IMPOTENSI, bagi pria, agaknya kini tak lagi berarti kiamat. Memang, tak semua penderita disfungsi ereksi dapat tertolong. Namun, jauh lebih banyak penderita impotensi yang bisa kembali perkasa. Bagi yang impotensinya tergolong anorganik, ada terapi psikologis yang bisa menolong. Sedangkan untuk impotensi organik yang menyerang 80-90 persen penderita impotensi, ada banyak pilihan pengobatan: cara suntik, terapi transuretral, atau obat oral.
Sekarang ada satu lagi obat baru impotensi yang persetujuan peredarannya di Indonesia sedang dimintakan dari Departemen Kesehatan. Namanya MUSE (Medicated Urethral System for Erection). Terapi ini, akhir Februari lalu, dipresentasikan di Jakarta oleh seksolog dan guru besar endokrinologi dari RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Prof. Arif Adimoelja, M.D, Ph.D. dan Abert Spivack, M.D., profesor klinis pengobatan di Stanford Medical Center, AS.
Medicated Urethral System for Erection mungkin masih asing di telinga orang Indonesia. Orang lebih kenal pil Viagra yang menghebohkan itu. Padahal di Amerika Serikat MUSE sudah mendapat persetujuan dari lembaga pengawas obat dan makanan, FDA (Food and Drug Administration), pada November 1996. Obat ini berupa pelet yang mengandung apostradil, suatu formulasi prostaglandin E-1 sintetis, yang pemakaiannya dilakukan dengan memasukkannya melalui saluran air seni.
Sebagai pendatang baru, MUSE mencoba menawarkan berbagai "kelebihan" yang menutupi "kelemahan" pil Viagra, misalnya soal keamanannya bagi penderita jantung. Kalau pil Viagra diketahui cukup berisiko terhadap penyandang penyakit kardiovaskuler, apostradil tidak?setidaknya itulah yang ditunjukkan beberapa penelitian di sejumlah negara. Kalau pil Viagra masih tetap membutuhkan rangsangan atau emosi untuk membangkitkan keperkasaan, apostradil tidak membutuhkan stimulasi apa pun.
Apostradil sebenarnya sudah dipergunakan untuk pengobatan impotensi. Komponen yang ditemukan pada akhir 1980 ini biasanya diberikan dengan cara disuntikkan langsung ke penis. Di Indonesia injeksi apostradil sudah diizinkan pemakaiannya. Bagi yang takut jarum suntik cara itu mungkin mengerikan, sehingga MUSE dihadirkan sebagai alternatif. Pada terapi itu pelet dimasukkan ke dalam saluran kemih dengan alat bantu semacam pipet plastik kecil. Setelah dimasukkan, 10 menit kemudian pelet melarut, reaksi mulai timbul dan ereksi normalnya akan berlangsung antara 30-60 menit.
Secara alamiah prostaglandin sebenarnya ada dalam tubuh. Senyawa inilah yang membuat otot-otot polos yang terdapat dalam penis menjadi rileks sehingga pembuluh darah melebar dan darah pun mudah masuk. Para penderita diabetes umumnya tidak mampu menghasilkan prostagladin, karena selaput lendir di sekitar organ yang memproduksi prostaglandin rusak. Karena itu pasokan prostaglandin dari luar tubuh sangat membantu untuk membangkitkan "si jago".
Penelitian yang pernah dilakukan Arif Adimoelja bahkan memperlihatkan bahwa penderita diabetes sembuh dari impotensi setelah selama tiga bulan mendapatkan suntikan prostaglandin sebanyak dua kali seminggu. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 247 pasien. Hasilnya, 93,5 persen pasien dapat normal kembali. "Tapi ini terjadi terhadap prostaglandin yang disuntikkan. Belum diketahui apakah dengan MUSE juga begitu," ujar Arif.
Saat ini bersama koleganya dari Denpasar, Wimpi Pangkahila, Arif tengah merampungkan penelitian kecil-kecilan tentang MUSE yang mulai dikerjakan Oktober tahun lalu. Penelitian ini hanya mencakup 60 responden dan dilakukan di tiga tempat: Jakarta, Surabaya, dan Denpasar.
Dari 20 responden di Denpasar yang berusia antara 32-74 tahun, lima orang di antaranya mengalami disfungsi ereksi karena faktor psikologis, sedangkan sisanya karena penyebab organik. Sebagian besar dari mereka itu menderita diabetes, kelebihan kolesterol, dan kandungan lemak yang tinggi. Setelah ditangani dengan MUSE ternyata ada lima orang?semuanya menderita diabetes?yang tetap tidak berhasil ereksi. "Obatnya tidak bekerja dengan baik. Meskipun begitu tingkat keberhasilan obat ini sudah cukup tinggi," kata Wimpi.
Dengan tingkat keberhasilan 75 persen, tampaknya pengaruh obat ini tak memberikan reaksi jauh berbeda antara orang Indonesia dan pria Eropa maupun AS. Penelitian Spivack terhadap 1.511 responden di AS memperlihatkan tingkat keberhasilan 65,9 persen untuk pemakaian yang dilakukan di klinik dan 64,9 persen bila dipergunakan di rumah tanpa meminta bantuan dokter.
Agar tak kelebihan dosis, pemakaian pertama kali harus dilakukan oleh dokter. Di AS tersedia dosis terkecil, 125 mikrogram, sedangkan percobaan yang dilakukan di Indonesia dimulai dari dosis 250 mikrogram hingga 1.000 mikrogram. Dosis tepat, selain menentukan keberhasilan, juga menghindari beberapa efek samping, dari yang teringan seperti rasa sakit atau nyeri hingga ereksi berkepanjangan yang membahayakan organ vital itu sendiri.
Rasa sakit, baik yang melalui cara injeksi maupun MUSE, tentu saja tak selalu terjadi pada setiap pemakai apostradil. "Ini seperti kosmetik, ada yang cocok ada yang tidak. Kalau tidak cocok dengan MUSE ya jangan memakainya," saran Arif. MUSE memang bisa menjadi alternatif untuk menolong penderita impotensi, tapi bukan satu-satunya dewa penolong.
Gabriel Sugrahetty, Dewi Rina Cahyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini