Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA tahun lalu, nasib buruk membawa Nuryanto ke rumah tahanan Salemba, Jakarta Pusat. Dalam sebuah tawuran, dia kedapatan membawa senjata tajam. Meski mengelak bukan miliknya, Nur sulit berkelit.
Dia pun mendekam di sana selama empat bulan. Waktu yang teramat singkat, sebenarnya. Namun dia mendapatkan dunia baru yang menakjubkan: putaw.
Kenikmatan mengalahkan rasa takutnya. Di balik jeruji, Nuryanto berbagi jarum suntik dengan kawan-kawannya. Seorang narapidana yang sudah terinfeksi virus pelumpuh kekebalan tubuh, HIV, memang mengingatkannya akan bahaya penggunaan jarum suntik bersama. Tapi dia tak acuh. Jarum suntik itu pun terus beredar di antara teman, menyemprotkan putaw ke dalam darah.
Dan dia akhirnya menemukan kebenaran di balik nasihat sang teman. Tubuhnya lemah. Berat badannya susut. Diagnosis dokter menghunjamnya. Dia positif terinfeksi HIV. Dia marah, kalut, frustrasi, hingga terpikir mengakhiri hidupnya.
Sahabat. Akhirnya mereka jua yang menghidupkan kembali semangat Nur. Dia bangkit dan tidak lagi merasa sendiri. Bersama teman-teman senasibnya, dia aktif di sebuah organisasi HIV/AIDS untuk memotivasi orang-orang yang senasib dengannya.
Kondisi tubuh yang tidak stabil tidak membuatnya berhenti. Dia melukis. Mengguratkan warna-warna cerah seperti semangat hidupnya yang terus menyala hingga dia berpulang ke Sang Pencipta. Namun, bagi sahabatnya, Nuryanto telah meninggalkan semangat yang tetap menyala.
Teks dan foto: Edy susanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo