Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Penisilin+Antihistamin, Salah

Simposium antibiotika bertema: 'penggunaan anti-biotika secara masuk akal, tepat & aman' diadakan bag. farmakologi UI disponsori kalbe farma di hotel hilton. kertas kerja dr Suharti Suherman menarik. (ksh)

11 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAKIT infeksi merupakan penyakit yang terbanyak menyerang di sini. Menurut survei yang dilakukan Departemen Kesehatan penyakit tersebut meliputi dua-pertiga dari seluruh jenis penyakit yang dikenal. Karena itu penggunaan obat antibiotika menduduki tempat teratas dari seluruh jenis obat. Tetapi memilih antibiotika yang alam sejarah pengobatan memang telah menunjukkan prestasi yang besar dalam mengalahkan berbagai penyakit infeksi - buat para dokter ternyata bukanlah pilihan yang gampang, karena efek-samping yang telah ditunjukkannya. Mereka sebenarnya haruslah secara saksama menggunakan obat tersebut. Didorong oleh kenyataan tersebut Bagian Farmakologi UI, Jakarta, disponsori Kalbe Farma tanggal 30 Nopember dan 1 Desember telah mengadakan Simposium Antibiotika dengan tema: Penggunaan anti-biotika secara masuk-akal, tepat & aman. Simposium yang dilangsungkan di salah sebuah ruangan Hotel Hilton yang mewah itu mendapat sambutan yang melimpah dari para dokter dan ahli farmasi terutama, juga pengusaha yang tak mau ketinggalan. Seluruhnya berjumlah lebih kurang 500. Dari Jakarta saja peserta yang harus menebus kursi peserta sebesar Rp 4000 berikut minum kecil dan makan siang, lebih dari 300 orang. Tampaknya dr Suharti Suherman yang membawakan kertas hasil kerja kolektif dia sendiri dengan dr Iwan Darmansjah, dr SL Purwanto, dr VHS Gan dan dr B Suharto yang memaparkan laporan tentang efek-samping obat, merupakan pembicara yang menarik. "Dengan 7000 lebih macam obat obatan sekarang ini maka akan lebih banyak lagi terjadi efek-samping obat", katanya. Dia juga menguraikan tentang pengaruh ras, makanan dan berat badan terhadap efek-samping obat. Dan apa yang berlaku untuk orang luar negeri, katanya, belum tentu tepat untuk orang Indonesia. Untuk mengamati bagaimana besarnya efek-samping obat, di Jakarta sudah ada lembaga pencatat-efek samping, hasil kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan dengan Bagian Farmakologi FKUI dan mendapat bantuan WH0 Laporan tentang efek-samping obat itu datang dari dokter yang melakukannya secara sukarela. Sejak usaha pencatatan itu dimulai bulan April 1975 sampai September 1976 terkumpul 676 laporan. "Ternyata dari laporan tersebut efek-samping akbat pemakaian antibiotika mempunyai angka persentase paling tinggi. Keadaan ini sesuai dengan hasil survei lentang penulisan resep di Jakarta, yang menunjukkan bahwa antibiotika merupakan golongan obat yang paling sering ditulis dokter", katanya. Menurut penelitian tadi dari 4.815 resep yang masuk ternyata 2.224. adalah obat antibiotika, atau sekitar 46%. Menurut Suharti dari 225 resep antibiotika 37,3% mengakibatkan efek-samping, sedangkan dari 105 resep obat analgesik 15,8% ber-efek-samping. Streptomisin dan penisilin paling banyak membawa efek-samping terhadap kulit. Dia juga mengungkapkan tentang adanya laporan mengenai dicampurnya penisilin dengan obat antihistamin untuk mencegah efek-samping penisilin. "ini sebaiknya dihentikan, karena dia hanya akan mengaburkan kegunaan obat-obat antihistamin ", katanya. Efek samping antibiotika yang terberat adalah anaphylactic shock (goncangan yang bisa mengakibatkan semaput dan pingsan), leukopenia (berkurangnya sel darah putih) dan anemia a plastik (terhentinya produksi sel darah baru). Namun Suharti agak menunjukkan sedikit keheranannya mengapa laporan tentang efek jelek klorampenikol tidak banyak di sini, padahal di Amerika Serikat obat ini dianggap penyebab terpenting dari anemia plastik. Hasil-hasil penelitian yang menggunakan tehnik maju diperdengarkan, tetapi tehnik pengamatan yang primitif seperti di puskesmas yang terpencil tak kalah menarik perhatian dalam simposium itu. "Penggunaan antibiotika di puskesmas lebih banyak bersifat menduga-duga saja". urai dr Yahya Wardoyo SKM dari Puskesmas Klampok. Jawa Tengah. Ketika orang bertanya kepadanya apakah obat-obatan yang kadaluwarsa banyak ditemukannya, dengan cerdasnya dokter muda ini menjawab: "Saya jadi heran dengan pertanyaan ini, sebab sebagian besar dari obat-obat yang ada di puskesmas adalah obat yang expired (daluwarsa)". Peserta-peserta yang sudah ngantuk menghadapi slide penuh angka-angka dari pembicara lain jadi tersentak dengan jawabannya itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus