Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para ilmuwan di Meksiko saat ini mencoba membuat vaksin COVID-19 yang bisa diberikan melalui hidung, yang disebut Patria, yang berarti tanah air dalam bahasa Spanyol. Mereka berharap vaksin ini bisa segera memulai uji klinis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Departemen Mikrobiologi di Sekolah Kedokteran Ichan, RS Mount Sinai, Amerika Serikat, Peter Palese, mengembangkan bahan utama yang digunakan dalam vaksin nasal bersama tim penelitinya. Dalam sebuah wawancara, dia mengatakan salah satu keuntungan utama dari vaksin nasal yakni kemampuan untuk disimpan di lemari es pada suhu 2-4 derajat Celcius dibanding suhu sangat rendah untuk vaksin Pfizer dan Moderna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jauh lebih murah untuk memproduksi vaksin ini dibandingkan dengan vaksin mRNA oleh Pfizer dan Moderna," kata Palese.
Uji coba fase satu dan dua saat ini sedang difasilitasi secara paralel karena urgensi pandemi. Orang-orang dari lima negara terlibat dalam uji coba dan data awal diharapkan pada Juli 2022.
"Ini bekerja dengan baik pada hewan. Kami memiliki penelitian yang fantastis dan menarik pada hamster dan tikus tetapi jelas mereka bukan manusia," tutur Palese.
Di sisi lain, para ilmuwan di Universitas Washington di St Louis juga sedang mengerjakan vaksin nasal COVID-19. Tim peneliti yang dipimpin pakar imunologi virus Michael Diamond dan ahli onkologi David Curial menemukan tikus yang menerima dosis tunggal vaksin melalui hidung sepenuhnya terlindungi dari virus corona. Tetapi tikus yang menerima vaksin yang sama melalui suntikan hanya terlindungi sebagian.
Untuk membuat vaksin, para peneliti memasukkan spike protein virus corona di dalam adenovirus, yang menyebabkan flu biasa. Tetapi mereka mengubah adenovirus sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit. Hal ini memungkinkan tubuh mengembangkan pertahanan kekebalan terhadap protein lonjakan.
"Dosis tunggal menghasilkan respons imun yang kuat. Vaksin yang membutuhkan dua dosis untuk perlindungan penuh kurang efektif karena beberapa orang, karena berbagai alasan, tidak pernah menerima dosis kedua," kata Curial.
Kemudian, karena vaksin tidak mengandung virus hidup, maka akan menjadi pilihan yang baik untuk orang-orang dengan sistem kekebalan terganggu, seperti pasien kanker, HIV, dan diabetes. Demikian pendapat para ilmuwan.