Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Sebelum peta terbentang di depan...

Pekerjaan membuat peta penuh resiko. diperlukan kejujuran sebagai syarat mutlak. bisnis membuat peta ternyata cukup menyenangkan karena makin banyak orang yang memerlukannya.(sd)

1 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JARANG yang tahu apa yang dilakukan oleh seorang pembuat peta. Jerih payahnya padahal dinikmati kalangan luas. Topographi yaitu seluk beluk pembuatan peta, merupakan sumbangan kerja yang jauh dari publikasi. Hanya para pendukungnya yang tahu betapa tenaga, ketekunan serta ketrampilan harus dikerahkan untuk merampungkan tugas itu. Made Sandy seorang doktor pemetaan lulusan Boston (Amerika Serikat) yang sekarang menjabat Kepala Direktorat Tata Guna Tanah di Ditjen Agraria, menceritakan petugas pemetaan harus turun ke pelosok-pelosok. Tempat-tempat terpencil dikunjungi untuk diukur. "Sekali saya pernah diserang malaria dan semenjak itu saya lebih berhati-hati," katanya kepada TEMPO. Pemetaan yang dilakukan oleh direktorat pimpinan Sandy langsung mensurvei tempat bersangkutan. Diadakan pengukuran jarak dan ketinggian. "Saya kurang setuju bila menggunakan satelit atau pemotretan dari udara," pensiunan Letkol T.N.I AD itu menjelaskan. Baginya pemotretan dari udara ibarat melihat gadis dari foto. Sesuatu yang dapat berbeda dari aslinya. Karena cara kerja tersebut, bagi Sandy dan direktoratnya membuat peta adalah kerja yang penuh risiko. Hutan harus ditembus, gunung dan sungai yang belum dikenal dijelajahi. Cerita sedih tentu saja wajar muncul dari kesibukan ini. Pernah sekali peristiwa di Irian Jaya lima orang anak buahnya tenggelam. Rambut I Made Sandy sudah memutih. Meja kerjanya penuh tumpukan kertas, map, atlas, serta hasil pemetaan yang dilakukan oleh instansinya di seluruh Indonesia. Sebuah tas dari kain jean menjadi temannya setiap hari berisi rantang makan siang dan air minum. "Kalau mau tahu dukanya kerja di Topographi ya inilah," katanya sambil memotong telor untuk lauk makan siang. Ia tidak bersedia memerinci pengalaman-pengalamannya. Tapi ia mengaku pada awal karirnya ia juga turun ke pelosok-pelosok. Peta topographi pada hakekatnya adalah sebuah peta yang menggambarkan keadaan alam (tinggi rendahnya suatu tempat), keadaan budaya, seperti jalan dan desa-desa. Atlas-atlas yang digunakan anak-anak sekolah termasuk bagian dari usaha topographi. Selain itu ada peta hujan, peta tanah, indusrri dan sebagainya. Bahkan ternyata sejarahpun bisa dipetakan. Semua disusun dengan daftar angka dan nama dan disajikan dengan sebutan peta. "Jadi membuat peta itu adalah menggambarkan semua angka dan nama itu sehingga mudah ditangkap orang," kata Sandy. Berbulan-bulan Proses pembuatan peta teliti dan rumit. Tetapi kalau sudah diketahui caranya jadi asyik dan kelihatannya tidak terlalu sulit untuk dikerjakan. Meskipun memang memerlukan ketekunan. Untuk mengukur ketinggian sebuah gunung, umpamanya harus dimulai dari dararan yang terendah. Misalnya dimulai dari Jakarta. Kemudian menyusur Bogor kemudian naik ke Puncak. Tidak mungkin langsung mengukur ketinggian Puncak. Untuk menjamin akurasi dari sebuah topographi diperlukan syarat kejujuran petugas. "Kejujuran mutlak perlu dalam profesi ini. Karena tidak ada orang yang bisa mencek persis apa yang digambarkan dalam peta," kata Sandy. Membuat peta daerah terpencil dilakukan dengan mengadakan ekspedisi. Biasanya dilakukan oleh dua orang juru peta ditambah dengan dua atau tiga orang sebagai pembantu. Perjalanan tidak cukup hanya sehari-dua. Bisa sampai berbulan-bulan. Karena itu setiap tim yang melakukan perjalanan dilengkapi dengan tetek bengek keperluan sebagaimana misalnya orang hendak mendaki gunung. Kaos kaki saja diperlukan sekitar 5 pasang. "Memang cukup berat. Tidur dengan bahaya ular, binatang buas, dingin -- tapi ya tidak serem," kata Sandy. Produksi dari pemetaan menurut Made Sandy dimanfaatkan oleh kalangan dalam maupun luar negeri. Semua permintaan resmi dilayani secara gratis. "Untuk itu harus membawa surat dari instansi masing-masing atau badan yang meminta," kata Sandy. Sedangkan untuk perorangan dimintakan kompensasi berupa uang "Sebetulnya tidak perlu, tapi kalau semua orang boleh minta begitu saja, nanti orang antri datang ke sini," kata Sandy. Kalau sudah ada perubahan pada data-data, pemetaan selalu diulangi lagi. siasanya pemeraan kota besar seperti Jakarta lebih cepat diperbarui ketimbang daerah pelosok yang terpencil. Bagi insinyur Agustono (37 tahun) seorang staf senior di Ditjen Tata Guna Tanah, tugas mensurvei menyenangkan. "Kita bisa melihat daerah-daerah lain yang belum pernah kita lihat sebelumnya," ujarnya. Ia sudah menjelajahi pulau Jawa, Sumatera dan terakhir Kalimantan sarat pada 1976. Agustono ini memasuki Ditjen Agraria pada l962. Sekarang ia Kepala Seksi Pembinaan. Terakhir dia ditugaskan memimpin survei areal seluas 10 Ha di Kabupaten Sambas (Kal-Bar) dengan 14 orang anggota tim. Mereka yang dilengkapi penunjuk jalan di hutan. Semula ia takut pada cerita-cerita tentang binatang buas dan sungai-sungai yang kata orang mempunyai simpanan buaya. "Tetapi selama tugas saya belum pernah mendapat ancaman jiwa dari binatang buas," katanya. Satu setengah bulan di hutan, merupakan masa panjang dan sepi. Tidak ada hiburan dan komunikasi dengan dunia luar. Tempat tidur disesuaikan dengan medan. "Kalau perlu dibikin dangau seperti penduduk desa. Semua kebutuhan untuk survei termasuk makanan dibawa sekaligus, yang terbanyak makanan kaleng seperti kornet atau sardencis. Biasanya makanan tersebut selama 1 minggu membosankan, tetapi di hutan ya harus begitu," kata insinyur lulusan IPB itu. Selama di hutan Sambas waktu tidak terasa berlalu. Setiap hari sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan rutin siang mengumpulkan data di lapangan. Malamnya data itu diinventarisasi kembali dan dihitung. Tahu-tahu sudah 45 hari. Data-data yang dikumpulkan adalah keadaan fisik dari medan yang disurvei. Misalnya lerengnya, kedalaman tanah, drainasenya dan erosinya (untuk pemetaan penggunaan tanah dan kemampuan tanah). Untuk mengukur ketinggian dipakai alat keker yang dinamakan teodolit. Semua data itu dicatat dibawa ke pusat propinsi untuk dibuat ofdrafnya. Penyelesaian terakhir dilakukan di Jakarta, menjadi peta. Digunakan untuk berbagai kebutuhan dalam pembangunan. 40 Perusahaan Hadimulyo insinyur tamatan Gama adalah tenaga junior di Direktorat Tata Guna Tanah sejak l977. "Saya antusias sekali masuk ke sini karena erat hubungan tanah dengan peternakan," katanya. Di sekolahnya dulu juga ada mata kuliah yang berhubungan dengan kegunaan tanah. Khususnya untuk peternakan. Seperti juga Agustono, Hadimulyo merasa senang mendapat tugas survei. Hutan-hutan di Banjarmasin, Kendari dan Manado telah dijelajahinya. "Banyak sukanya dari dukarlya," katanya. Duka bagi Hadimulyo hanyalah kerinduan kepada anak, dan isteri karena bisa berbulan-bulan di tengah hutan. Di Jakarta ada sekitar 40 buah perusahaan pembuat peta untuk melayani pesanan pemerintah maupun swasta. Andi Basri, Direktur PT Mursin Say, salah satu perusahaan di bidang pemetaan di Jakarta, tak mau menyebut berapa harga sebuah peta. "Itu tergantung dari jauh tidak tempatnya, peta apa yang dikehendaki dan skala berapa yang diminta," kata Andi Basri. Tapi ia mengakui target omset setiap tahun perusahaannya sekitar Rp 300 juta dengan 5 sampai 6 pesanan. Perusahaan ini mempekerjakan 2 tenaga ahli dan 10 juru survei. Djalil (35 tahun), salah seorang juru survei PT Mursin Say, telah berkecimpung dalam profesi ini sejak 7 tahun lalu. Ia jebolan Jurusan Geodesi Gajah Mada Yogya. Ia telah menyusuri hutan-hutan di Sumatera, Jawa dan Sulawesi membuat peta sejak masih di bangku kuliah. Akhirnya sekolahnya terputus dan ia memilih terus bekerja di pemetaan. Menurut Djalil, sebelum melakukan survei pemetaan, lebih dahulu diteliti daerah yang akan dituju. Misalnya apakah penduduknya cukup ramah, kemungkinan bahaya, binatang buas apa yang ada dan kesulitan-kesulitan lain. Meskipun ia belum pernah bertemu dengan binatang buas, kesulitan menghadapi penduduk setempat pernah dihadapinya. Misalnya di Jambi. "Proyek saya di sana sekarang diganggu penduduk," Andi Basri menambahkan "mereka mencabut patok-patok yang telah kita pasang." Di daerah ini para juru survei juga pernah diganggu penduduk suku terasing, tapi segera dibereskan setelah kepala kampung mereka ditemui. Salman, juru survei teman sekerja Djalil, mengajukan 2 syarat pokok yang harus dimiliki juru survei pemetaan. "Yaitu cinta alam dan suka jalan kaki," kata Salman. Ia juga termasuk mahasiswa geodesi yang putus kuliah, dan sudah memulai profesinya sejak mahasiswa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus