Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat dihebohkan dengan virus hog cholera (classical swine fever atau demam babi klasik) yang mewabah di Sumatera Utara sejak akhir Oktober 2019. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut mencatat sebanyak 1.985 babi yang tersebar di tujuh kabupaten di Sumatera Utara mati akibat terjangkit virus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melansir dari situs The Pig Site, Departmen Pembangunan Industri Primer dan Regional Australia mengatakan bahwa virus hog cholera tidak menyerang manusia. Meski demikian, potensi kerusakan pada ternak babi akan mengkhawatirkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berbicara mengenai sejarah, penyakit ini endemik di Asia, Amerika Tengah dan Selatan, serta sebagian Eropa dan Afrika. Meski telah diberantas dan dimusnahkan sejak 1966-1978 silam, kini virus hog cholera kembali mengembara.
Para ahli mengatakan bahwa penyakit ini bisa menyebar dengan mudah. Metode penularan yang paling umum adalah kontak langsung antara babi sehat dan yang terinfeksi virus. Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui kontak dengan sekresi tubuh dan kotoran dari hewan yang terinfeksi.
Misalnya, babi sehat diangkut dengan kendaraan yang sama dengan babi yang terinfeksi. Bisa juga babi sehat memakan makanan bekas dari babi yang telah terkontaminasi. Kontak dari pakaian penjaga babi juga bisa membawa virus hog cholera.
Melansir dari situs Sun Star, beberapa tanda jika babi mengidap virus hog cholera bisa meliputi nafsu makan yang hilang, diare, bintik merah di tubuh panas, dan akhirnya mati di hari ke-15.
Para peternak babi juga bisa menjaga kesehatan babi dari virus hog cholera dengan berbagai cara. Misalnya, melakukan pengecekan pada babi setiap dua kali seminggu, terlebih jika ada tingkah laku yang mencurigakan. Memastikan kebersihan hewan dengan tidak mencampur makanan setiap babi juga disarankan, dan melakukan vaksinasi dan mengisolasi babi.