Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ramadan sudah datang. Berpuasa sebulan ini kerap di luar jangkauan pengidap penyakit kronis. Kondisi tubuh yang fluktuatif jadi hambatan. Tapi, dengan berbagai jurus, mereka sebenarnya bisa tetap nyaman berpuasa.
Berikut ini berbagai tips dari sejumlah dokter yang dihubungi Tempo.
Maag Rawat Lambung Anda
Ada dua jenis maag yang perlu kita kenali. Pertama, maag organik yang ditandai dengan kelainan saluran cerna, bisa berupa tukak (luka), polip (benjolan), atau tumor di lambung dan usus dua belas jari.
Jangan berpuasa jika kondisi maag organik Anda parah. Jika belum parah, puasa boleh jalan terus asal tetap didampingi konsumsi obat penekan asam lambung yang bekerja 12-24 jam.
Jenis kedua adalah maag fungsional, yang ditandai radang saluran pencernaan. Penyebab utamanya kebiasaan makan tidak teratur. Cokelat, keju, dan goreng-gorengan patut jadi perhatian karena camilan ini tertahan dalam sistem pencernaan relatif lama dan akhirnya memacu produksi gas lambung. Minuman bersoda, kopi, rokok, dan stres juga layak dikendalikan lantaran bisa pula menggenjot kadar asam lambung.
Secara umum, puasa menguntungkan pengidap maag. ”Irama makan jadi teratur. Ngemil dan merokok juga berkurang,” kata Ari Fahrial Syam dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM).
Ari Fahrial menjelaskan, pengidap maag perlu merawat lambung dengan memperhatikan menu buka dan sahur. Terlalu banyak lemak, asam, pedas, dan pekat santan bukan pilihan bijak. Jauhi pula sayuran yang banyak mengandung gas seperti kol, sawi, dan nangka.
Diabetes Jaga Kadar Gula
Pengidap diabetes silakan berpuasa. Tapi ini berlaku bagi mereka yang kadar gula darahnya terkendali di bawah 110 miligram/desiliter. Mereka dengan kadar gula darah bergejolak seperti kuda liar sebaiknya tidak berpuasa.
Ada catatan khusus bagi pengguna terapi insulin. Jika suntikan insulin sehari sekali, yang bersangkutan masih oke berpuasa. Tapi, jika insulin digunakan dua kali atau lebih dalam sehari, sebaiknya Anda tidak ngotot berpuasa. ”Kadar glukosa darah bisa berfluktuasi hebat,” kata dr Reno Gustaviani dari Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Lonjakan kadar gula berisiko memicu komplikasi seperti jantung koroner, stroke, serta gangguan ginjal dan mata.
Sejumlah jurus perlu digelar agar puasa lancar. Jangan tunda berbuka begitu azan magrib berkumandang. Makan sahur pun sebisa mungkin mepet waktu imsyak. Jangan absen sahur karena lambung yang kosong terlalu lama akan memicu penurunan kadar gula darah.
Jenis makanan apa pun boleh disantap diabetesi asal tidak terlalu manis, berminyak, dan berlemak. Karbohidrat kompleks seperti havermut dan kacang-kacangan dianjurkan karena memberikan efek kenyang relatif lama.
Tak kalah penting, jangan abaikan suara tubuh. Jika badan lemas, dan setelah dicek glukosa darah kurang dari 63 miligram/desiliter, segeralah berbuka. ”Daripada tak sadar diri,” kata Reno.
Hipertensi Awas Dosis Obat
Hipertensi bukan halangan untuk berpuasa. Cuma, hati-hati ketika menggunakan obat antihipertensi. Saat berpuasa, volume cairan tubuh, termasuk darah, bakal menurun dan memunculkan efek obat yang lebih kuat dibanding biasanya. Tekanan darah bisa terbanting drastis hingga berakibat hipotensi atau tekanan darah terlalu rendah (kurang dari 90/60 mmHg).
Karena itu, ”Dosis obat perlu disesuaikan, jangan berlebih,” kata dr Suhardjono, konsultan ginjal dan hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Jika dosis berlebih, bisa timbul hipotensi yang ditandai pusing atau goyang saat bangkit dari duduk.
Apabila hipotensi terjadi, lakukan tindak pertolongan pertama. ”Tidur. Angkat kaki ke atas agar darah mengalir ke otak,” tutur Suhardjono. Puasa harus dibatalkan jika langkah itu tak membawa hasil. Minumlah segera.
Tips berikutnya, jangan obral garam untuk menu buka dan sahur, karena garam bisa membuat volume dan tekanan darah meningkat. Penting juga untuk diingat, ”Santap makanan perlahan. Jangan langsung sikat habis begitu azan berkumandang,” kata Suhardjono.
Jika langsung ”balas dendam”, darah cenderung terkumpul di usus untuk mengambil makanan. Akibatnya, pasokan darah ke otak berkurang. Bagi penyandang hipertensi, ini soal yang berbahaya.
Dwi Wiyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo