ADA dua tempat praktek yang ramai-pasien di Tanjung Priok. Satu
milik dr Herman Soesilo MPH, kepala dinas kesehatan jakarta
Raya. Ini bisa dimaklumi, karena dia dokter dengan keahlian
khusus mengenai kesehatan masyarakat. Sering pula muncul di TV.
Yang satu lagi adalah Hasbullah. Berambut ikal, berkumis dan
tegap, lelaki laris ini ternyata hanya seorang mantri. Jangan
sebutkan namanya karena nama itu tak dikenal orang di sana. Ia
populer dengan sebutan dr Sumantri. Masyarakat sangat
mengenalnya terutama dari kalangan bawah. Berpraktek di Jalan
Mahoni (sekitar setengah kilometer dari lokalisasi WTS Kramat
Tunggak), "dr Sumantri" saban hari meladeni tidak kurang dari 60
pasien.
Ia menggelar meja prakteknya di sebuah rumah sederhana, di tepi
jalan beraspal. Tempat praktek itu milik Yayasan Bakti Mulia.
Saking ramainya pengunjung tukang beca berpangkalan di depannya.
Warung rokok dan buah-buahan juga menanti rezeki di sekitar
situ. "Ia sangat berpengalaman dan ramah sekali," kata seorang
pasien yang sedang menunggu giliran.
Boleh Saja Asal ....
Selain keakraban "dr Sumantri" tarif yang rendah tampaknya juga
jadi pemikat. Sudah dapat suntikan dan obat tambahan, paling
banter Rp 750. Ruangan tunggu dibikin seada-adanya saja,
sehingga pasien merasa seperti bertamu ke sebuah keluarga. Dan
memang agak ke belakang ada sebuah keluarga yang bertempat
tinggal di situ. Tak ada kipas angin. Kalau kegerahan orang bisa
berdiri di dekat jendela yang dibiarkan terbuka.
Pada suatu hari akhir menjelang pekan lalu, seorang pemuda
berkacamata datang menghadapnya dan mengeluh tentang kepala
pusing dan sesak nafas. "Dokter" kita ini lantas mengeluarkan
stateskop dan meletakkan ujung alat itu ke dada si pasien. "Adik
ini banyak naik motor, ya? ! Ada gejala darah tinggi. Jangan
banyak makan yang berlemak," katanya. Kemudian ia menyambung
lagi: "Kalau pakai kacamata jangan suka dicopot, kecuali kalau
mau tidur. Dan kacanya sering saja dibersihkan. Kacamata yang
kotor bisa mempengaruhi penglihatan. Bisa juga bikin pusing."
Kemudian, sebagaimana seorang dokter tulen, dia pun menuliskan
resep. Ini satu-satunya pekerjaan yang merupakan cacad dari
prakteknya. Dan soal resep yang dilakukan oleh "dr Sumantri"
ini, memang sudah sejak lama jadi bahan pembicaraan di kalangan
dokter.
"Seorang mantri memberikan pertolongan kepada pasien adalah
sesuatu yang baik. Tetapi kalau sampai menuliskan resep sudah
melampaui batas," kata dr Kartono Mohamad, ketua Ikatan Dokter
Indonesia Cabang Jakarta. "Seorang mantri boleh saja berpraktek,
asal di bawah pengawasan dokter. Tapi kalau menulis resep, itu
sudah tak benar," sambut Sjam Umar, jurubicara Dinas Kesehatan
DKI.
"Dr Sumantri" menuliskan resep di atas kertas resep milik Ahmad
Sumantri, dokter, Jl Rawamangun Timur Muka, 17, Jakarta. Tak
ada paraf untuk tiap resep yang dia tulis. Di situ hanya ada dua
buah cap Jajasan Bakti Mulia.
Ketika dihubungi di rumahnya di Rawamangun dr Ahmad Sumantri,
59, menjelaskan bahwa praktek di Jalan Mahoni, Tanjung Priok
tersebut merupakan kelanjutan dari Veem Kombinasi di mana dia
berpraktek mulai tahun 1954. Sejak tahun 1966 dia hanya duduk
sebagai pelindung karena sebagai anggota ABRI dengan pangkat
kolonel ia ditugaskan di Departemen Pertanian.
Tetap berada di bawah pengawasannya poliklinik tadi terus
berjalan dengan mantri Hasbullah sebagai tenaga utama. Sedangkan
popularitas dr Sumantri tetap terbawa-bawa sampai pun hanya
seorang mantri yang berpraktek di sana.
Semua terkontrol di sana, kata dr Sumantri yang betul-betul,
"kami juga memberikan laporan teratur kepada dinas kesehatan,"
katanya lagi. "Kalau memang ada kekurangan di sana, saya memang
sudah merencanakan untuk mengontrol lebih sering lagi. Sekali
atau dua kali seminggu."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini