Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Penyebab Cedera Kulit Akibat Plester

Cedera kulit kerap terjadi akibat penggunaan plester yang kurang tepat sehingga berdampak signifikan pada keselamatan dan kenyamanan pasien.

1 September 2023 | 09.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
ilustrasi luka (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - MARSI atau Medical Adhesive-Related Skin Injury terjadi akibat penggunaan perekat medis atau plester yang kurang tepat sehingga berdampak signifikan pada keselamatan dan kenyamanan pasien, seperti kerusakan permukaan kulit yang menimbulkan rasa nyeri, infeksi, perluasan luka, dan lambatnya penyembuhan luka. Dr Heri Setyanto, Sp.B dari Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) mengatakan cedera kulit akibat perekat medis (MARSI) kerap dialami anak, pasien unit perawatan intensif (ICU) dan yang telah menjalani pembedahan, serta lansia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menuturkan pada praktiknya sering ditemui kondisi kulit pasien seperti lecet, melepuh, atau terkelupas ketika plester dilepas. Menurut observasi yang telah dilakukan PABI, sebanyak 32 dari 36 pasien (88,88 persen) yang mengalami MARSI merasakan nyeri atau sakit mengganggu dan enam di antaranya juga mengalami komplikasi infeksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terkait kelompok yang rentan terkena MARSI, Tartila dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menyatakan cedera kulit akibat perekat medis (MARSI) kerap dialami anak karena kulit cenderung masih rentan dan sensitif. Dia merujuk survei singkat Pediatric ICU (PICU) rumah sakit di Indonesia yang menemukan MARSI sebesar 12 persen dari total 77 pasien. Penelitian juga menunjukkan prevalensi MARSI di Pediatric ICU sebesar 23,5-54 persen akibat penggunaan plester untuk fiksasi selang napas.

"Untuk itu, kami menekankan pentingnya perhatian yang cermat oleh tenaga kesehatan pada anak-anak dengan faktor risiko yang teridentifikasi seperti usia, durasi rawat inap yang lama, edema, infeksi, atau pembedahan," ujar Tartila.

Jaringan kulit rapuh
Sementara itu, Dr dr Kuntjoro Harimurti, Sp.PD-KGer dari Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) mengakui pada dasarnya hampir seluruh kelompok populasi memiliki risiko terkena MARSI. Namun, lansia berisiko lebih tinggi karena kondisi kulit menurun seiring penuaan ditambah umumnya punya banyak penyakit, menggunakan obat-obatan, dengan status gizi yang kurang. Menurut Kuntjoro, bagi pasien lansia MARSI menimbulkan ketidaknyamanan karena rasa nyeri, lamanya waktu penyembuhan luka yang bisa membuat stres, bekas luka, hingga infeksi.

"Jaringan kulit lansia yang cenderung rapuh karena kehilangan kelembaban dan kekenyalan menjadi faktor risiko tersendiri yang menyebabkan semakin tingginya risiko MARSI," paparnya.

Kuntjoro menambahkan sebuah studi prevalensi yang dilakukan selama 28 hari menunjukkan pasien berusia 65-74 tahun dalam perawatan penyakit akut rata-rata mengalami cedera kulit akibat perekat sebesar 21,1 persen. Penelitian lain dilakukan di Australia Barat dan menunjukkan angka prevalensi MARSI mencapai 41 persen dari total 347 pasien. Kemudian ada juga studi yang memperlihatkan setiap 100 pasien lansia yang menerima perekat medis atau plester dalam proses perawatan, 55 orang butuh perawatan tambahan akibat MARSI.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus