Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEORANG pria berkacamata minus keluar dari pintu kantor PT Ongko Multicorpora, di Blok E 10 Ruko Pecenongan, Jakarta Pusat. Dialah Irsanto Ongko, putra ketiga Kaharudin Ongko, yang kini menakhodai armada bisnis keluarga Ongko. Sore itu, Selasa 25 Maret, mengenakan kemeja putih dan pantalon cokelat, Irsanto mondar-mandir di halaman. Ia tampak berbicara serius melalui telepon seluler di tangan kanannya.
Sesaat kemudian, ia berjalan menuju mobilnya, Land Cruiser Cygnus hitam berpelat B 8788 W. TEMPO menghampiri, bermaksud meminta penjelasan tentang sejumlah kasus yang melilit ayah dan perusahaan keluarganya.
Mendadak, raut muka Irsanto berubah. "Anda dari mana?" katanya ketus. "Saya tidak tahu soal itu," katanya dengan nada tinggi, saat ditanya benarkah grup Ongko berada di balik pembelian kembali Segitiga Atrium. Irsanto juga membantah punya kaitan apa pun dengan Boliden Properties, perusahaan di British Virgin Islands yang belakangan mengambil oper aset itu. Ketika ditanya ihwal keberadaan ayahnya sekarang dan strateginya melunasi kewajiban di BPPN, ia berkata, "Bukan, bukan. Nggak ada itu." Dan..., braak! Pintu mobil dia banting. Irsanto pun meluncur pergi.
Selepas itu, kantor Irsanto dijaga ketat. Putra sang taipan tak bisa lagi dihubungi. Ada saja alasannya. "Bapak keluar rapat," ujar Ratono, satpam kantor PT Ongko Multicorpora. Pertanyaan dari majalah ini yang dikirim melalui faksimile tak pernah berbalas. Bahkan Helmy, sekretaris Irsanto, menyatakan tidak bersedia menerima surat permohonan wawancara yang diantar langsung ke kantornya.
Aksi serupa dilakoni Lucas. Pengacara Kaharudin Ongko dan Boliden yang terkenal ini juga tak menanggapi permohonan konfirmasi dari TEMPO. Berkali-kali didatangi ke kantornya di Gedung Metropolitan I Jalan Sudirman, Jakarta, ia tak pernah bisa ditemui.
Panggilan melalui telepon genggamnya selalu dialihkan ke operator. Pertanyaan yang difaks tiga kali ke kantornya tak berbalas, begitu pula melalui SMS (Short Message Services). Anehnya, sekretaris Lucas, resepsionis, juga satpam di kantornya tak pernah mau menerima surat permohonan wawancara dari mingguan ini. Surat itu diantar langsung ke kantornya sampai dua kali, dan setiap kali selalu dikembalikan. Sekadar meneken tanda terima pun bahkan tak bersedia. "Kami tidak bisa menerimanya," kata Yani, resepsionis di Firma Hukum Lucas & Partners.
Sekali waktu pada pekan lalu, Lucas dapat dikontak melalui nomor selulernya yang berbeda. "Dengan Pak Lucas?" tanya TEMPO. Lucas mengiyakan. Tapi, begitu dijelaskan yang menelepon adalah wartawan mingguan ini untuk mengklarifikasi berita menyangkut kliennya, dia hanya berkata, "Halo, ada apa?" Setelah itu ia langsung menutup telepon, dan tak lagi dapat dihubungi.
Direksi baru Segitiga Atrium, yang ditunjuk Boliden juga bungkam. Veronica Saputra, salah satu direktur, selalu mengelak ketika ditanya soal ini. "Maaf, saya ada rapat," katanya. Koleganya, Tarno Alianto sama saja.
Begitu pula dengan Presiden Direktur Japan Asia Investment Corporation (JAIC), Ichiro Kawada. Seorang stafnya, Riana Dewi, hanya mengatakan, "Bapak (Ichiro—Red.) sedang di Jepang." Ini jawaban sama yang diperoleh majalah ini ketika menulis pembelian sejumlah aset konglomerat oleh JAIC, akhir tahun lalu. Keengganan itu ditegaskan Haryanto, penghubung setiap penawaran penjualan dari JAIC. Saat dimintai penjelasan, ia hanya bilang, "Saya tidak mau menjawab."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo