OBAT malaria Chloroquine kini dikabarkan tidak efektif lagi bagi jenis parasit Plasmodium vivax atau P. vivax. Temuan yang dimuat dalam jurnal kedokteran The Lancet, Inggris, dua pekan silam itu merupakan hasil penelitian selama tiga tahun di Irian Jaya. Dua minggu setelah minum Chloroquine, demikian disebut dalam jurnal itu, ternyata malaria kambuh lagi. Gejala itu tampak pada 22% dari 46 pasien malaria (kebanyakan anak-anak di bawah usia 11 tahun) yang dipantau satu tim riset. ''Kami prihatin karena belum ada obat yang mempunyai daya sembuh seperti Chloroquine,'' kata anggota tim, Gerald Murphy, dari Department of Internal Medicine Naval Hospital, San Diego, California, AS. Murphy cemas karena setiap tahun terdapat 200-300 juta kasus parasit P. vivax yang membunuh sekitar satu juta orang di antaranya. Tahun 1961, ketika Chloroquine ditemukan dan terbukti khasiatnya, langsung disambut kalangan kedokteran. Kala itu malaria menjadi ancaman maut nomor wahid. Vietnam dan Brazilia tercatat sebagai negara pengimpor Chloroquine terbesar. Pil kina, obat malaria pertama, tergeser kedudukannya. Chloroquine banyak dicari karena khasiatnya selain mengobati jugapencegah, dan tidak menimbulkan efek samping berarti. Lalu ada laporan, Chloroquine tidak mempan lagi melawan parasit Plasmodium falciparum. Ini jenis malaria yang lebih ganas daripada P. vivax. Penderita P. falciparum di Kalimantan Timur, Irian Jaya, Flores, dan Timor Timur dilaporkan tidak lagi menggunakan obat itu, dan menggantinya dengan kombinasi sulfadoksin dan pirimetamin atau kina. Sekarang P. vivax juga kebal pada Chloroquine. Kepala Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang Departemen Kesehatan Dr Soesilo Soerjosembodo membenarkan laporan The Lancet itu. Berita itu bahkan sudah didengarnya sejak setahun silam. Toh tak berarti Departemen Kesehatan buru-buru menghentikan penggunaannya. ''Sebab resistensi itu hanya berlaku untuk satu daerah tertentu saja,'' kata Soesilo. Nyamuk Anopheles banyak bersarang di wilayah Indonesia Timur, seperti Irian Jaya dan Maluku. Jawa dan Bali, meski belum 100% bersih, sudah aman. Kendati ada obat lain, seperti Fansidar dan kina, keduanya dipakai sebagai alternatif. Chloroquine lebih banyak dipakai di pusat-pusat kesehatan masyarakat. Bahwa penggunaan Chloroquine melorot, dibenarkan Direktur Produksi PT Kimia Farma, Syarief Bastaman. Chloroquine bukan produk andalan lagi. ''Penjualannya mulai menurun,'' katanya. Agaknya dokter mulai kembali menggunakan kina. Dulu kina ditinggalkan karena menimbulkan efek samping, seperti mual dan pusing. Tapi karena ada resistensi, alternatif itu harus diambil. Departemen Kesehatan juga mengganti obat semprot DDT dengan Bendiocarb, Lamda Sihalotren dan Phenetrothion mulai tahun ini. Karena vektor nyamuk Anopheles sudah kebal DDT. Memberantas nyamuk memang bukan pekerjaan gampang. ''Nyamuk itu gentayangan ke sana kemari. Di mana ada genangan, ya, berkembang biak,'' kata Soesilo, yang menjabat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan di Irian Jaya tahun 1980-1989. Di sana ia mesti memberi penyuluhan. Misalnya, menganjurkan penduduk menutup lubang jalan (berupa tanah) bekas lewat kendaraan agar jangan terjadi genangan ketika turun hujan. Karena rajin masuk ke pelosok-pelosok, dua kali ia terkena malaria. Nama penyakit malaria berasal dari kata mal dan aria yang berarti hawa buruk. Nama itu diberi karena diduga penyakit itu timbul karena menghirup bau rawa. Parasit malaria ditemukan pada 1880 oleh ahli bedah Perancis, Alphonse Laveran. Tiga tahun kemudian penyebabnya diketahui. Empat jenis parasit yang menyebabkan malaria adalah P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Parasit malaria berukuran sangat kecil, yaitu 5-10 mikron. Parasit berkembang biak di tubuh nyamuk, lalu menetap di kelenjar liurnya. Ketika nyamuk menggigit orang sehat, parasit dikeluarkan dari kelenjar liur melalui tusukan moncongnya. Parasit dalam bentuk sporozoit masuk ke dalam aliran darah. Dalam waktu setengah jam parasit menerobos sel hati dan mulai berkembang biak. Setiap sporozoit menghasilkan 20.000- 40.000 merozoit. Dalam 1-6 minggu parasit hasil perkembangbiakan ini masuk lagi ke dalam darah, untuk memasuki sel darah dan berkembang lagi. Di dalam sel darah merah ini merozoit akan berubah menjadi bentuk trofozoit dan akhirnya menjadi bentuk skizon. Setiap kali sel darah merah pecah, penderitanya akan demam. Parasit P. vivax tergolong ringan. Akibat serangan itu hanya berupa demam, sakit kepala, nyeri pada lengan, tungkai, dan punggung. Bisa berangsur sembuh tanpa diobati. Tetapi penyakit itu bisa kambuh lagi beberapa kali. P. falsiparum lebih gawat, sebab sel darah yang mengandung parasit itu menggumpal. Gumpalan itu dapat menyumbat pembuluh darah halus di berbagai organ, seperti otak dan ginjal. Ini yang menyebabkan kematian. Kini, setelah Chloroquine resisten, apa lagi obatnya? Sri Pudyastuti R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini