Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Soal Ujian Nasional, Menteri Pendidikan: Evaluasi Sistem Belajar Harus Ada

Wawancara Abdul Mu'ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, tentang sistem zonasi sekolah hingga ujian nasional.

5 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti di kantornya di Jakarta, 18 Desember 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sudah menyelesaikan pengkajian sistem zonasi sekolah.

  • Pemerintah akan memutuskan kelanjutan sistem zonasi sekolah melalui sidang kabinet.

  • Abdul Mu’ti menilai evaluasi sistem belajar tetap penting diadakan di sekolah.

SETELAH publik meributkan sistem zonasi sekolah dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) karena tidak adil serta banyak penyelewengan dan dugaan korupsi seperti temuan Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengkaji kebijakan tersebut. Mu’ti mengundang semua kepala dinas pendidikan di seluruh Indonesia. Ia juga mendatangi sejumlah penyelenggara pendidikan dan kelompok profesi. “Kami meminta masukan mereka,” ujarnya pada Rabu, 18 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk mengidentifikasi persoalan, Mu’ti juga membaca sejumlah kajian di berbagai media dan jurnal penelitian. Kementerian Pendidikan setidaknya tiga kali melakukan pengkajian. Saat ini pengkajian tersebut sudah selesai. “Pak Presiden yang akan mengumumkannya secara resmi,” ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebijakan sistem zonasi sekolah menjadi salah satu pekerjaan rumah yang mesti ia benahi. Diterapkan pada 2017, kebijakan ini bertujuan menciptakan pemerataan akses pendidikan. Tapi, dalam praktiknya, sistem zonasi menimbulkan pelbagai persoalan. Pungutan liar dan praktik jual-beli kursi terjadi di sekolah. “Kami sedang mencari jalan keluarnya,” kata Mu’ti.

Selain itu, mantan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan ini mengakui pentingnya evaluasi sistem belajar, seperti ujian nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur hal tersebut. Tapi Mu’ti sadar tidak mungkin mengubah kebijakan di tengah tahun ajaran.

Dalam wawancara 1 jam 10 menit, Mu’ti juga mengakui rendahnya penghargaan terhadap guru. “Yang diberikan pemerintah belum sesuai dengan ekspektasi banyak orang,” ujarnya kepada wartawan Tempo, Raymundus Rikang, Sunudyantoro, Yosea Arga Pramudita, serta Anastasya Lavenia Yudi, di Gedung A Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Sistem zonasi dalam PPDB menimbulkan masalah berulang. Apa solusinya?

Kami sudah melakukan tiga kali pengkajian. Konsepnya sudah selesai. Tapi nanti Presiden yang akan menyampaikan. Kebijakan tentang sistem zonasi akan diputuskan dalam sidang kabinet.

Apakah karena usul penghapusan datang dari Wakil Presiden sehingga bukan Anda yang memutuskan?

Saya pembantu, ikut apa kata Presiden. Tapi kalau beliau mengundang kami untuk menghadiri rapat mengenai skenario kebijakan zonasi, kami sudah merampungkan pengkajiannya. Tinggal menunggu waktu Presiden memanggil kami.

Bukankah sistem zonasi diterapkan di banyak negara maju?

Filosofinya ada empat. Pertama, pendidikan bermutu untuk semua anak dan itu amanat undang-undang. Kedua, inklusi sosial. Ketiga, integrasi sosial. Keempat, kohesivitas sosial. Bila sejak awal tidak pernah belajar dengan teman sebaya di dekat rumah, anak-anak akan tercerabut dari lingkungannya.

Lalu apa yang salah dalam penerapannya di Indonesia?

Yang pertama menyangkut domisili siswa. Ini kerap menjadi persoalan karena setiap daerah punya kebijakan berbeda. Ada yang berdasarkan wilayah administrasi kecamatan dan kelurahan, ada pula yang berdasarkan jarak tempat tinggal. Akhirnya terjadi pemalsuan domisili dan jual-beli bangku.

Apa masalah lainnya?

Yang kedua adalah prestasi, yakni akademik, olahraga, dan seni. Penerapannya tidak mudah karena belum ada standarnya. Rapor tidak bisa menjadi rujukan karena banyak guru “bersedekah” nilai. Ini alasan sebagian orang ingin ada ujian nasional. Yang ketiga menyangkut afirmasi untuk kelompok difabel dan ekonomi menengah-bawah. Tidak semua sekolah mau menerima mereka. Yang keempat adalah mutasi mengikuti pindah tugas orang tua.

Bagaimana solusinya?

Solusinya tidak semata-mata didasarkan pada keluhan tersebut, tapi juga bagaimana sekolah peringkat atas tetap dipertahankan, sementara yang di bawah bisa terangkat. Salah satunya dengan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana serta pemindahtugasan guru agar kualitas sekolah setara. Problemnya, guru tidak semudah itu dipindahkan karena ada regulasi otonomi daerah. Karena itu, saya enggak mau buru-buru mengambil keputusan. Semuanya memerlukan pengkajian.

Kapan Anda akan mengumumkan keputusan sistem zonasi?

Penerimaan siswa baru dibuka sekitar Juni. Jadi kami berharap Presiden mengundang kami untuk membahasnya paling lambat pada Januari. Dengan demikian, pada Februari atau Maret 2025 sudah kami putuskan. Setelah itu, ada sosialisasi. Kalau tidak ada sosialisasi, bisa jadi pelaksanaannya tak sesuai dengan harapan.

Mengapa Anda meminta maaf soal tunjangan dan insentif guru?

Kami sangat berharap guru mendapat tunjangan besar. Guru juga berharap mendapatkan kenaikan gaji. Yang bisa diberikan pemerintah sesuai dengan kemampuan anggaran baru sebatas meningkatkan kesejahteraan melalui sertifikasi, yakni tunjangan Rp 2 juta.

Siapa yang berhak mendapatkan kenaikan tunjangan?

Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada 2024 langsung mendapat Rp 2 juta. Bagi yang sudah punya sertifikat sebelum 2024 juga memperoleh tunjangan Rp 2 juta, dari sebelumnya Rp 1,5 juta. Itu tunjangan sertifikasi, bukan gaji.

Apakah ada prioritas?

Prioritas kami adalah pemerataan guru supaya dapat mengikuti sertifikasi. Bila tidak ada pemerataan, makin banyak guru yang sudah sekian lama bekerja tidak bisa ikut sertifikasi. Ada dua syarat mendapat sertifikasi: lulus D-4/S-1 dan PPG. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh kesejahteraan lewat tunjangan sertifikasi lebih penting ketimbang kenaikan gaji.

Kenapa sertifikasi itu penting?

Kesejahteraan yang meningkat mesti diikuti perbaikan kualitas. Jangan sampai tunjangannya naik, tapi kompetensi tidak naik. Karena itu, guru harus melewati PPG.

Anda pernah disebut membuat prank mengenai gaji guru. Bagaimana penjelasannya?

Menaikkan gaji bukan wewenang kementerian kami, melainkan kementerian lain. Itu pun diterima masyarakat sebagai sesuatu yang dianggap prank. Mereka punya ekspektasi tinggi. Banyak juga yang memunculkan berita lama yang berkaitan dengan pernyataan pejabat tertentu. Karena itu, saya meminta maaf. Sebab, yang kami berikan belum sesuai dengan harapan masyarakat.

Presiden Prabowo Subianto juga meminta maaf sembari menangis perihal gaji guru. Kenapa?

Pak Prabowo menangis dan memohon maaf karena belum mampu memberikan kesejahteraan seperti yang diharapkan para guru. Kami harus berbagi dengan kementerian lain.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti setelah mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, 9 Desember 2024. Tempo/Imam Sukamto 

Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden, pernah mengatakan akan menaikkan gaji guru Rp 2 juta per bulan.… 

Saya tidak dalam posisi menjelaskan pernyataan tersebut. Lagi pula pernyataan itu disampaikan pada 2023 sebelum ada proses politik, bukan dalam kampanye pada 2024. Tapi memang masih ada kelompok masyarakat yang belum move on. Ketika ada pernyataan seperti itu, mereka goreng sampai gosong.

Soal 20 persen anggaran untuk pendidikan, seperti apa sebarannya?

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, 20 persen itu termasuk untuk gaji guru dan pegawai. Makin tinggi gaji guru, makin banyak anggaran yang tersedot ke situ. Alokasi 20 persen itu juga termasuk untuk lembaga pendidikan di Kementerian Agama dan beberapa sekolah kedinasan di bawah kementerian lain. Jadi anggaran 20 persen bukan 100 persen di kami.

Apakah ada kaitan rendahnya bujet pendidikan dengan rendahnya skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia?

Skor PISA yang sekarang adalah skor setelah masa pandemi Covid-19. Kalau kita baca di berbagai penelitian, bahkan laporan resmi Bank Dunia dan UNESCO, selama masa pagebluk terjadi proses schooling without learning. Artinya, anak bersekolah tapi tidak belajar. Itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara Afrika, Asia Selatan, bahkan Asia Tenggara.

Mengapa seperti itu?

Selama masa pandemi, pembelajaran tidak maksimal sehingga ada learning loss. Siswa belajar, tapi ala kadarnya. Kalau kita berbicara soal capaian, kriteria ketuntasan minimal pasti tidak terpenuhi. Guru tidak bisa mengajar secara efektif karena berbagai kendala.

Dampaknya?

Mereka belajarnya rileks-rileks saja. Tidur pun bisa naik kelas. Tidak pintar pun bisa lulus. Banyak kampus mengeluhkan kualitas mahasiswa baru yang jauh dari standar.

Artinya akan ada perubahan kurikulum?

Saya belum merancang itu. Sekarang masih berlaku Kurikulum 2013 (K-13) dan Kurikulum Merdeka. Sekitar 53 persen sekolah menggunakan Kurikulum Merdeka, sementara sisanya menerapkan K-13. Sebagian sekolah masih tidak mengerti K-13. Kesenjangan pendidikan menyisakan persoalan yang tak sederhana.

Apa penyebabnya?

Pembelajaran terlalu kuantitatif. Banyak orang belajar hanya untuk lulus ujian. Anak-anak belajar hanya mengerjakan lembar kerja siswa. Isinya pertanyaan yang harus dijawab, kemudian dinilai oleh guru. Pembelajaran seperti itu hanya menyentuh permukaan.

Mengapa itu terjadi?

Mereka kejar tayang menyelesaikan materi yang terlalu banyak. Karena itu, kami sedang menyusun pendekatan deep learning. Ini pembelajaran yang lebih reflektif, bermakna, dan menggembirakan.

Adakah contoh sekolah atau negara yang sudah menerapkannya?

Banyak negara maju menerapkannya. Saya mempelajari deep learning ketika menempuh S-2 di Australia. Teori deep learning mulai berkembang sekitar 1976. Negara seperti Finlandia dan Norwegia juga sudah menggunakannya. Dalam deep learning, siswa tidak banyak mempelajari materi, tapi pembahasannya diperdalam.

Bagaimana penerapan deep learning di sekolah dasar dan menengah?

Mirip pembelajaran yang dulu disebut Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh sebagai pembelajaran tematik atau pembelajaran kontekstual. Banyak teori tentang itu dan bersinggungan.

Contohnya?

Misalnya, air dibahas dari berbagai sudut pandang. Dari ilmu kimia, air adalah H2O. Tapi, dari perspektif ekonomi, orang bisa berbicara banyak hal mengenai air. Sedangkan dari sisi politik, orang bisa berbicara soal tanah air dan batas wilayah negara. Ketika seseorang mempelajari konsep, konsep itu dibahas dari banyak disiplin ilmu. Pada zaman Pak Nuh, itu dikenal sebagai pembelajaran tematik.

Apa imbas pembelajaran ini kepada murid?

Sejak awal anak menjadi universalis, melihat satu masalah dari banyak sudut pandang. Dampaknya terjadi pada kepribadian. Dia tidak menjadi orang yang mudah memvonis hanya dari satu sudut pandang. Dampak lain adalah belajar reflektif. Ini disebut executive learning atau meta-cognitive learning. Dalam deep learning, siswa menemukan makna. Guru juga punya kesempatan mengeksplorasi.

Siapa tim penyusun materi deep learning?

Ada Profesor Suyanto, mantan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta dan sejumlah pakar dari banyak kelompok masuk tim tersebut.

Artinya akan ada pergeseran kurikulum?

Deep learning bukan kurikulum, melainkan pendekatan pembelajaran yang beririsan dengan K-13 dan Kurikulum Merdeka.

Banyak kritik terhadap Kurikulum Merdeka yang dibuat orang-orang di belakang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim….

Saya tidak tahu prosesnya. Saya hanya tahu penerapan Kurikulum Merdeka terlalu cepat. Pelatihannya tidak maksimal. Kurikulum ini awalnya diberlakukan di sekolah penggerak. Tapi di akhir masa jabatan Mas Nadiem menjadi kurikulum wajib walau banyak sekolah tidak siap.


Abdul Mu’ti

Tempat dan tanggal lahir:

  • Kudus, Jawa Tengah, 2 September 1968

Pendidikan:

  • Sarjana Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, Jawa Tengah (1991)
  • Magister Flinders University, Australia Selatan (1998)
  • Doktor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, Banten (2008)

Jabatan:

  • Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2010-2015, 2015-2022, dan 2022-2027)
  • Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (2019-2023)

Apakah ujian nasional berlaku lagi?

Aspirasinya ada tiga. Pertama, ujian nasional dikenalkan untuk menjadi penentu kelulusan biar siswa bersemangat belajar. Kedua, ada ujian nasional, tapi tidak menjadi penentu kelulusan. Ketiga, tidak perlu ada ujian nasional.

Anda memilih yang mana?

Saya ikut undang-undang. Menteri itu pembantu presiden. Presiden melaksanakan undang-undang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan ada evaluasi hasil belajar dan evaluasi yang bersifat institusional.

Anda akan menerapkan yang mana?

Saya berpendapat evaluasi sistem belajar harus ada, apa pun namanya. Saya sudah punya sumber kajian yang menghimpun banyak gagasan pakar. Kami juga mengundang para penyelenggara pendidikan. Kami mengundang kelompok yang pro dan kontra. Kami sudah punya formulanya.

Artinya, evaluasi akan menjadi syarat kelulusan?

Saya belum sampai ke situ. Tidak mungkin mengganti kebijakan di tengah tahun ajaran. Kami tidak bisa mengubah kebijakan pendidikan seperti mengubah aturan lalu lintas.

Setiap kali berganti menteri, berganti pula kurikulum. Bagaimana penjelasannya?

Saya berprinsip hal yang baik kita pertahankan, yang tidak baik kita sempurnakan, dan yang tidak ada kita buat. Dalam prosesnya harus ada kesinambungan.

Soal posisi Anda di pemerintahan, apakah Muhammadiyah sedang mendukung pemerintah?

Pak Prabowo meminta Menteri Pendidikan dari Muhammadiyah. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah merekomendasikan saya. Posisi ini menunjukkan Muhammadiyah berusaha membangun hubungan baik dengan siapa pun yang memerintah di Indonesia.

Ini sikap politik Muhammadiyah?

Sikap politik Muhammadiyah selalu sama: loyal dan kritis. Kami mendukung siapa pun pemerintahan yang sah di negeri ini.

Kenapa Muhammadiyah akhirnya menerima konsesi tambang?

Gara-gara tambang, saya membaca ratusan artikel mengenai batu bara. Dari semua argumen yang bilang batu bara merusak, tidak ada argumen yang menyebutkan wilayah bekas tambang bisa dikembalikan. Padahal wilayah bekas tambang bisa direhabilitasi 100 persen.

Bagaimana dengan dampaknya terhadap masyarakat lokal?

Kalau masyarakat dilibatkan sejak awal, diberi kesempatan bekerja, ternyata tidak ada masalah. Soal konflik, kami sudah memitigasi semua.

Apakah konsesi tambang dan pemberian jabatan menteri merupakan bagian dari kompensasi politik?

Tidak ada hubungannya. Presiden punya pertimbangan sendiri. Ada atau tidak ada jabatan di pemerintahan, Muhammadiyah selalu berpegang pada prinsip loyal dan kritis.  

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Sunudyantoro

Sunudyantoro

Wartawan Tempo tinggal di Trenggalek

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus