Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkep - Rumah panggung terapung beratapkan alang-alang dan berdinding bambu berjajar, berpayung langit biru. Di setiap rumah berukuran mini terdapat tulisan nama-nama pulau di Pangkep, di antaranya Saugi, Cambang-cambang, dan Sabutung. Sawah menghampar dan tanaman tumbuh subur di sekitar rumah-rumah itu. Burung-burung gereja bercericit pagi hari, Jumat, 11 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di atas tambak itulah pengunjung bisa menikmati kuliner khas Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan sembari lesehan. Menunya beragam dengan cita rasa khas Sulsel yang kuat rempahnya. Di sana tersedia beragam menu makanan di antaranya palumara, kapurung, ikan bakar parape yang dihidangkan dengan sambal kacang dan sambal tumis.
Kekhasan Palumara, Kuliner Khas Pangkep
Palumara berupa ikan laut yang dimasak dengan menggunakan campuran kuah berbumbu kunyit dan asam, ada juga yang menggunakan belimbing wuluh yang dikeringkan. Kapurung berbahan dasar sagu yang dicampur kuah susu dan sayur bayam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengunjung bisa memilih ikan segar misalnya katamba, kakap merah, cumi, udang, dan baronang. Harganya mulai dari Rp 15 ribu.
Suasana rumah makan Lesehan Terapung Marannu di Desa Borri Appaka, Kecamatan Bungoro, Pangkep, Sulawesi Selatan, Jumat, 11 Agustus 2023 (TEMPO/Shinta Maharani)
Makanan khas Pangkep itu bisa anda jumpai di rumah makan Lesehan Terapung Marannu di Desa Borri Appaka, Kecamatan Bungoro, Pangkep. Dari rumah makan itu, pengunjung bisa mengintip Pelabuhan Biringkassi atau lokasi pengiriman semen Tonasa.
Rumah Panggung Pemberdaya Ekonomi Ibu Tunggal di Pangkep
Yang menarik dari rumah makan itu adalah pemiliknya, Fatmiati, 45 tahun, yang memberdayakan ibu tunggal atau janda dan anak-anak putus sekolah di kampungnya sebagai pekerja warung. Fatmiati mempekerjakan 25 karyawan.
Tujuh orang juru masak di bagian dapur misalnya merupakan ibu tunggal. Sebagian besar ditinggal suami karena meninggal.Sebelum bekerja, karyawan itu ia bekali dengan mengundang gusu sekolah tata boga. “Saya ingin mereka berdaya sebagai perempuan dengan belajar di warung,” ujar Fatmiati ditemui Tempo di warungnya.
Dia mendirikan warung makan itu sejak enam tahun lalu setelah pensiun dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kabupaten Pangkep. Semula warung itu hanya seluas 5x10 meter dan kini berkembang menjadi dua hektare.
Sejumlah menu kuliner khas Pangkep, Sulawesi Selatan di rumah makan Lesehan Terapung Marannu di Desa Borri Appaka, Kecamatan Bungoro, Pangkep, Sulawesi Selatan, Jumat, 11 Agustus 2023 (TEMPO/Shinta Maharani)
Fatmiati mengajukan pensiun dini dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri sipil enam tahun lalu karena melihat warungnya semakin diminati pengunjung. Dia ingin fokus bekerja di warung dan melayani pengunjung.
Kepedulian Fatmiati mempekerjakan ibu tunggal dan ank putus sekolah bertolak dari pengalamannya saat menjadi PNS di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Saat dia berkunjung ke sejumlah daerah, Fatmiati menemukan banyak perempuan yang mengalami kesulitan karena ditinggal suaminya meninggal. Ada juga perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan berpisah. Selain itu, dia juga bertemu dengan anak-anak yang menikah usia dini dan putus sekolah.
Fatmiati mengatakan usahanya berkembang karena dia merasakan dampak dari ketulusannya membantu perempuan dan anak-anak putus sekolah. Menurut dia, dia memanen berkah dari orang-orang yang tidak beruntung secara ekonomi. Kini, omzet usahanya berkisar Rp 70 juta per bulan. Fatmiati tak hanya sekadar mencari untung dalam mengelola bisnisnya, melainkan menerapkan tanggung jawab sosial kepada sesama.
Pilihan Editor: Geopark Maros Pangkep Resmi Masuk Jajaran UNESCO Global Geopark