WINARSIH, yang berhasil dipisahkan dari tubuh tak sempurna yang
lengket di dadanya, rupanya bukan kembar siam tak sempurna
pertama yang berhasil ditolong di sini. Slamet bin Srimin lahir
dari keluarga petani miskin dari desa Bandengan, Jepara, Jawa
Tengah, juga mengalami penderitaan yang sama. Tapi berhasil
diselamatkan melalui sebuah operasi di Rumah Sakit dr Kanadi,
Semarang tanggal 23 September '70.
Kini Slamet sudah berusia 8 tahun duduk di kelas II SD di desa
Bandengan. Luka bekas operasi tempo hari masih kelihatan
membekas di bagian atas pusatnya. Berlainan dengan Winarsih,
yang dikampanyekan oleh beberapa mass media dan berhasil
memengumpulkan sekitar Rp 4 juta, Slamet ketika itu tidak dapat
sumbangan apa-apa. Kecuali niat Gubernur Jateng Majen Moenadi
yang mau mengangkatnya. Itupun kemudian batal karena anak itu
hanya dua orang bersaudara. Maka biaya operasi ditanggung fihak
rumahsakit.
Buka lihat
Operasi pemisahan di Semarang itu berlangsung kurang dari satu
jam. Dipimpin Prof dr Heyder, dibantu dr Darsito dan ahli
anestesi dr Suhartoyo. "Waktu itu memang terjadi kesulitan
sedikit, karena kami harus menelusuri arah aliran darah antara
monster dengan diri Slamet. Dikuatirkan bila ada pembuluh darah
yang berbahaya bila terpotong. Dan alhamdulillah ternyata kita
berhasil baik," kata Prof Heyder kepada suratkabar Suara Merdeka
Semarang dua pekan yang lalu.
Kasus kembar siam tak sempurna sebenarnya bukan sesuatu yang
istimewa menurut Prof Heyder. "Kelainan-kelainan apa pun bisa
terjadi selama janin dalam kandungan," urainya. Operasi
pemisahan yang dilakukan atas diri anak petani dari Bandengan
itu sangat sederhana. "Secara buka-lihat saja," sambungnya.
Tubuh tak sempurna dari Slamet Srimin itu terdiri dari dua
tangan dan dua kaki, tapi tak berkepala. Kelaminnya laki-laki.
Meskipun ada persambungan usus antara Slamet dengan tubuh yang
melekat, namun setelah dilakukan pembedahan, anak itu ternyata
bisa selamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini