Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Minuman beralkohol lokal menjadi primadona di sejumlah bar di Jakarta.
Racikan minuman beralkohol bernuansa Indonesia menghadirkan rasa yang cukup mirip dengan minuman beralkohol impor terkenal.
Pengembangan minuman beralkohol lokal bisa memberi banyak manfaat, tapi masih menghadapi berbagai kendala.
BARTENDER itu dengan cekatan menyiapkan minuman Kembang Desa. Ia meracik arak sous vide jeruk Bali dengan lime, jasmine, tonic, dan orange liqueur. Di Lokaholik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, minuman tersebut menjadi primadona. “Ini biasanya pas untuk peminum pemula,” kata Josua Simanjuntak, pendiri bar minuman beralkohol Nusantara tersebut, pada Selasa, 17 Desember 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Minuman Kembang Desa itu rasanya ringan. Alkoholnya masih terasa, tapi tidak terlalu kental. Penampakan minuman tersebut berbeda dengan Senggigi, yang merupakan campuran indies dry gin, honey plum liqueur, asam Jawa, dan putih telur. Minuman kedua ini mengandung busa hasil telur putih yang dikocok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tambahan berbagai rempah menjadi ciri khas minuman di bar tersebut. Untuk minuman Bangli, misalnya, bartender mencampurkan santan ke dalam racikan arak lokal, sirop vanila, dan pineapple liqueur. Santan itu memberi rasa creamy pada minuman tersebut.
Dari ketiga minuman itu, ciri utamanya adalah dibuat dari minuman beralkohol asli Indonesia. “Kami berusaha konsisten dengan terus menggunakan minuman beralkohol lokal. Semua minuman beralkohol kami di Lokaholik merupakan buatan lokal,” ucap Tika Yulia, co-founder Lokaholik, pada kesempatan yang sama.
Minuman Bangli disajikan di Lokaholik. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Tika mengatakan koktail-koktail yang tersebut merupakan pintu masuk pelanggannya untuk mengetahui lebih banyak soal minuman beralkohol tradisional Indonesia. Ia sengaja menambahkan berbagai rempah khas Indonesia untuk lebih memperkenalkan “rasa” Tanah Air.
Walau nama-nama minuman di menu bernuansa Indonesia, rasanya cukup mirip dengan minuman beralkohol impor yang lebih dulu terkenal. “Minuman beralkohol dalam koktail di luar negeri ada juga yang pakai santan dan putih telur. Kalau ada minuman yang berbuih, kemungkinan besar ia pakai telur putih,” ujar Tika.
Di tempat itu, bagi yang sudah terbiasa dan ingin merasakan langsung minuman beralkohol lokal, ada pilihan botol minuman beralkohol asli Indonesia yang bisa menjadi pilihan pelanggan. Botol-botol dengan desain cantik itu terpajang di pintu masuk Lokaholik.
***
MINUMAN beralkohol lokal makin banyak ditawarkan di tempat-tempat minum di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Bali, Surabaya, dan Medan. Di Jakarta, selain di Lokaholik, minuman beralkohol tradisional ditawarkan di Kaum Jakarta.
Tempat minum plus restoran yang berlokasi di Jakarta Pusat ini antara lain menawarkan Siboru Nauli, Mama Blek, dan Kecombrang Martini. Siboru Nauli merupakan campuran tequila, ciu bekonang, kecombrang, passion fruit puree, citrus, dan sirop vanila. Rasa pedas yang biasa ada pada ciu bekonang jauh berkurang dalam minuman itu. Aroma kecombrangnya justru sangat terasa.
Kecombrang Martini terdiri atas campuran gin yang di-infused dengan serai, citrus liqueur, dan kecombrang. Minuman ini disajikan dengan sambal matah dan keripik melinjo. Pengunjung biasanya dianjurkan lebih dulu memakan keripik melinjo yang dicampur dengan sambal matah sebelum mencecap Kecombrang Martini yang berwarna pink. Rasa pedas sambal matah dinetralkan dengan martini yang terasa ringan.
Kecombrang Martini di Kaum Jakarta. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Minuman lain, Mama Blek, terdiri atas campuran vodka, fermentasi buah pala, sirop pala, jus lemon, dan triple sec. Rasa pala cukup dominan dalam minuman yang memberi efek hangat ini.
Bartender di Kaum Jakarta banyak menggunakan minuman beralkohol lokal seperti ciu bekonang, Cap Tikus, kamput, arak bali, hingga anggur putih atau merah lokal. Tak jarang mereka mengundang bartender daerah untuk mencari inovasi menu minuman baru menggunakan minuman beralkohol lokal. “Customer biasanya akan menikmati (minumannya) dengan rokok atau cerutu,” tutur bartender itu.
***
MINUMAN beralkohol lokal umumnya menjadi salah satu incaran wisatawan asing maupun lokal ketika bepergian ke berbagai tempat di Indonesia. Dulu Josua Simanjuntak kerap kesulitan mendapatkan minuman beralkohol lokal ketika menjalani dinas di daerah. Tidak ada toko resmi yang menjual minuman beralkohol lokal secara terbuka. “Bahkan kalau ke daerah minta tolongnya sama sopir untuk dicarikan minuman beralkohol lokal. Maklum, biasanya justru minuman beralkohol lokal dijual di warung-warung saja,” katanya.
Ia berharap Lokaholik bisa menjadi tempat untuk para pengusaha minuman beralkohol lokal memperluas jaringan mereka, khususnya di Ibu Kota. Maklum, Jakarta sering sekali menjadi tempat transit, baik wisatawan daerah maupun asing. “Sebagai turis kan mereka pasti mencari minuman yang paling khas dari daerah lain,” tuturnya.
Bartender, Ilham, membuat minuman cocktail Siboru Nauli di Kaum Jakarta, 17 Desember 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Di Lokaholik, tak hanya lidah yang dimanjakan dengan minuman beralkohol lokal Indonesia. Tempat minum itu pun menambah nuansa Tanah Air dengan menyajikan lagu-lagu Chrisye, Nike Ardilla, hingga Ruth Sahanaya. Ketika sekali waktu disewa oleh para penggemar sepak bola Latvia, mereka bahkan lebih banyak memutar lagu-lagu dangdut. “Mereka sangat senang,” ucap Josua yang sempat kehabisan minuman beralkohol lokal saat kedatangan kelompok suporter itu.
Bukan hanya pelanggan asing yang menyukai minuman beralkohol lokal, pelanggan Lokaholik juga banyak dari kalangan generasi milenial dan Z. “Ternyata anak muda sekarang open minded lho sama minuman beralkohol lokal kita,” ujar Josua.
***
MAKIN tenarnya minuman beralkohol lokal dirasakan co-founder Iwak Arumery, Nathan Santoso. Iwak Arumery adalah jenis arak Bali yang pernah menjadi suvenir untuk para delegasi G20 di Bali. Minuman ini juga pernah disajikan dalam pameran makanan dan minuman terbesar di Eropa, Salon International de l'Alimentation Paris Ke-60, pada Oktober 2024.
Arak Bali ini, yang terbuat dari fermentasi dan hasil distilasi palma (aren, kelapa, dan lontar), bisa memanjakan lidah orang asing. “Menurut pelanggan kami, rasanya unik. Ada manis, asam, dan gurih sekaligus. Itu semua yang dicari mereka. Bahkan saat membuka stan di Prancis, banyak yang berharap bisa dengan mudah mengakses produk kami,” kata Nathan pada Selasa, 31 Desember 2024.
Saat ini kian banyak pula bar di Bali yang menjadi lokasi distribusi Iwak Arumery. Di beberapa hotel bintang lima, pembeliannya juga kerap digabungkan dengan penyewaan kamar. “Ternyata permintaan para tamu di hotel bintang lima untuk minuman beralkohol lokal juga makin banyak,” ujar Nathan.
Tapi ia juga masih menghadapi tantangan di lapangan. Meski makin banyak tempat minum menawarkan minuman beralkohol lokal, tetap saja masih ada penolakan dari beberapa pemilik bar yang hanya mau menawarkan minuman beralkohol impor. “Alasannya, kalau ada minuman beralkohol lokal, dia takut kelas barnya turun,” ucap Nathan.
Tantangan lain yang dirasakan Nathan adalah masalah perizinan. Minuman beralkohol masuk daftar investasi negatif sehingga mempersempit ruang pelaku usaha artisan minuman beralkohol seperti dia untuk lebih berkarya.
Josua Simanjuntak sependapat. Kendala aturan dan tingginya pajak juga menyulitkan Lokaholik dalam mendapatkan minuman-minuman beralkohol lokal dari berbagai lokasi di Indonesia. “Bayangkan, minuman beralkohol impor dengan mudah didapat dari ujung barat hingga timur Indonesia. Minuman beralkohol lokal justru sulit didapat karena kendala distribusi ini,” ujarnya.
Tantangan lain dalam meningkatkan eksistensi minuman beralkohol lokal adalah persepsi masyarakat. Menurut pihak Hubungan Masyarakat Gerakan Fermentasi Nusantara, Harry Nazarudin, masih banyak persepsi masyarakat yang buruk tentang minuman beralkohol, termasuk mengaitkannya dengan kriminalitas. Banyak juga konsumen yang berpikir bahwa pembuatan minuman fermentasi seperti minuman beralkohol tidak higienis. Bahkan ada yang beranggapan bahwa bahannya dibuat dengan cara diinjak-injak. Sering pula muncul berita soal orang keracunan karena mengkonsumsi minuman beralkohol lokal, padahal yang ditenggak mereka adalah minuman oplosan ilegal.
Menurut Harry, persepsi itu tak tepat. Saat ini makin banyak pelaku usaha minuman beralkohol lokal yang membuat produk mereka dengan kualitas tinggi. Bahkan tidak jarang artisan minuman beralkohol lokal meraih berbagai penghargaan di panggung dunia. “Kita perlu melakukan lebih banyak edukasi pasar. Ini lho persepsi yang benar,” tuturnya.
Selain mengadakan edukasi pasar, kualitas minuman beralkohol lokal perlu terus ditingkatkan dengan pengembangan teknologi. Bukan hanya pengembangan alat, menurut Harry, penelitian yang lebih mendalam tentang minuman beralkohol lokal juga perlu dilakukan.
Peningkatan ahli brewer lokal juga menjadi tantangan berikutnya. Saat ini masih banyak brewer minuman beralkohol Indonesia yang merupakan orang asing. Mereka dinilai lebih ahli dalam memproses minuman beralkohol dan dibayar jauh lebih tinggi. Padahal penilaian itu belum tentu sesuai dengan kenyataan. Harry meyakini kualitas ahli minuman beralkohol di Indonesia terus berkembang dan banyak yang bagus.
***
ANTROPOLOG Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Raymond Michael Menot, mengatakan budaya minum di Indonesia sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dalam bukunya, Budaya Minum di Indonesia, Raymond menuliskan bahwa budaya minum sudah tertulis di Prasasti Pangumulan (902), yang ditemukan di Desa Kembang Arum, Klegung, Yogyakarta. Tuak merupakan minuman yang disajikan dalam upacara penetapan tanah sima atau pemberian penguasa setempat.
Catatan sejarah lain terdapat pada Serat Ma Lima pada 1903. Serat yang dianggap sebagai falsafah hidup orang Jawa ini merujuk pada berbagai larangan, termasuk larangan mabuk atau moh mendem. Selain itu, kitab Negarakertagama mengungkapkan bahwa tuak dan arak selalu ada dalam tiap perayaan di Majapahit.
Menurut Raymond, ada tiga fungsi budaya minum orang Indonesia. Pertama, untuk keperluan bekerja. Contohnya nelayan yang mengkonsumsi minuman beralkohol untuk beradaptasi dalam udara dingin dan berangin seperti saat hendak berlayar. “Budaya minum pun banyak dilakukan oleh masyarakat di daerah dataran tinggi karena udara di tempat tersebut dingin,” kata Raymond pada Senin, 30 Desember 2024.
Fungsi kedua minuman beralkohol, Raymond melanjutkan, adalah untuk upacara keagamaan. Sebelum Islam datang ke Indonesia dan menjadi agama mayoritas, Hindu sudah menyebar. Dalam agama itu, ada ajaran Panca Makara, yaitu lima hal yang berhubungan dengan ajaran tantrisme. Tantrisme berasal dari kata tantra (Sanskerta), yang berkaitan dengan praktik spiritual serta bentuk ritual ibadah.
Fungsi terakhir minuman beralkohol adalah untuk upacara adat yang bentuknya beragam. Salah satu upacara adat yang masih menggunakan minuman beralkohol lokal adalah upacara dalam masyarakat suku Batak. Minuman beralkohol diberikan untuk menghormati keluarga dan digunakan dalam upacara pernikahan.
Kini minuman beralkohol lokal yang memiliki akar dalam budaya masa lalu itu sudah jauh lebih berkembang. Pihak Hubungan Masyarakat Gerakan Fermentasi Nusantara, Harry Nazarudin, menilai Indonesia memiliki banyak rempah serta beragam ragi. Nusantara memiliki peluang besar untuk mengembangkan produk ini. Ragi-ragi yang menjadi bahan dasar fermentasi untuk minuman beralkohol itu bisa memberi rasa yang unik dan khas.
Banyak manfaat yang bisa didapat dari usaha pengembangan minuman beralkohol lokal. Ketika nama daerah asal melekat pada sebuah minuman beralkohol, nama Indonesia pun akan makin mendunia. Selain itu, produksi minuman beralkohol bisa menjadi alat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lokal. “Kita tahu ketika buah yang harganya murah dan difermentasi menjadi minuman beralkohol, harganya bisa melambung tinggi,” tutur Harry.●
YOSEA ARGA PRAMUDITA berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo