Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian Kesehatan pada 2018, didapatkan kenaikan prevalensi atau jumlah kasus hipertensi mencapai 7,3 persen pada kelompok usia 18-39 tahun. Sementara untuk jumlah prevalensi prahipertensi di kelompok tersebut tercatat lebih tinggi lagi, mencapai 23,4 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di era modern, generasi milenial lebih rentan terkena hipertensi karena semakin berkembangnya gaya hidup yang tidak sehat. Rutin memeriksa tekanan darah bisa membantu generasi milenial mencegah hipertensi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kita harus menumbuhkan kesadaran diri untuk melakukan cek kesehatan, melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin, dan mencegah serta mengendalikan hipertensi dengan memodifikasi gaya hidup, seperti rajin berolahraga, juga membatasi asupan garam,” kata dokter Badai Bhatara, spesialis jantung dan pembuluh darah dari Universitas Padjadjaran.
Ia menyebutkan hipertensi atau tekanan darah tinggi memiliki risiko meningkatkan penyakit komplikasi seperti jantung koroner, stroke, dan gagal jantung. Karena itu, pemantauan tekanan darah dari muda perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya tekanan darah tinggi.
Dukungan untuk generasi muda menjalankan pemantauan tekanan darah dengan rutin juga datang dari Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia (YJI), Esti Nurjadin, yang menegaskan hipertensi tidak hanya menyerang kalangan lansia tapi juga anak muda.
“Paling utama selain menghindari pola hidup tidak sehat adalah kita harus melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin sehingga bisa mencegah atau setidaknya mengendalikan hipertensi,” kata Esti.
YJI mengemukakan naiknya angka potensi generasi muda terkena hipertensi karena berkembangnya pola hidup yang tidak sehat, stres, hingga kurangnya aktivitas fisik yang sehari-hari. Hipertensi perlu diawasi karena dapat memicu penyakit komplikasi lain, seperti penyakit jantung koroner, stroke, hingga gagal ginjal.
Hipertensi menjadi salah satu komorbid yang paling banyak ditemukan di masa pandemi COVID-19. Satgas COVID-19 mencatat hingga awal Juni 2021 ada 50 persen pasien COVID-19 menderita hipertensi, diikuti 36,6 persen memiliki komorbid diabetes melitus, dan 17,4 penyakit jantung.