Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Misteri Kentang Pembawa Kanker

Sebuah hasil riset menyebutkan bahwa kentang goreng banyak mengandung zat karsinogenik alias pemicu kanker. Bagaimana bisa?

6 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR menghebohkan meluncur dari Swedia. Simak baik-baik: sedikitnya 100 jenis makanan yang lazim disantap manusia sedunia mengandung zat kimia pemicu penyakit kanker. Kudapan kesukaan banyak orang dan andalan restoran cepat saji, keripik kentang (potato chip) dan kentang goreng (French fries), malah dinyatakan sebagai yang terburuk.

Langsung saja, kabar itu menyentak dunia. Berbagai institusi kesehatan ternama mengulas soal yang terkait dengan hajat hidup umat sejagat ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO), misalnya, dalam siaran pers tanggal 26 April, berjanji segera menggelar sidang darurat di markas besar WHO di Jenewa, Swiss, secepat mungkin.

Bagaimana sebenarnya awal mula riset nan menghebohkan itu?

Pada mulanya adalah kesuraman yang terjadi di terowongan di Hallandsasen, Swedia. Ribuan pekerja yang terlibat dalam proses pembangunan terowongan itu tampak tak pernah bugar. Mereka jadi langganan sakit. Kaki-tangan mati rasa, otot-otot kaku, badan lemas lungkrah, juga impotensi, muncul silih berganti. Semuanya tanpa sebab-musabab yang gamblang. "Misterius," kata Profesor Margareta Tornqvist, ahli kimia lingkungan dari Universitas Stockholm, Swedia.

Kemisteriusan itu pun menggelitik Tornqvist. Bersama tim Badan Pengawas Makanan Swedia (NFA), Tornqvist memeriksa para pekerja yang gering. Tes darah membuktikan bahwa di tubuh rombongan pekerja ini ternyata terpendam racun akrilik amida dalam jumlah tinggi. Zat yang bernama lain ethylene carboxamide ini termasuk pemicu kanker (karsinogenik) yang lazim ada dalam cat, plastik, asap rokok, dan kadang kala di air sungai yang terpapar panas matahari.

Awalnya, para ilmuwan menuding terowongan Hallandsasen, yang masih centang-perenang dipenuhi bahan bangunan, sebagai biang keladi. Namun, dugaan itu segera gugur. Soalnya, uji darah pada keluarga dan kerabat pekerja juga menunjukkan hal yang sama. Padahal para kerabat ini sama sekali tak pernah menjelajah areal terowongan. Jadi, bagaimana mungkin darah mereka juga mengandung akrilik amida?

Tim Tornqvist pun melangkah ke riset yang lebih serius. Mereka menganalisis kandungan kimia 100 jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat Swedia. Ada roti, sereal, pasta, ikan, daging, saus, biskuit, piza, tepung terigu, keripik kentang, kentang rebus, kentang panggang, berondong jagung, sampai kentang goreng.

Hasilnya amat mengejutkan. Akrilik amida terdapat pada hampir semua makanan berpati. Lima urutan juara ter-buruk adalah keripik kentang, kentang goreng, biskuit kabin, roti kering, dan sereal gandum.

Kadarnya pun bukan main. Satu kilo keripik kentang mengandung 1.000 mikrogram akrilik amida. Sedangkan satu kilo French fries punya 500 mikrogram akrilik amida. "Itu kadar yang membahayakan," kata Liliane Abramson-Zetterberg, ahli ilmu zat beracun (toksikologi) dari NFA. Sebagai catatan, maksimal hanya boleh ada 1 mikrogram dalam setiap liter air minum (1 mikrogram = sepersejuta gram).

Lalu, bagaimana bisa akrilik amida teronggok pada seratus makanan yang diuji?

Untuk soal itu, tim Tornqvist punya dua teori. Pertama, akrilik amida memang ada pada bahan makanan tertentu. Kedua, zat beracun itu adalah efek samping proses pengolahan makanan. Pemanasan lama dengan suhu ekstratinggi, minimum 190 derajat Celsius, membuat sebagian molekul karbohidrat terlepas. Sebagian molekul yang lepas kemudian bergabung dengan atom nitrogen (dari asam amino makanan atau dari udara sekitar) hingga terbentuklah akrilik amida.

Tapi, Tornqvist mengingatkan, kedua teori tersebut belum disokong bukti-bukti yang kokoh. "Butuh riset lagi yang lebih mendalam," katanya.

Selagi riset lanjutan belum digelar, toh tim Tornqvist merasa perlu segera mengumumkan hasil temuan mereka. Pertimbangannya, yang diuji adalah makanan utama yang biasa disantap miliaran manusia. Walhasil, 24 April lalu tim NFA dan Universitas Stockholm bergegas menuturkan temuan mereka ke media massa, tanpa terlebih dulu melaporkannya di jurnal ilmiah. Sebuah langkah yang—seperti bisa diduga—memicu kontroversi riuh.

Leif Busk, Direktur NFA, misalnya, yakin temuan itu berpeluang membuka pintu misteri kanker. Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa akrilik amida menyebabkan kanker pada tikus percobaan. Bukan tak mungkin hal serupa juga menimpa jutaan manusia yang mengonsumsi menu berlimpah akrilik amida. Namun, Busk mengakui, kemungkinan itu belum bisa dipastikan dalam tempo singkat. Dalam riset kali ini ada banyak soal yang belum terjawab, termasuk tentang asal-muasal akrilik amida dalam semua makanan yang diuji.

Sementara itu, di pihak lain, tak sedikit ilmuwan yang bersikap skeptis. F.G. Winarno, ahli teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat, misalnya, menyayangkan riset sepenting itu tak dilaporkan di jurnal ilmiah. Padahal jurnal adalah media para ahli untuk saling mendebat dan menguji keabsahan penelitian. "Absennya laporan ilmiah ini sedikit menurunkan kadar kredibilitas riset," kata Winarno.

Suara senada muncul dari Stephen Safe, profesor toksikologi dari Universitas Texas, AS. Ketiadaan laporan yang komplet, menurut Safe, membuat hasil temuan yang menyebut zat karsinogenik terdapat pada hampir semua makanan layak dipertanyakan serius. "Ini konyol," kata Safe, "Kalau mau seratus persen aman, larang saja semua makanan."

Mardiyah Chamim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus