JARANG yang tahu apa yang dilakukan oleh seorang pembuat peta.
Jerih payahnya padahal dinikmati kalangan luas. Topographi yaitu
seluk beluk pembuatan peta, merupakan sumbangan kerja yang jauh
dari publikasi. Hanya para pendukungnya yang tahu betapa tenaga,
ketekunan serta ketrampilan harus dikerahkan untuk merampungkan
tugas itu.
Made Sandy seorang doktor pemetaan lulusan Boston (Amerika
Serikat) yang sekarang menjabat Kepala Direktorat Tata Guna
Tanah di Ditjen Agraria, menceritakan petugas pemetaan harus
turun ke pelosok-pelosok. Tempat-tempat terpencil dikunjungi
untuk diukur. "Sekali saya pernah diserang malaria dan semenjak
itu saya lebih berhati-hati," katanya kepada TEMPO.
Pemetaan yang dilakukan oleh direktorat pimpinan Sandy langsung
mensurvei tempat bersangkutan. Diadakan pengukuran jarak dan
ketinggian. "Saya kurang setuju bila menggunakan satelit atau
pemotretan dari udara," pensiunan Letkol T.N.I AD itu
menjelaskan. Baginya pemotretan dari udara ibarat melihat gadis
dari foto. Sesuatu yang dapat berbeda dari aslinya.
Karena cara kerja tersebut, bagi Sandy dan direktoratnya membuat
peta adalah kerja yang penuh risiko. Hutan harus ditembus,
gunung dan sungai yang belum dikenal dijelajahi. Cerita sedih
tentu saja wajar muncul dari kesibukan ini. Pernah sekali
peristiwa di Irian Jaya lima orang anak buahnya tenggelam.
Rambut I Made Sandy sudah memutih. Meja kerjanya penuh tumpukan
kertas, map, atlas, serta hasil pemetaan yang dilakukan oleh
instansinya di seluruh Indonesia. Sebuah tas dari kain jean
menjadi temannya setiap hari berisi rantang makan siang dan air
minum. "Kalau mau tahu dukanya kerja di Topographi ya inilah,"
katanya sambil memotong telor untuk lauk makan siang. Ia tidak
bersedia memerinci pengalaman-pengalamannya. Tapi ia mengaku
pada awal karirnya ia juga turun ke pelosok-pelosok.
Peta topographi pada hakekatnya adalah sebuah peta yang
menggambarkan keadaan alam (tinggi rendahnya suatu tempat),
keadaan budaya, seperti jalan dan desa-desa. Atlas-atlas yang
digunakan anak-anak sekolah termasuk bagian dari usaha
topographi. Selain itu ada peta hujan, peta tanah, indusrri dan
sebagainya. Bahkan ternyata sejarahpun bisa dipetakan. Semua
disusun dengan daftar angka dan nama dan disajikan dengan
sebutan peta. "Jadi membuat peta itu adalah menggambarkan semua
angka dan nama itu sehingga mudah ditangkap orang," kata Sandy.
Berbulan-bulan
Proses pembuatan peta teliti dan rumit. Tetapi kalau sudah
diketahui caranya jadi asyik dan kelihatannya tidak terlalu
sulit untuk dikerjakan. Meskipun memang memerlukan ketekunan.
Untuk mengukur ketinggian sebuah gunung, umpamanya harus dimulai
dari dararan yang terendah. Misalnya dimulai dari Jakarta.
Kemudian menyusur Bogor kemudian naik ke Puncak. Tidak mungkin
langsung mengukur ketinggian Puncak. Untuk menjamin akurasi dari
sebuah topographi diperlukan syarat kejujuran petugas.
"Kejujuran mutlak perlu dalam profesi ini. Karena tidak ada
orang yang bisa mencek persis apa yang digambarkan dalam peta,"
kata Sandy.
Membuat peta daerah terpencil dilakukan dengan mengadakan
ekspedisi. Biasanya dilakukan oleh dua orang juru peta ditambah
dengan dua atau tiga orang sebagai pembantu. Perjalanan tidak
cukup hanya sehari-dua. Bisa sampai berbulan-bulan. Karena itu
setiap tim yang melakukan perjalanan dilengkapi dengan tetek
bengek keperluan sebagaimana misalnya orang hendak mendaki
gunung. Kaos kaki saja diperlukan sekitar 5 pasang. "Memang
cukup berat. Tidur dengan bahaya ular, binatang buas, dingin --
tapi ya tidak serem," kata Sandy.
Produksi dari pemetaan menurut Made Sandy dimanfaatkan oleh
kalangan dalam maupun luar negeri. Semua permintaan resmi
dilayani secara gratis. "Untuk itu harus membawa surat dari
instansi masing-masing atau badan yang meminta," kata Sandy.
Sedangkan untuk perorangan dimintakan kompensasi berupa uang
"Sebetulnya tidak perlu, tapi kalau semua orang boleh minta
begitu saja, nanti orang antri datang ke sini," kata Sandy.
Kalau sudah ada perubahan pada data-data, pemetaan selalu
diulangi lagi. siasanya pemeraan kota besar seperti Jakarta
lebih cepat diperbarui ketimbang daerah pelosok yang terpencil.
Bagi insinyur Agustono (37 tahun) seorang staf senior di Ditjen
Tata Guna Tanah, tugas mensurvei menyenangkan. "Kita bisa
melihat daerah-daerah lain yang belum pernah kita lihat
sebelumnya," ujarnya. Ia sudah menjelajahi pulau Jawa, Sumatera
dan terakhir Kalimantan sarat pada 1976. Agustono ini memasuki
Ditjen Agraria pada l962. Sekarang ia Kepala Seksi Pembinaan.
Terakhir dia ditugaskan memimpin survei areal seluas 10 Ha di
Kabupaten Sambas (Kal-Bar) dengan 14 orang anggota tim. Mereka
yang dilengkapi penunjuk jalan di hutan. Semula ia takut pada
cerita-cerita tentang binatang buas dan sungai-sungai yang kata
orang mempunyai simpanan buaya. "Tetapi selama tugas saya belum
pernah mendapat ancaman jiwa dari binatang buas," katanya.
Satu setengah bulan di hutan, merupakan masa panjang dan sepi.
Tidak ada hiburan dan komunikasi dengan dunia luar. Tempat tidur
disesuaikan dengan medan. "Kalau perlu dibikin dangau seperti
penduduk desa. Semua kebutuhan untuk survei termasuk makanan
dibawa sekaligus, yang terbanyak makanan kaleng seperti kornet
atau sardencis. Biasanya makanan tersebut selama 1 minggu
membosankan, tetapi di hutan ya harus begitu," kata insinyur
lulusan IPB itu.
Selama di hutan Sambas waktu tidak terasa berlalu. Setiap hari
sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan rutin siang mengumpulkan data
di lapangan. Malamnya data itu diinventarisasi kembali dan
dihitung. Tahu-tahu sudah 45 hari.
Data-data yang dikumpulkan adalah keadaan fisik dari medan yang
disurvei. Misalnya lerengnya, kedalaman tanah, drainasenya dan
erosinya (untuk pemetaan penggunaan tanah dan kemampuan tanah).
Untuk mengukur ketinggian dipakai alat keker yang dinamakan
teodolit. Semua data itu dicatat dibawa ke pusat propinsi untuk
dibuat ofdrafnya. Penyelesaian terakhir dilakukan di Jakarta,
menjadi peta. Digunakan untuk berbagai kebutuhan dalam
pembangunan.
40 Perusahaan
Hadimulyo insinyur tamatan Gama adalah tenaga junior di
Direktorat Tata Guna Tanah sejak l977. "Saya antusias sekali
masuk ke sini karena erat hubungan tanah dengan peternakan,"
katanya. Di sekolahnya dulu juga ada mata kuliah yang
berhubungan dengan kegunaan tanah. Khususnya untuk peternakan.
Seperti juga Agustono, Hadimulyo merasa senang mendapat tugas
survei. Hutan-hutan di Banjarmasin, Kendari dan Manado telah
dijelajahinya. "Banyak sukanya dari dukarlya," katanya. Duka
bagi Hadimulyo hanyalah kerinduan kepada anak, dan isteri karena
bisa berbulan-bulan di tengah hutan.
Di Jakarta ada sekitar 40 buah perusahaan pembuat peta untuk
melayani pesanan pemerintah maupun swasta. Andi Basri, Direktur
PT Mursin Say, salah satu perusahaan di bidang pemetaan di
Jakarta, tak mau menyebut berapa harga sebuah peta. "Itu
tergantung dari jauh tidak tempatnya, peta apa yang dikehendaki
dan skala berapa yang diminta," kata Andi Basri. Tapi ia
mengakui target omset setiap tahun perusahaannya sekitar Rp 300
juta dengan 5 sampai 6 pesanan. Perusahaan ini mempekerjakan 2
tenaga ahli dan 10 juru survei.
Djalil (35 tahun), salah seorang juru survei PT Mursin Say,
telah berkecimpung dalam profesi ini sejak 7 tahun lalu. Ia
jebolan Jurusan Geodesi Gajah Mada Yogya. Ia telah menyusuri
hutan-hutan di Sumatera, Jawa dan Sulawesi membuat peta sejak
masih di bangku kuliah. Akhirnya sekolahnya terputus dan ia
memilih terus bekerja di pemetaan.
Menurut Djalil, sebelum melakukan survei pemetaan, lebih dahulu
diteliti daerah yang akan dituju. Misalnya apakah penduduknya
cukup ramah, kemungkinan bahaya, binatang buas apa yang ada dan
kesulitan-kesulitan lain. Meskipun ia belum pernah bertemu
dengan binatang buas, kesulitan menghadapi penduduk setempat
pernah dihadapinya. Misalnya di Jambi. "Proyek saya di sana
sekarang diganggu penduduk," Andi Basri menambahkan "mereka
mencabut patok-patok yang telah kita pasang." Di daerah ini para
juru survei juga pernah diganggu penduduk suku terasing, tapi
segera dibereskan setelah kepala kampung mereka ditemui.
Salman, juru survei teman sekerja Djalil, mengajukan 2 syarat
pokok yang harus dimiliki juru survei pemetaan. "Yaitu cinta
alam dan suka jalan kaki," kata Salman. Ia juga termasuk
mahasiswa geodesi yang putus kuliah, dan sudah memulai
profesinya sejak mahasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini