjing liar adalah salah satu alternatif.
Dwi Wiyana (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo