PARA dokter ramai-ramai berburu bakteri anaerob. Mula-mula, Rabu pekan lalu di Surabaya. Kemudian mereka lanjutkan lagi dalam seminar tentang infeksi anaerob yang berlangsung keesokan harinya di Jakarta. Bisa dimaklumi, karena bakteri yang tahan hidup tanpa oksigen (udara) itu terkadang memang membawa kesulitan bagi mereka. Terutama para ahli bedah. Sebuah operasi usus buntu, misalnya, bisa saja tak sembuh-sembuh karena lalai menangani bakteri itu. "Kami heran mengapa setelah sembuh dari sebuah operasi pembedahan, si pasien masih juga sakit," kata dr. Abdus Syukur dari Bagian Bedah RS Soetomo, Surabaya. Untuk membuktikan bagaimana gawatnya bakteri itu, ia pada 1981 melakukan penelitian terhadap 60 kasus perforasi peritonium (berlubangnya selaput yang memisahkan lambung dengan dinding perut bagian dalam). Ternyata, 44,5%, dari kasus itu positif mengandung bakteri anaerob. Dan dari jumlah itu yang terbanyak (87,5%) datang dari kelompok infeksi tifus dan usus buntu. Karena itu, dia sampai pada kesimpulan bahwa semua kasus perforasi pertonium baik yang disebabkan tifus maupun radang usus buntu, harus mendapat tambahan pengobatan untuk menaklukkan bakteri anaerob. Bakteri anaerob sebenarnya berkembang biak dengan subur di rongga perut, saluran pernapasan, dan saluran genitalis. Perhatian dokter di sini terhadap infeksi yang disebabkan bakteri ini baru berkembang sejak akhir 1970-an. Sedangkan dunia kedokteran mendalaminya pada awal tahun 1960-an. Itulah sebabnya, sebagaimana diutarakan Drs. A. Rahim dari Bagian Mikrobiologi FK UI, infeksi anaerob ini oleh para dokter di sini dulunya hanya dianggap disebabkan oleh tetanus. Anggapan itu ternyata keliru. Menurut Rahim, banyak faktor yang menyebabkan timbulnya infeksi bakteri anaerob ini. Antara lain, karena rumah-rumah sakit mengabaikan masalah kebersihan. Juga karena pemakaian antibiotik yang tidak rasional hingga mengakibatkan munculnya "ras" bakteri anaerob yang tahan antibiotik. Infeksi jenis ini banyak berjangkit di rumah-rumah sakit, terutama di bagian bedah, THT, dan kebidanan. Kaum wanita yang lebih banyak jadi korban. Sebab, saluran genitalis mereka lebih besar kemungkinannya menerima serangan infeksi bakteri anaerob.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini