Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Selective mutism tidak berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk berbicara. Kondisi itu dipengaruhi gangguan kecemasan yang membuat seseorang, biasanya anak-anak sulit berbicara atau diam saat berada dalam situasi atau bersama orang tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selective mutism diartikan kondisi mendadak tidak mampu berbicara dalam situasi tertentu, dikutip dari WebMD. Adapun penyebab mutisme selektif itu, tidak sepenuhnya bisa dijelaskan secara memerinci. Namun, inti kondisinya kuat dipengaruhi riwayat kecemasan dan gangguan psikologis pribadi.
Apa itu selective mutism?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengutip Healthline, selective mutism gangguan kecemasan yang sering dan rentan dialami anak-anak. Biasanya mutisme selektif muncul di antara usia tiga tahun hingga enam tahun. Saat fase anak-anak masuk sekolah dan untuk pertama kali mulai berinteraksi dengan banyak orang baru.
Walaupun kondisi itu digambarkan menggunakan kata selektif, namun sebenarnya tidak memilih momen berbicara. Kata selektif diartikan sebagai orang yang tetap bisa bicara tapi hanya dalam kondisi dan bersama orang-orang yang sudah terbiasa bersama dia. Kondisi selective mutism saat masih anak-anak sebaiknya dikonsultasikan dengan ahli psikologi, karena bisa berakibat berlanjut sampai dewasa.
Adapun selective mutism bisa ditinjau dari beberapa teori psikologi. Teori perilaku memandang diam selektif sebagai mekanisme pertahanan yang dipelajari. Tapi, tidak menyadari sikapnya untuk mengatasi kecemasan. Singkatnya, respons diam membuat orang tidak bisa berbicara ketika dalam situasi sosial yang asing atau tidak nyaman.
Adapun teori kecemasan sosial memandang diam selektif itu faktor dari luar. Itu respons bentuk ekstrem kecemasan sosial. Biasanya ditandai sering menghindari berbicara di depan umum atau dengan orang yang tidak dikenal.
Menurut teori psikologi perkembangan, anak-anak dengan kesulitan berbicara mungkin dipengaruhi intimidasi atau ejekan dari teman sebayanya, terutama saat masuk sekolah. Pengalaman itu bisa menyebabkan rasa malu, bahkan menghindari berbicara di tempat yang dirasa tak aman.
Adapun teori psikodinamika memandang anak-anak menolak untuk berbicara dengan sengaja sebagai cara untuk menghukum orang tua karena marah. Tapi, minat untuk berpedoman terhadap teori ini sudah makin menurun digantikan oleh berbagai laporan penelitian terbaru.
Pilihan Editor: Terapi Wicara, Manfaat dan Tujuannya