Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Para Pencinta Kereta Api

Bagi mereka, kereta api bukan sekadar alat transportasi, tapi sudah menjadi bagian hidup. Hari ulang tahun PT Kereta Api Indonesia, 29 September, pun menjadi hari bermakna bagi mereka.

13 Oktober 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lelaki itu sengaja datang dari Bandung ke Jakarta. Bukan untuk pelesir menghabiskan akhir pekan, melainkan untuk mengecat lokomotif tua buatan 1928 di Museum Transportasi di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Dia, Ario Wibisono, adalah Ketua Indonesian Railway Preservation Society Cabang Bandung. Dia ke Jakarta tentu bukan untuk mencari tambahan uang sebagai tukang cat. Dia mengoleskan cat hitam dan merah ke lokomotif tua itu lantaran rasa cintanya kepada kereta api. "Biar tidak habis karena karat," kata Ario sumringah.

Ario hanya satu dari sekitar 150 anggota perkumpulan "penjaga kereta api" yang merasa prihatin melihat 23 lokomotif tua di Museum Transportasi. Mereka menawarkan proposal pengecatan ulang ke Departemen Perhubungan dan PT Kereta Api Indonesia. Menurut Hedwigus Windarto, Sekretaris Jenderal Indonesian Railway Preservation Society, Departemen Perhubungan sebagai pengelola museum dan pihak museum sendiri menyambut dengan antusias program ini.

Pengecatan lokomotif ini dilaksanakan dua bulan sekali sejak awal Desember 2007 hingga akhir Agustus lalu. Pada saat kegiatan itu pertama kali digelar, ada 150 orang yang ikut serta. Setelah itu, sekitar sepuluh orang datang secara bergantian untuk mengecat. "Kami mengajak juga keluarga, anak dan istri," kata Hedwigus. Kadang-kadang agenda pengecatan dilakukan mendadak. "Karena ada yang datang dari Surabaya, misalnya, langsung saja kami agendakan," ujarnya.

Begitulah secuil potret komunitas penggemar kereta api (railfans) di Tanah Air saat ini. Selain Indonesian Railway Preservation Society, ada komunitas Masyarakat Pencinta Kereta Api, GM Marka, Kompak, atau KRL-Mania. Bentuk kegiatan mereka pun beragam.

KRL-Mania, misalnya, merupakan forum komunikasi penumpang dan pelanggan kereta rel listrik Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Semula, anggota komunitas ini hanya berkomunikasi lewat milis (mailing list). Lalu mereka sering bertemu dan mengadakan kegiatan sosial di berbagai tempat. Pada Februari lalu, misalnya, mereka memberikan dana pendidikan untuk anak-anak penjaga pintu kereta api dan juru periksa jalan. Pada Ramadan lalu, mereka mengadakan kegiatan serupa di stasiun kereta api Bekasi. "Kami hanya memberikan sedikit uang bagi pegawai rendahan di lingkungan stasiun Bekasi," kata Wulan Kusuma Wardhani, Koordinator KRL-Mania.

Adapun Masyarakat Pencinta Kereta Api merupakan organisasi yang berfungsi sebagai mediator antara PT Kereta Api Indonesia dan masyarakat pengguna layanan kereta. "Apa yang menjadi keinginan di antara keduanya disampaikan lewat organisasi ini," kata Hendrowijono, Ketua Umum Masyarakat Pencinta Kereta Api.

Untuk itu, organisasi yang dibentuk pada 11 Maret 1993 ini mengadakan berbagai seminar. "Kami berkampanye tentang bagaimana merawat kereta," ujar Hendro. Ini dilakukan karena masyarakat mempunyai "rasa memiliki" yang berlebihan terhadap kereta. "Sehingga banyak yang diambil dan dibawa pulang," Hendro menyindir sambil sedikit tertawa. Ya, memang sering terdengar kabar pencurian bantalan rel ataupun pencongkelan baut, yang mengakibatkan kecelakaan kereta api.

Menurut Hendro, 30 persen dari 600 ribu pengguna kereta di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi tidak membayar karcis. Karena itu, kata Hendro, masyarakat perlu diajak sama-sama menjaga dan merawat kereta sebagai transportasi publik. "Kami sering mengadakan temu pelanggan kereta dengan PT Kereta Api Indonesia," kata laki-laki yang sudah pensiun sebagai wartawan harian Kompas ini.

Wadah komunitas tersebut agaknya memang tidak hanya menjadi ajang berkumpul atau sekadar mengoleksi model kereta api. Dalam perkembangannya, lewat komunitas tersebut, mereka juga melakukan kegiatan yang oleh orang lain terkadang dianggap nekat atau bahkan tidak ada gunanya. Selain mengecat, Indonesian Railway Preservation Society memperbaiki lokomotif listrik pertama yang dikenal dengan nama Bon Bon. "Lokomotif itu sebenarnya sudah ditenderkan ke pedagang besi tua," kata Hedwigus.

Kisahnya bermula ketika para anggota komunitas tersebut jalan-jalan ke Balai Yasa Manggarai, Jakarta Pusat. "Kami lihat lokomotif itu sudah karatan semua," katanya. Setelah ada masukan dari Indonesian Railway Preservation Society, ujar Hedwigus, proses tender dibatalkan. "Padahal sudah ada pemenangnya," katanya. Kini lokomotif listrik pertama itu dijadikan monumen di kawasan kota tua Jakarta.

Kenapa Indonesian Railway Preservation Society ngotot mempertahankan lokomotif yang digunakan untuk menarik kereta cepat, kereta penumpang, dan kereta barang itu? Alasannya, mereka sangat punya perhatian terhadap sejarah perkembangan kereta api.

Ya, karena lokomotif ini merupakan salah satu bukti sejarah perkembangan Jakarta sebagai kota metropolitan, yang dimulai pada 1925. Ketika itu, jalur kereta listrik mulai dibangun pemerintah Hindia Belanda. Lantaran begitu pesat perkembangannya, jalur ini dikembangkan ke Bogor, yang pada waktu itu disebut sebagai Buitenzorg. Untuk melayani jalur Jakarta-Bogor, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik untuk menarik rangkaian kereta api. Salah satunya adalah lokomotif listrik Bon Bon atau lokomotif dengan nomor seri 3201-3206 yang dibuat perusahaan Werkspoor-Heemaf.

Pada 1976, kereta itu diganti dengan rangkaian kereta rel listrik. Sejak itulah lokomotif ini dijadikan besi tua. Akhirnya, hanya lokomotif Werkspoor-Heemaf 3202, yang kemudian diberi nomor baru 202, yang masih tersisa di Balai Yasa Manggarai. Jika tidak ada Indonesian Railway Preservation Society, barangkali lokomotif terakhir itu juga sudah menjadi besi kiloan semata. Barang peninggalan sejarah pun raib.

Kegiatan nekat lain yang dilakukan Indonesian Railway Preservation Society pada 2001-2002 adalah menghidupkan kembali lokomotif kuno jenis CC 200. Semula, ada tiga jenis lokomotif CC 200 yang akan dipilih untuk dihidupkan lagi, yakni lokomotif CC 200-08, CC 200-09, dan CC 200-15. Dari ketiganya, kata Hedwigus, CC 200-15 lebih memungkinkan untuk diperbaiki. "Tingkat kerusakannya tidak separah yang lain," katanya.

Dengan pertimbangan itulah, kata dia, dipilih cara kanibal. "Kami mengambil yang dari 08 dan 09 untuk dipakai di CC 200-15," ujarnya. Bahkan mereka sempat mencari onderdil cylinder liner ke General Electric. "Tapi mereka sudah enggak memproduksi lagi," katanya. Setelah diupayakan dengan berbagai cara, kini lokomotif CC 200-15 itu bisa berjalan kembali.

Kegiatan lain yang "lebih ringan" adalah mengunjungi berbagai situs bersejarah kereta api, seperti jalur Bandung, Cirebon, Solo, dan Semarang. Dari jalur-jalur lama ini juga terungkap sejarah tempat yang mereka kunjungi.

Semua kegiatan itu tentu membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga ekstra. Lantas kenapa mereka begitu "gila" kepada kereta api? Menurut Artanto Rizky Cahyono, Sekretaris Indonesian Railway Preservation Society Cabang Jakarta, penyebab pertama adalah ayah railfans bekerja di PT Kereta Api Indonesia. Dengan begitu, sejak masih kanak-kanak, railfans ini sudah bergaul dan akrab dengan kereta api. Maklum, mereka sering diajak ayah mereka ikut berdinas di stasiun.

Ada juga pencinta kereta api yang tidak punya ayah atau saudara yang bekerja di PT Kereta Api Indonesia. Namun, semasa kanak-kanak dan remaja, mereka sering datang ke stasiun untuk melihat kereta api. Rizky kecil adalah satu dari ratusan penggemar kereta api yang hampir tiap hari diajak ke stasiun kereta api oleh ayahnya. "Karena waktu itu enggak ada hiburan, saya selalu diajak ke stasiun untuk melihat kereta api," katanya.

Sedangkan penyebab lain suka kereta api adalah kebiasaan. Lantaran harus naik kereta api tiap hari, mereka pun jadi terbiasa dan akhirnya cinta kepada kereta api. Witing tresna jalaran saka kulina, begitu pepatah Jawanya. "Di atas rel kereta api itulah kami bertemu dengan orang-orang yang senasib," kata Nurcahyo, anggota KRL-Mania dan pengelola KRL-Mania.com. Bahkan bisa ketemu jodoh di kereta. Wow, asyiknya.

Nur Hidayat, Iqbal Muhtarom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus