Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Perjuangan Lain Dari Bung Adam

Kejadian kronologis tentang penyakit yang diderita Adam Malik. Usaha pengobatannya sampai ia meninggal. (ksh)

15 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RABU pagi 5 September 1984. Di rumah dalam kompleks Setrasari, barat laut Bandung, yang dikontrak Rp 8 juta setahun, Ny. Nelly Adam Malik dan kedua putranya, Budisita dan Ilham, sudah mandi dan berdandan. Putra kedua, Imron, sejak pagi telah keluar untuk suatu urusan. Acara pertama Nelly, seperti biasa, memandikan Adam Malik. "Waktu Bapak mau saya lap, ia bangun. Seperti stip (kejang) begitu," kata Nelly. Nelly segera memanggil Budi, yang cepat membawa oksigen dan memberikannya kepada Adam Malik. Dokter segera ditelepon. "Kami terus mendengarkan detak jantungnya," kata Nelly. Ke telinga suaminya ia beberapa kali membisikkan Allahuakbar. "Baru setelah dokter datang, kami mengetahui bahwa Bapak sudah tiada," ujar Nelly. Menurut keterangan dokter, Adam Malik meninggal pukul 08.05. Adam Malik, yang biasa dipanggil Si Bung oleh keluarganya, meninggal dengan tenang. Tapi kematiannya menimbulkan perdebatan, di kalangan medis. Apa yang menyebabkan kematian Adam Malik? Benarkah cara pengobatan dr. Gunawan Simon yang, menurut dia sendiri, inkonvensional? Gunawan Simon sendiri tetap bertahan. "Yang menyebabkan kematian Pak Adam jelas bukan kankernya, karena itu sudah sembuh. Saya tidak gagal mengobati Pak Adam," katanya kepada TEMPO pekan lalu. Lalu apa yang menyebabkan kematian Adam Malik? "Ya sebab lain. Ini 'kan takdir. Saya merasa telah semaksimal mungkin mengobati. Tapi keinginan Tuhan memang begitu," jawab Gunawan. Menghadapi serangan gencar terhadap cara pengobatannya, Gunawan Simon, 41, selalu mengelak dengan alasan yang sama. "Anda dapat mewawancarai pihak keluarga. Semua menyokong saya. Justru pihak penanggap yang berpikir negatif. Tapi saya siap dan tak peduli," kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran tahun 1972 ini pada TEMPO. Keluarga Adam Malik sendiri tampaknya tidak menyalahkan atau mempertanyakan cara pengobatan Gunawan Simon. "Karena kedokteran konvensional sudah angkat tangan, maka Pak Adam memilih metode Dokter Gunawan Simon," kata T.K. Adhyatman, salah seorang asisten Almarhum Adam Malik. Dalam penjelasannya kepada TEMPO Juli lalu, Adam Malik sendiri tampaknya sangat optimistis bahwa Gunawan Simon akan bisa menyembuhkannya. Setelah satu setengah bulan, sejak akhir Mei, dirawat Gunawan Adam Malik mengaku "banyak sekali Derubahan" dan "hasilnya luar biasa". Ia bahkan mengutip "janji" dokter tersebut, "Kalau Pak Adam sudah saya obati empat bulan, dan umur Pak Adam nanti di bawah 100 tahun, itu saya salah." Gunawan Simon memang baru mengobati Adam Malik selama sekitar tiga bulan. Benarkah selama itu kanker hati Adam Malik bisa sembuh? Bagaimana kondisi kesehatan Adam Malik sendiri sejak dulu? Pekan lalu TEMPO mewawancarai dr. Joseph Herman, 90, seorang internis haematologis yang selama 40 tahun terakhir menjadi dokter pribadi Adam Malik dan keluarganya. Catatannya tentang kesehatan Adam Malik, yang dilengkapi dan dicocokkan dengan catatan Adhyatman, dan keterangan Ny. Nelly, dipadu dengan keterangan Gunawan Simon, setelah la menangani pengobatan Adam Malik. 1930. Adam Malik pernah menderita TBC tapi dapat disembuhkan. 1965. Si Bung menderita penyakit kencing manis yang ringan. "Hanya dengan diet penyakit itu dapat disembuhkan," tutur dr. Herman. 1976. Kali ini Bung Adam terserang viral hepatitis (infeksi hati) hingga dirawat dua pekan di RS Sumber Waras "Waktu itu belum dapat dideteksi, termasuk golongar hepatitis A, B, atau non-A, B," kata Herman. 18 November 1983. Adarr Malik melakukan check up di Heart Institute Japan, Tokyo Woman Medical College. Dari laporan pemeriksaan didapati, jantungnya pucat kekurangan darah (zschaemzc hearl disease) yang ringan, tanpa kelainan jantung. Hasil pemeriksaan lainnya baik. 23 Februari 1984. Menuru catatan Adhyatman, Si Bung terserang rasa nyeri pada bagian perut kanan atas selama sekitar tiga jam. 9 April 1984. Setelah makan seafood (terutama kerang dan kepiting) ditraktir T.D. Pardede di Medan, dan mengobrol hingga pukul 24.00 mulai pukul 01.00 Adam Malik merasa sakit perut hingga tak bisa tidur. Pagi harinya Adhyatman memanggil dokter yang menyarankan agar Bung Adam dibawa untuk diperiksa di klinik spesialis. Si Bung menolak karena pagi itu harus memberikan ceramah di USU. Usai ceramah, Si Bung diperiksa. Hasil pengecekan dengan ultrasonografi (USG) menylmpulkan adanya kelainan pada kantung empedu. Setelah dikonsultasi dokter di Medan, dr. Joseph Herman minta agar Si Bung segera kembali ke Jakarta. Tapi ia menolak dan meneruskan rencananya mengunjungi kampung halaman Pematangsiantar, dua harl, walau rasa nyeri menyerangnya, kali ini perut sebelah atas kiri. 14 April. Atas anjuran Herman, Adam Malik diperiksa oleh ahli liver dr. Pang. Hasil pemeriksaan memutuskan agar Si Bung diperiksa oleh ahli yang top. Nama Prof. Dr. Sheila Sherlock pun dinominasikan. Adhyatman menghubungi kedubes Inggris meminta bantuan untuk menghubungi dokter yang tinggal di London tersebut. 25 April. Didapat informasi bahwa Sheila Sherlock berada di Kuala Lumpur hingga 26 April. Lewat telepon ia dihubungi. Perjanjian dibuat untuk pemeriksaan di London pada 21 Mei, karena Sherlock akan berkunjung dulu ke Australia. Sementara itu, Adam Malik sebagai anggota merencanakan ikut sidang Independent Commisslon International on Humanitarian Issues di Tunisia 5-6 Mei. Keberangkatan dijadwalkan 3 Mei. 29 April. Si Bung mendapat serangan sakit perut hebat menjelang tengah hari. Letaknya sebelah kiri atas. Ia segera dilarikan ke RS Sumber Waras. 30 April. Adam Malik melakukan pemeriksaan USG dan CT (Computed Tomography) Scan di RS Pertamina. "Didapati besi pada hatinya, dengan diameter sekitar 5 cm," kata Herman. Rencana keberangkatan ke Tunisia dibatalkan. 19 Mei. Beserta keluarga dan dokter pribadi, Si Bung berangkat ke London. 21 Mei. Pukul 11 diterima dr. Dirk van Leeuwen, asisten Prof. Sherlock. Diadakan pemeriksaan lengkap, termasuk USG dan CT Scan. Menurut Adhyatman, dokter ini mengatakan, "Hasilnya tidak begitu bagus," dan meminta Adam Malik berkonsultasi dengan Sherlock sore harinya. Setelah memeriksa, Sherlock menganjurkan untuk mengadakan biopsi (pengambilan sebagian Jaringan tumor untuk diperiksa). Menurut Ny. Nelly, semula Adam Malik menolak dibiopsi karena beberapa temannya, seperti Sjahrir dan Chaerul Saleh, yang dlbiopsi kemudian meninggal. "Saya dlsuruh pulang. Katanya, 'tinggalkan saya di kamar operasi. Saya mau berdoa kepada Tuhan saya'," tutur Nelly mengenang. Adam Malik kemudian berdoa. "Ya Allah, kalau saya mati di sini, saya sudah rela. Tapi berilah saya petunjuk, apakah saya mati di sini atau tidak." Menurut cerita Si Bung, "Dalam kegelapan itu saya melihat cahaya". Ia mengartikannya sebagai tanda kesembuhan. Ia setuju dibiopsi. 22 Mei. Biopsi dilakukan, kemudian Adam Malik merasa sakit sekali. Menurut dr. Herman, hasil pemeriksaan menemukan pembengkakan hati, sedankan limpa tak teraba. Pada pemeriksaan laboratorium, billirubin (pigmen yang memberi warna kuning pada jaringan yang meningkat jumlahnya bila terjadi gangguan pada hati) dalam darah tercatat tinggi, mencapai 24 mg/dl, sedangkan normalnya tidak lebih dari 1. Hasil lain: tes hevatitis Australia positif. E antigen negatif, HB' positif, Anti HBE positif dan hasil pemeriksaan HB (13,9), darah putih 8.300, dan trombosit 145 ribu. Dari pemeriksaan scanning, diketahui adanya lesi yang membesar, diameternya sekitar 10 cm. Pada pemeriksaan USG ditemukan adanya kelainan pada cuping kiri atas hati. Pemeriksaan lanjutan dengan Mesenteris Angiografis dapat didiagnosa adanya tumor high vascular (pembuluh-pembuluh darah hati sudah & lapisi sel tumor). "Dan sudah terjadi perjalaran dari lobus kiri ke lobus kanan, kata Herman seraya menunjukkan fotonya. Pemeriksaan biopsi, dengan mengambil empat sedian jaringan hati dari lobus kiri, menetapkan adanya primary hepato cellular carcinoma (kanker hati primer). Hasil konsultasi dengan Prf K F Hobbs ahli bedah tumor dari Universitas London, menyimpulkan, tumor sudah tak dapat diambil lagi, walau dengan lubectomy (pemotongan satu lobus). 25 Mei 1984. Menurut Adhyatman, Prof. Sherlock menganggap, terapi dengan opberasi ataupun radiasi tak feasible. Ia memerikan pengobatan dengan Mitoxantrone sebanyak 19 mg, secara intravena. "Dosis itu lebih kecil dari lazimnya," kata dr. Herman. Pengobatan ini seharusnya dilakukan lagi 15 Juni dan 6 Juli, untuk kemudian chec up pada 23 Juli. Kata Ny. Nelly, Prof. Sherlock waktu itu meramalkan, Si Bung hanya bisa hidup 4 sampai 10 bulan lagi. "Saya menangis waktu itu. Masa umur manusia ditentukan oleh manusia. Kita 'kan punya Tuhan, maka semuanya kita serahkan pada-Nya," katanya. Si Bung sendiri, menurut dia, kelihatan tak begitu menghiraukan penyakitnya. "Ia malah shopping dengan Salmaini, cucu kesayangannya, meskipun jalannya sudah tidak benar lagi," tambahnya. 26 Mei. Kembali dari London. 27 Mei. Budisita, Ilham, dan Rocki (menantu Adam Malik) pergi ke Bandung untuk mengecek Gunawan Simon. "Saya mendengar tentang dia dari teman saya yang juga menderita kanker. Setelah ditangani dr. Gunawan Simon, ia masih hidup lebih dari setengah tahun, walau menurut dokter Singapura yang memeriksanya usianya tinggal seminggu," kata Budi. Mereka pura-pura menjadi pasien dan mewawancarai beberapa pasien lain. "Dari observasi itu kami percaya. Kemudian kami beritahukan kepada Bapak dan beliau setuju," ujarnya. 30 Mei. Seluruh keluarga Adam Malik berkumpul. Pukul 23.00 dr. Joseph Herman dipanggil: Si Bung memutuskan untuk berobat kepada dr. Gunawan Simon. 31 Mei. Adam Malik dan keluarga berangkat ke Bandung. Ia diperiksa Gunawan dengan cara wawancara selama empat jam. "Dari wawancara itu saya dapatkan kebiasaan seks, makan, tidur, dan peri laku lainnya," kata Gunawan. Ia punya teori timbulnya kanker karena tiga penyebab utama: Deri laku seks, ketidakteraturan makan, dan kurang tidur. Faktor penunjang banyak, antara lain rokok, stress, vetsin, zat-zat karsinogen lain, dan radiasi. Karena itu, metode perawatannya adalah dengan menyeimbangkan kembali tata cara hidup pasien. "Saya ingin memperkuat tubuh hingga mampu menyembuhkan penyakit yang ada," katanya. "Untuk semua penyakit, tubuh telah memiliki antibodinya. Jadi, tak ada penyakit yang tak dapat diobati," kata Gunawan. Hari itu untuk pertama kalinya Gunawan menyuntik Si Bung. Menurut Adhyatman, pengobatan itu menyebabkan Si Bung merasa rasa terbakar di lambungnya menghilang. Suntikan berikutnya ditentukan tiap-tiga hari "Obat yang saya berikan berfungsi ganda. Ia menghentikan dan mengisolir sel kanker sambil membina sel sehat," kata Gunawan. Dari apa obat itu dibuat? "Itu rahasia saya," sahut Gunawan, yang tarif pengobatannya kabarnya Rp 50.000-Rp 300.000 untuk setiap tiga hari. 3 Juni. Untuk kedua kalinya Si Bung berobat ke Gunawan. Selang beberapa hari kemudian ia merasa lebih baik. "Sakit di tempurung saya kalau untuk berjalan hilang," katanya seperti ditirukan Imam Walujo, salah satu asistennya. Rasa anglo (bara api) di perutnya juga hilang. Benjolan-benjolan di perut juga hilang, dan rambut hilang rontoknya. Tapi ada juga keluhan: lidah Si Bung tak bisa mencicipi rasa. Sementara itu, Adhyatman menulis surat pada Sherlock tentang keputusan Adam Malik mengambil pengobatan Gunawan Simon. "Dokter Van Leeuwens membalas dan menyatakan penghargaannya atas keputusan Adam Malik," cerita Adhyatman. 19 Juni. Adam Malik ditemukan dengan Pater Lambertus Somar, di vila Adhyatman di Tugu, Bogor. Konon, pater dari Kepulauan Kai, Maluku, ini memiliki "sinar gaib". Dengan rabaan tangan, pater ini menentukan Si Bung menderita rusak liver. Dari jarak setengah meter ia kemudian melunjurkan kedua tangannya, "mengirim sinar gaib". Menurut Adhyatman, pater itu mengatakan, Adam Malik akan sembuh dalam satu minggu. "Tapi ia menambahkan, semua tergantung Allah." 12 Juli. Keadaan Adam Malik memburuk. "Artinya, mudah lelah," kata Adhyatman. 19 Juli. Karena tingkat HB-nya rendah, ia diberi suntikan Anti-Coagulant Citrat Phosphate Dextrose. Mengenai ini, dr. Joseph Herman, yang tidak setuju cara pengobatan dr. Gunawan Simon, menjelaskan. "Dari hari ke hari, kesehatan Pak Adam memburuk. Ini dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang kian lemah, dan juga dari hasil pemeriksaan lab rutin," katanya. Berat Adam Malik turun dari 63 kg menjadi 55 kg. Hasil pemeriksaan lab pada 7 Juni, 7 Juli dan 18 Juli menunjukkan HB yang terus menurun dari 11, 9, menjadi 9,3, dan turun lagi menjadi 5,4 pada 18 Juli. Penurunan drastis itu menyebabkan ia kambuh hingga ia diinfus peg cell (darah merah). HB Si Bung meningkat kembali. "Keadaan ini yang ditonjol-tonjolkan oleh Simon sebagai petunjuk keadaan Pak Adam telah membaik," kata Herman. Padahal, menurut dia, sebaliknya keadaan makin buruk. "Ibarat balon rusak yang kempis kemudian dipompa, membaik sebentar, kemudian sakit lagi," Herman mengumpamakan. Hasil lab lain menunjukkan Iymposit kian menurun, SGOT dan SGPT kian menanjak melebihi batas normal. 22 Juli. Berkat suntikan CPDA, keadaan Si Bung membaik hingga bisa merayakan ulang tahunnya yang ke-67 di Jakarta. Ia tiba dari Bandung sehari sebelumnya. Adam Malik sempat berpidato 20 menit. 23 Juli. Keadaan Adam Malik baik sekali. Beberapa kali ia naik turun dari tingkat atas, dan sempat menemui Menlu Mochtar Kusumaatmadja. 24 Juli. Sempat menerima dubes Iran. Rencana pertemuan dengan Yasser Arafat ketua PLO, dibatalkan karena Arafat sibuk. 20 Agustus. Adam Malik berangkat ke Tokyo untuk membuktikan pengobatan dr. Gunawan Simon dan bahwa dia sudah sembuh. Menurut Ny. Nelly, Gunawan Simon tak keberatan atas kepergian ini. Namun, pada TEMPO, Gunawan mengaku "Saya sebetulnya tak setuju dengan keberangkatan ke Jepang." Dalam perjalanan ke Tokyo, rombongan harus pindah pesawat di Hong Kong. Di sini Adam Malik terkena hembusan angin dingin dan kehujanan. Tatkala ditawari kursi roda (roll chair), Adam Malik menolak dan malah minta "Rollingstone" saja. 22 Agustus. Yang menangani Si Bung adalah Prof. Hiroshi Hasegawa dari National Cancer Centre. Hasil pemeriksaan dengan USG menunjukkan, kanker livernya kian menyebar. "Daerah lobus kiri dan sedikit bagian kanan telah kena. Kami sempat berpikir bahwa keadaan ini sama seperti hasil London, dan karenanya mengira dr. Gunawan Simon berhasil menyetop kanker," kata Adhyatman. Pemeriksaan dengan CT Scan dibatalkan karena dr. Timoteus, yang datang bersama kakaknya, dr. Gunawan Simon, keberatan. Alasannya, zat urografin yang disuntikkan waktu CT Scan bisa membahayakan Si Bung. Hal ini mengherankan pihak Jepang. Menurut sebuah sumber di Tokyo yang diwawancarai koresponden TEMPO Seiichi Okawa, mereka bahkan sampai bertanya, "Untuk apa jauh-jauh datang ke Jepang, bila tak mau pemeriksaan yang teliti?" Sedang dalam suatu wawancara Hasegawa mengakui mengatakan pada dr. J. Herman bahwa Bung Adam hanya bisa bertahan tiga minggu sampai tiga bulan. Si Bung dan dr. Gunawan Simon tak diberitahu tentang ini. "Walau waktu itu Adam Malik masuk rumah sakit di Tokyo, mungkin kami hanya bisa memperpanjang nyawanya beberapa lama saja," kata Hasegawa. 26 Agustus. Rombongan kembali ke Jakarta, setelah mamplr di Hon Kong selama dua hari. Adam Malik mulai sulit makan dan mudah lelah. 29 Agustus. Pagi hari Adam Malik ke Bandung dan pulang sore harinya. "Kelihatannya ia sehat, padahal dia lemas," kata Ny. Nelly. Malam itu cucu Si Bung yang ke-14, anak pertama putri tunggalnya, Antarini Malik, kembali dari rumah sakit setelah bersalin. Adam Malik memberi nama cucunya itu Siti Adwiyah, yang diambilnya dari nama seorang wanita Arab yang berani dan gagah. 30 Agustus. Atas prakarsa Adhyatman, Adam Malik diperiksa seorang ahli liver lain, dr. Sjaefullah Nur. 31 Agustus. Wapres Umar Wirahadikusumah datang menengok. Setelah Wapres pulang, Adam Malik sempat tertidur di sofa. Sore harinya berangkat ke Bandung. Karena Si Bung sulit makan dan cepat lelah, Sjaefullah Nur menganjurkan diinfus. Adam setuju. Infus direncanakan akan diberikan di Bandung. 4 September. Di luar kebiasaan, Adam Malik memanggil Budisita, putra ketiganya, dan menaih janjinya untuk memandikan sang bapak. Budisita, yang merasa tak pernah berjanji, toh memandikan Si Bung dengan air hangat. Waktu mau dimandikan, san ayah bertanya, "Bacaannya apa Budi?" "Subhanallah qabihamdih," ucapnya sendiri. Setiap guyuran air Budi kemudian selalu diikuti bapaknya dengan ucapan itu. Selasa malam itu Adam Malik memanggil Budisita dan Ilham. "Saya mau teken-teken," katanya bersikeras. Di kertas notes, ia kemudian menulis Subhana-llah, yang lalu ditandatanganinya. Buat Ilham, ia menulis Bismillah. Malam itu seluruh keluarga gelisah. Sudah beberapa hari Adam Malik tidak makan dan cuma minum. Menurut dr. Timoteus yang dikonsultasi, Adam Malik diduga sakit kuning karena matanya kelihatan kuning. Ia disuntik protein 100 cc. Menurut Ny Nelly, pukul 24.00 rencana menginfus Adam Malik diurungkan dr. Timoteus karena "warna kuningnya sudah hilang". Lalu tibalah hari itu, 5 September 1984. Berita terakhir: Senin pekan ini ketua umum IDI Pusat, Prof. Dr. Mahar Mardjono mengungkapkan, IDI Pusat telah memerintahkan IDI Jabar untuk memanggil dr. Gunawan Simon. Maksud panggilan itu: "Meminta agar dr. Simon memberikan keterangan berupa ceramah ilmiah tentang penemuannya." Juga memberitahukan kepadanya bahwa tindakannya ada yang melanggar kode etik kedokteran. "Misalnya mempropagandakan pengobatannya yang belum terbukti kebenarannya. Juga belum dibuktikan secara ilmiah dengan patokan kaidah kedokteran, dan telah menyiarkannya dalam media terbuka," kata Mahar. Diakui Mahar, tidak mudah memberikan keterangan ilmiah atas pengobatan Simon. "Tetapi akan cukup jika dr. Simon dapat memberikan angka-angka kesembuhan pasiennya," katanya. Diakuinya, dari segi hukum tindakan Simon tidak merupakan pelanggaran. Simon tampaknya siap. Jika dipanggil, katanya, "Saya tak akan datang." Menurut dia, kalau obatnya berbahaya, toh sudah 12 tahun berlalu tanpa tuntutan "Saya juga sering menggunakannya sendlri secara rutin. Juga istri saya, untuk menjaga kesehatan," katanya. Karena merasa tak mengerti lika-liku hukum dan karena kesibukannya, Simon pekan lalu telah menunjuk seorang temannya, Bob. P. Nainggolan, S.H., sebagai penasihat hukumnya. "Ancaman" terhadap Gunawan Simon bukan cuma datang dari IDI. Senin pekan ini Menteri Kesehatan Soewardjono Soerjaningrat mengungkapkan rencananya menertibkan praktek "terkun" (dokter-dukun). "Kalau mau menjadi dukun, jangan berpraktek dokter," ujarnya. Mengenai kasus pengobatan Adam Malik Soewardjono menanggapi, "Saya tidak menyalahkan Pak Adam, Bu Adam, atau keluarganya yang berupaya secara maksimal. Saya menyesalkan orang yang menawarkan cara-cara pengobatan yang demikian kepada keluarga Pak Adam."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus