SUATU penyakit aneh menyerang desa, desa pedalaman Kabupaten Merauke. Yang mengkhawatirkan, penyakit ini menyerang saraf dan mematikan. Kasus yang ditemukan diperkirakan sudah meliputi ratusan, dan sekitar 75% penderita akhirnya meninggal dunia, sampai dua pekan lalu. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Irian Jaya mengungkapkan penyakit ini sebagai ALS (amiotropik lateral sklerosis). Dan kesimpulan ini diambil dari hasil penelitian Dr. D. Carleton Gajdusek, salah seorang pemenang Hadiah Nobel (1976) yang memang pernah membuat penelitian di Irian. Namun, tak terungkap benar apakah perkiraan itu dibuat berdasarkan teori Gajdusek atau memang hasil penelitian Gajdusek yang kini sedang berlangsung. Di samping itu, tldak terdapat data-data pasti tentang bagaimana penyakit saraf itu menampilkan gejala-gejalanya. Juga apakah merambat secara mendadak. Keterangan yang bisa dijaring dari penduduk menunjukkan, penyakit itu baru saa dikenal, dan sebelumnya tak pernah menyerang masyarakat setempat. Kurangnya data tentu menimbulkan berbagai tanda tanya. Yang utama, ALS yang sudah blsa dlgariskan diketahui sebagal penyakit saraf genetik yang antara lain disebabkan faktor keturunan. Jadi, misalnya kalau benar ALS, seharusnya sudah pernah ditemukan dulu gejala sebelumnya, dan tidak merambat seperti penyakit menular - kendati hal ini masih diperdebatkan sampai kini.Pada prinsipnya, ALS adalah penyakit saraf yang merupakan kerusakan pada sel-sel saraf yang berfungsi memerintahkan gerakan-gerakan halus. Penyebabnya belum bisa dipastikan sampai kini, tapi pangkalnya diketahul sebagal menurunnya fungsl sel-sel saraf penggerak. Gejala-gejala awal penyakit ini semacam kelumpuhan kecil. Ibu jari lunglai dan jatuh ke telapak tangan. Juga kekakuan lidah dan perubahan ekspresi wajah seperti pada penyakit parkinson. Pada tingkat lanjut, ALS cukup mengerikan. Selain kelumpuhan yang lebih lanjut, penderita sering kali menangis atau tertawa tanpa alasan. ALS tidak tergolong penyakit yang baru ditemukan, walaupun memang belum ditemukan obatnya. Penderitanya pun tidak khusus, bisa ditemukan di semua bangsa. Di Amerika Serikat misalnya diperkirakan terdapat antara 8.000 dan 10.000 penderita ALS. Jumlah prianya lebih banyak daripada penderita wanita. Yang aneh - tak bisa dibuktikan mengapa - banyak penderita ALS, dulunya pernah diserang poliomiletis. Diagnosa ALS ternyata tidak mudah. Pemeriksaan darah saja tak mungkin akan membuahkan kesimpulan karena darah penderita ALS tak menunjukkan perubahan apa-apa. Untuk pemeriksaan ALS pada mulanya diperlukan biopsi (pengambilan sedikit) otot-otot tertentu. La!u ,kepastiannya ditentukan setelah dilakukan tes laboratorium yang menggunakan alat elektromiografi. Maka, misalnya Gajdusek benar tengah mengadakan penelitian di Irian Jaya, kepastian apakah ALS atau bukan, paling tidak masih perlu menunggu hasil penelitian laboratorium ahli saraf dari Atlanta, AS, itu. Tapi pada tahun 1950an di lingkungan Indian Chamorro di Kepulauan Mariana, ditemukan Fenyaklt yang sangat mlrip dengan ALS. Baik gejala klinis maupun patologis. Sejak penemuan ini, penyebab ALS diperdebatkan santer apakahgenetik atau lingkungan. Dirjen P3M Departemen Kesehatan, dr. M. Adhyatma, agaknya sangsi. Ia memperkirakan, penyakit yang menyerang saraf di Irian Jaya itu disebabkan cacing pita, yaitu sistisersus selulose. Larva bibit cacing yang ikut termakan bersama daging babi mentah menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk kista di otak. "Kista ini terus berkembang di otak, dan menekan otak hingga menimbulkan gejala seperti ayan," ujar Adhyatma. Berdasarkan penelitian Depkes, penyakit akibat cacing pita ini di Irian Jaya sudah ditemukan di Kabupaten Paniai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini