Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berita Tempo Plus

Mencari ayan ke pusat otak

Simposium penatalaksanaan praktis penderita epilepsi di Bandung menegaskan bahwa para penderita ayan harus dianggap orang normal. Masih ada faktor x yang belum terungkap. (ksh)

15 Desember 1984 | 00.00 WIB

Mencari ayan ke pusat otak
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEBUTAN yang populer bagi penyakit epilepsi adalah ayan. Tapi sering juga penyakito yang menimbulkan kejang-kejang dengan mulut penderita berbusa itu disebut dengan agak keterlaluan: kutukan Tuhan. Memang, banyak - di kalangan masyarakat mana pun - yang menganggap ayan sebagai penyakit, "tiada harapan". Penyakit ini ditutup-tutupi, karena dianggap semacam penyakit jiwa yang menimbulkan aib. Padahal, seorang penderita epilepsi bila tidak sedang mendapatkan serangan kejang-kejang-ini pun tidak selalu - adalah orang normal. Bahkan tidak tertutup peluang seorang penderita memiliki kelebihan atau kecerdasan yang cemerlang. Napoleon Bonaparte, misalnya, adalah penderita epilepsi. Pada Simposium Penatalaksanaan Praktis Penderita Epilepsi, yang diselenggarakan di Bandung awal hulan ini. muncul lagi imbauan agar para penderita epilepsi dianggap sebagai orang normal. Seorang peserta simposium dari Bandung, dokter ahli saraf Venusri Latief, mengisahkan nasib dua orang pasiennya yang sudah berobat bertahun-tahun. Dua pasien penderita epilepsi ini tergolong cerdas. Keduanya berhasil menyelesaikan studi di perguruan tinggi tepat pada waktunya. Kemudian mereka memilih menjadi pegawai negeri - yang satu di Perumtel, yang satu lagi di Departemen PU. Suatu ketika - secara terpisah - keduanya kehabisan obat ketika mengadakan perjalanan dinas. Ketika itulah serangan kejang-kejang muncul dan tak bisa dihindari. Akibatnya, instansi-instansi tempat mereka bekerja merasa perlu menghadapkan keduanya ke MPKP (Majelis Penguji Kesehatan Pegawai), dengan kemungkinan diberhentikan. Lily Sidiarto, ahli saraf dari UI, yang pada simposium mengemukakan aspek psikologi sosial pada epilepsi, menyebutkan bahwa sikap masyarakat sendiri sangat merusak. Karena kurang pengertian, menurut Lily, masyarakat menyudutkan para penderita ayan hingga mereka terpaksa merahasiakan penyakitnya. "Maka, penderita senantiasa berada dalam keadaan tegang, dan stress emosional ini malah menjadi pencetus serangan," ujar Lily. Kini, serangan ayan memang sudah bisa dicegah dengan berbagai obat. Prinsipnya, menurut Mahar Mardjono, ketua IDI Pusat, yang ikut dalam simposium itu, adalah mengurangi rangsangan pada pusat ayan di otak. Tapi usaha ini tak bisa dijamin 100% karena, menurut epileptolog pertama di Indonesia itu, masih ada faktor x pada epilepsi yang belum terungkap. Seberapa Jauh epilepsi bisa dlsembuhkan pun Mahar belum dapat memastikannya. Di dunia kedokteran, serangan epilepsi dikenal sebagai pelepasan berlebihan muatan listrik sel-sel otak yang mengakibatkan gerakan tak terkendali, di samping sebagai kelainan psikis. Pada dasarnya, otak manusia memang bekerja berdasarkan mekanisme "listrik kimiawi". Jutaan sel otak, dalam aktivitasnya, berhubungan berdasarkan perubahan-perubahan kimiawi yang mengaktifkan rambatan hstrlk - kontak terJadi seperti pada pulsa telepon. Muntahnya muatan listrik secara berlebihan pada penderita epilepsi berpangkal pada beban muatan listrik yang bertumpuk secara tak seimbang pada beberapa jalur saraf. Muntahan ini kemudian mempengaruhi jaringan otak, sehingga penderita mendapat serangan. Pada manusia, dikenal pula pelepasan beban dari jenis yang lain, yaitu beban psikis. Pelepasan ini akibat beban berlebihan pada "gudang memori". Bentuknya berupa mimpi. Pada tubuh manusia pelepasan beban ini tampak pada gerakan mata yang cepat ketika sedang tidur - dikenal sebagai REM (rapid eye movement). Karena faktor pelepasan muatan listrik yang berlebihan, diagnosa paling tepat bagi epilepsi menggunakan EEG (elektro ensefalo graf). Peralatan EEG ini, yang mampu mencari pusat ayan, gunanya memang mencatat semua rambatan listrik pada otak. Hasilnya berupa gra fik yang dikenal sebagai elektro ensefalo gram. Dari grafik ini kemudian bisa dianalisa pusat ayan tadi, sehingga penderita bisa diberi obat yang sesuai. Dari simposium itu tercatat, jumlah penderita epilepsi di Indonesia tidak terlampau banyak. Sekalipun angka yang pasti tidak diketahui, diperkirakan penderitanya enam sampai tujuh di antara 1.000 orang. Penderita epilepsi yang bisa dicatat terutama dari kalangan anak-anak, karena yang dewasa besar kemungkinan lebih suka merahasiakan penyakitnya. Dari 3.169 penderita penyakit saraf di Bagian Anak RSCM, Jakarta, pada tahun 1979 tercatat 367 penderita epilepsi (11,8% ). Selain faktor keturunan, epilepsi ditemukan pula sebagai akibat gangguan otak bayi selama kehamilan, misalnya si ibu terkena infeksi virus ketika mengandung. Gangguan sekitar masa persalinan, dan berbagai penyakit yang menyerang bayi di bawah satu tahun, Juga blsa mengakibatkan penyaklt ayan. Yang menarik dalam simposium yang dihadiri sekitar 200 peserta itu adalah pengkajian gejala-gejala epilepsi. Ternyata, tidak semua serangan epilepsi berupa kejangkejang, tak sadar, dan mulut berbusa. Terdapat cukup banyak variant yang juga menelurkan cukup banyak masalah, terutama di kalangan masyarakat. Dede Gunawan, dokter ahli saraf dari RS Hasan Sadikin, Bandung, mengemukakan, serangan epilepsi ada kalanya hanya berbentuk gangguan kesadaran selama beberapa detik. Penderitanya kemudian tampak melamun untuk beberapa saat. Serangan demikian, kendati ringan, bisa berulang puluhan kali dalam sehari, sehingga penderitanya sering dicap pemalas atau pelamun. Bentuk serangan yang lain, menurut catatan Venusri Latief, penderita menangis dan seperti mencari-cari sesuatu. Dan yang gawat adalah seperti pernah terjadi di Sukabumi. Seorang taruna Akabri menembak atasannya ketika mendapat serangan. Alasannya, ia melihat atasannya itu seperti raksasa. Memang, faktor-faktor psikis tak bisa dilepaskan dari penyakit saraf epilepsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus