Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sebelum lutut menjadi varus

Kelainan sendi lutut dapat disebabkan faktor manula. dan cedera olah raga. pada usia lanjut tak dianjurkan olah raga yang membebani lutut jika tak diimbangi olah raga memperkuat sendi lutut.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MODAL dengkul tentu lain dengan otak dengkul. Istilah ini kerap dipakai untuk mengolok-olok orang yang bekerja atau berusaha tanpa modal. Namun meski modalnya cuma dengkul, tidak sedikit yang akhirnya sukses. ''Dengan dengkul atau lutut sehat, orang lincah bergerak ke sana kemari. Maka hati-hati dengan dengkul. Jika cedera, orang bisa lumpuh,'' kata Doktor Chehab Rukni Hilmy. Itulah sebuah ilustrasi yang dikemukakan Chehab, 52 tahun, Sabtu pekan silam. Hari itu ia dikukuhkan sebagai guru besar tetap dalam ilmu bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dalam pidatonya setebal 26 halaman itu ia menyorot berbagai aspek yang berkaitan dengan kelainan pada sendi lutut. Sendi lutut (Articulatio Genu) bersifat bipedal, yakni menanggung berat badan manusia ketika melakukan gerakan- gerakan, seperti berjalan, naik atau turun tangga dan mendaki. Begitu pula ketika melakukan perubahan posisi. Misalnya, dari duduk ke berdiri dan sebaliknya, jongkok lalu berdiri, serta dari sujud lalu berdiri, dari bersila kemudian berdiri dan sebaliknya. Betapa besar beban yang ditanggung setiap sentimeter permukaan sendi lutut. Meskipun lutut punya sistem bantalan peredam beban yang sempurna, setiap gerakan pembebanan akan mempunyai pengaruh besar pada daya tahan dan kelangsungan hidup peredam beban maupun tulang rawan permukaan sendi lutut. Tak aneh jika faktor berat badan juga berperan menjaga stabilitas lutut. Chehab yang sudah bergelimang dalam dunia bedah tulang lebih dari 20 tahun itu menyorot kelainan lutut dalam dua aspek. Pertama, karena faktor manula (manusia lanjut usia), dan kedua karena cedera olah raga. Kelainan sendi lutut degeneratif (Osteoarthrisis Genu), yang banyak menyerang manula, muncul karena pengaruh usia lanjut. Karena itu, pada usia lanjut tidak dianjurkan olah raga yang membebani lutut jika tidak diimbangi dengan olah raga untuk memperkuat sendi lutut. Contoh yang salah, menurut President Western Pacific Orthopaedic Assosiation ini, adalah olah raga aerobik, treadmill (berjalan di atas alas berjalan), bahkan juga senam tradisional, seperti joging, taichi, atau wai-tan-kung. Olah raga semacam itu menjadi berbahaya, karena umumnya berat badan manula tidak ideal lagi (over weight). Sehingga lutut sebagai tumpuan bobot tubuh akan merana ketika pemiliknya melakukan gerakan-gerakan keras dan cepat. Efeknya bukan sekadar cedera kecil, terkilir misalnya, tetapi bisa menjadi serius: dengkul menjadi kering, atau bahkan retak, atau patah. Kalau sudah begini maka kaki bisa oblak. Wanita, menurut Chehab, banyak menderita cedera itu. Dari 328 pasien (1989-1991) di RS Cikini dan RS Siaga Raya, Jakarta, lebih dari 200 di antaranya wanita. Sisanya lelaki. Ini terjadi karena ternyata di usia tua wanita lebih gemuk daripada pria. Keadaan ini juga terjadi di luar negeri. Di Jepang, misalnya, wanita penderita osteoarthrisis sendi lutut lebih banyak ketimbang pria. Kelainan lutut itu menyebabkan perubahan lutut ke bentuk Varus (bentuk 0). Sebelum berubah bentuk, pasien biasanya mengalami sejumlah keluhan, seperti rasa tidak enak, kesulitan jongkok, hambatan menekuk, rasa capek, sulit naik atau turun tangga, dan tulang terasa ngilu. Di arena olah raga, menurut dokter di PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) dan PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia) ini, cedera lutut juga menduduki peringkat atas (33%), mengalahkan cedera lain, seperti kaki (21%), bahu (14%), tangan (13%), siku (9%), dan punggung (7%). Itu pengamatannya selama tiga bulan di tahun silam. Dan ternyata cedera lutut meningkat terus setiap tahun. Maka Chehab menganjurkan agar ada koordinasi yang baik antara pelatih dan dokter olah raga. Sebab tenis, misalnya, gerakannya cenderung membungkuk terus. Ketika ia harus berdiri tegak, lutut bisa shock. Begitu juga pada manula. Ia mengatakan, lari pagi dan wai- tan-kung bagi penderita jantung, jika tidak diimbangi dengan olah raga untuk memperkuat persendian, malah akan menawarkan musibah lain. ''Jadi buat apa punya jantung sekuat anak muda kalau harus duduk di kursi roda,'' kata ayah tiga anak ini. Sri Pudyastuti R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus