Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Anna Khristiantri melakukan perjalanan untuk melihat langsung gunung es besar di Ilulissat, Greenland.
Anna Khristiantri juga menapakkan kaki di lokasi hunian manusia paling ujung selatan bumi, Ushuaia, Argentina.
Andi Sastrawandy keluar dari pekerjaan untuk melakukan perjalanan 125 hari menapaki Jalur Sutra dari Turki ke Cina.
UDARA dingin minus 16 derajat Celsius menembus pakaian berlapis Anna Khristiantri, seorang backpacker, ketika dia berada di Ilulissat, Greenland, Denmark, Oktober lalu. Padahal dia sudah mengenakan pakaian hingga empat lapis yang terdiri atas long johns, kaus tebal, baju hangat, dan winter breaker. Suhu rendah menjadi salah satu tantangan besar bagi orang yang terbiasa hidup di wilayah garis khatulistiwa atau tropis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi Anna mengaku tidak terpengaruh oleh cuaca dingin di kawasan yang nyaris tertutup salju tersebut. Berkunjung ke Ilulissat adalah salah satu mimpi dalam bucket list hidupnya adalah melihat langsung iceberg (gunung es yang mengapung di atas laut) dan icecap (tudung es yang biasa menyelimuti sebuah kawasan). Di dunia, menurut Anna, hanya ada dua lokasi yang memiliki gunung es, yaitu Greenland di Kutub Utara dan Antarktika di Kutub Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya ke Greenland dulu, karena biaya ke Antarktika sangat mahal. Tapi suatu saat saya pasti ke Antarktika. Bagaimanapun caranya,” kata Anna kepada Tempo, Sabtu, 26 November lalu.
Dalam perjalanan tersebut, Anna berkunjung ke beberapa wilayah dingin berselimut salju, seperti Kangerlussuaq, Ilulissat, dan Disko Island. Semua destinasi harus ia capai menggunakan pesawat kecil atau helikopter.
Dia mengisi dua pekan perjalanannya antara lain dengan mendaki dan menelusuri area icecap di Kangerlussuaq dan Sermermiut. Pada malam hari, tanpa polusi cahaya, dia berulang kali menikmati fenomena alam aurora dan hamparan bintang Milky Way.
Anna Khristiantri saat mengunjungi Ilulissat, Greenland, Denmark/Dok. Albab Akbar
Anna sangat menikmati momen ketika berhadapan langsung dengan gunung es raksasa saat berada di pesisir dan tebing Ilulissat—titik terdekat dengan iceberg di Kutub Utara. Satu mimpi sudah ia wujudkan.
Sebelum mendatangi Greenland, Anna sudah beberapa kali mengunjungi negara dan daerah di belahan utara, seperti Norwegia, Islandia, dan Alaska. Bahkan dia sudah menjejakkan kaki di kota paling ujung utara bumi di Samudra Arktik, yaitu Longyearbyen, Pulau Svalbard, Norwegia. Perjalanannya berlangsung di puncak musim dingin pada Februari 2020 dengan suhu sekitar minus 30 derajat Celsius.
Dalam sepuluh tahun terakhir, Anna memang tak lagi tertarik berwisata ke destinasi populer dan umum, seperti Eropa Barat, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat. Dia memilih perjalanan menuju lokasi yang memiliki lanskap alami dan belum banyak terjamah manusia.
Boleh dibilang Anna belakangan lebih senang berjalan-jalan ke tempat wisata yang memberinya waktu dan ketenangan karena jauh dari hiruk-pikuk masyarakat modern. Hal ini membuat pegawai bank swasta ini tak ragu menghabiskan semua jatah cuti tahunannya untuk sebuah perjalanan ke lokasi wisata tersebut.
“Padahal ketika sekolah dan kuliah bukan kelompok pencinta alam. Tapi setelah dewasa justru merasa cocok dengan wisata alam. Makanya saya coba berolahraga agar fisik tambah kuat," ujarnya.
Meski belum ke Antarktika, Anna sudah mencapai titik tempat tinggal manusia di ujung selatan bumi. Dia pernah bertualang ke Patagonia dan Ushuaia yang berjulukan Fin del Mundo atau Ujung Dunia dalam serangkaian perjalanan ke tiga negara Amerika Selatan, yaitu Peru, Cile, dan Argentina, pada 7-24 November 2019.
Dalam perjalanan itu, Anna pun ikut dalam kegiatan menelusuri Gletser Perito Moreno, El Calafate, Argentina. Gletser atau bongkahan es di atas permukaan tanah tersebut adalah fenomena alam yang diprediksi telah berusia lebih dari 18 ribu tahun. Padang es dengan kedalaman 170 meter itu juga tercatat sebagai cadangan air tawar terbesar setelah Greenland dan Antarktika.
Menurut Anna, pilihan destinasi wisata yang tak biasa tersebut memiliki berbagai tantangan, termasuk dalam hal persiapan. Dia mengatakan mayoritas referensi dan informasi perjalanan ke wilayah utara dan selatan ada dalam situs berbahasa asing. Dia pun kesulitan mencari orang Indonesia yang pernah melakukan perjalanan ke daerah tersebut. Selain itu, semua urusan administrasi, akomodasi, dan transportasi harus selesai dan siap sebelum keberangkatan.
“Karena info kecil, seperti soal SIM card (kartu seluler), sangat jarang, jadi semua sudah disiapkan dan dokumennya disimpan di telepon seluler. Tak mungkin baru cari di sana,” ucap Anna.
•••
ANDI Sastrawandy, 36 tahun, pernah melakukan perjalanan backpacking selama empat bulan menelusuri salah satu trek Jalur Sutra—jalur perdagangan kuno yang menghubungkan Asia dengan Eropa. Dia mengungkapkan, perjalanannya pada 2016 tersebut menghabiskan biaya 3.000-4.000 euro.
Andi selalu memilih daerah wisata yang memiliki catatan sejarah dan peninggalan kuno. Dia penasaran ingin melihat langsung sisa-sisa arsitektur dan budaya kuno yang masuk buku-buku sejarah pada masa sekolah. Dia pun menargetkan kunjungan ke beberapa bangunan kuno di sepanjang Jalur Sutra yang menjadi saksi bisu kisah penaklukan dunia sejak era Aleksander Agung, Genghis Khan, dan Kerajaan Persia.
Andi bahkan harus memutuskan keluar dari pekerjaannya di perusahaan teknologi informasi di Jerman. Dia memang tak mungkin mendapat fasilitas cuti dan libur hingga 125 hari. Dia mengatakan sudah lama ingin melakukan perjalanan darat menelusuri Jalur Sutra.
Dia kemudian memulai rute napak tilasnya dengan terbang dari Jerman menuju Turki. Dia juga telah menetapkan rencana perjalanan darat melintasi beberapa negara pecahan Uni Soviet, yaitu Georgia, Armenia, Iran, Uzbekistan, Tajikistan, dan Kirgistan. Setelah itu, dia akan masuk ke wilayah Cina.
Andi tak bisa masuk ke Uzbekistan. Dia tak berhasil mendapat visa dan izin masuk ke negara rumpun Persia tersebut. Andi akhirnya menempuh jalur udara dari Iran menuju Tajikistan.
Anna Khristiantri saat mengunjungi Svalbad, kota paling Utara di dunia/Dok Pribadi.
“Sebelumnya sempat ngotot mau jalur darat dengan jalan dari Iran ke Afganistan utara. Hanya, saya takut karena Afganistan sedang berkonflik. Belakangan saya mendapat info dari Agustinus Wibowo (penulis dan pelancong daerah konflik) bahwa sisi utara Afganistan relatif aman,” kata Andi.
Menurut Andi, perjalanan menelusuri Jalur Sutra memberikan berbagai pengalaman yang sangat berharga. Dia bisa mengenal budaya dalam sejumlah interaksi dengan warga lokal. Sebagian besar perjalanannya juga mendapat bantuan dari penduduk setempat.
Salah satunya saat dia berada di Danau Song-Köl, Kirgistan, yang dikelilingi pegunungan salju di Asia Tengah. Dia bisa bermalam dan terhindar dari bahaya suhu dingin dengan menginap di salah satu yurt—rumah tenda yang dibangun masyarakat lokal saat hidup nomaden. Di sana, dia memasak air dengan bahan bakar kotoran sapi guna menyeduh teh.
Bagi backpacker seperti Andi, tak ada masalah melakukan perjalanan seorang diri. Dari pengalamannya, akan selalu ada teman seperjalanan di tengah jalan atau di lokasi tujuan. Kuncinya berbaur dengan masyarakat setempat. “Sepanjang perjalanan aman saja,” tutur Andi.
FELIN LORENSA (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo