MASIH tentang penyelundup Liem Keng Eng. Dihukum in absentia 11
tahun penjara karena dianggap terbukti bersalah melakukan
penyelundupan dan pemalsuan dokumen impor sebanyak 3001 kali.
Tapi, Keng Eng ternyata butahuruf. Bahkan penyelundup ini, yang
pernah ditakuti kalangan petugas Bea Cukai di Tanjungpriok
(sehingga mendapat gelar 'Dirjen Bea Cukai Bayangan', lantaran
dapat menggeser petugas dari posnya bila menghalangi kerjanya),
ternyata juga tak bisa ngomong Inggeris. "Jadi mana mungkin
klien saya dapat memalsukan dokumen?". Begitu Albert Hasibuan,
pengacaranya, yang menemaninya menyerah ke Kejaksaan Agung
setelah beberapa lama (sejak 1976 sampai bulan kemarin) buron ke
Singapura.
Lalu siapa yang bertanggungjawab atas kerugian keuangan negara
yang sekitar Rp 7,6 milyar itu, kalau Keng Eng tak bersalah?
"Kalau saya memalsukan, tidak mungkin saya mau kembali ke
Indonesia," kata Keng Eng kepada Hakim Anton Abdurahman dari
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam suatu kesempatan.
Berhubung perkaranya sudah putus di tangan Hakim Soemadijono, 16
Mei lalu, dalam suatu sidang pengadilan yang tidak dihadirinya,
bantahannya itu disampaikan lewat permohonan banding ke
Pengadilan Tinggi Jakarta. Untung masih keburu naik banding
(penyerahannya masih dalam tenggang waktu untuk mengajukan
banding TEMPO, 27 Mei).
Keng Eng alias Eddy Lukman (48 tahun) kini duduk sebagai saksi
dalam perkara drs. Arif Gunawan, direktur EMKL Setia Basuki.
Sebelumnya Arif juga duduk sebagai saksi dalam perkara Keng
Eng. Perkara mereka memang sama dan sejenis. Dalam kesempatan
pertama bicara di muka hakim, Keng Eng mulai meletakkan dirinya
sebagai orang yang tak bersalah.
Dulu Dilepas?
Selama ini, sampai vonis hakim jatuh, segala kesalahan memang
tertumpah di pundak Keng Eng dan adiknya, Keng Yan, yang masih
buron. Para importir, makelar dan indentor, yaitu para eks
tahanan 902 dari Nusakambangan, semuanya cuci tangan. Yang
importir bilang: sudah membereskan semua pembayaran bea masuk
melalui Keng Eng yang makelar, tak lebih, cuma mengaku sebagai
perantara -- yang tak tahumenahu soal pemalsuan dokumen.
Sumber segala macam dokumen impor palsu sebenarnya memang
Singapura. Beredar di Indonesia di kalangan importir, melalui
calo, dokumen palsu itu digunakan melindungi beberapa barang
mahal, terutama tekstil halus, eks Jepang yang diselundupkan
kemari seolah-olah tekstil kasar eks Singapura situ.
Penyelundupan administratif begitu, selain berlindung di balik
dokumen palsu, juga diperlancar dengan hubungan baik antara Keng
Eng -- dengan oknum petugas Bea Cukai. Itu sudah diakui sendiri
oleh beberapa saksi dari Bea Cukai dalam perkara Keng Eng. "Ia
orang kuat," seperti kata Sujono, Kepala Seksi Pemeriksaan Bea
Cukai. "Mendengar namanya saja orang sudah takut."
Sekarang Keng Eng sudah kembali. Tampaknya, kalau diberi
kesempatan cukup, banyak hal yang hendak dikatakannya. Perkara
tampaknya juga akan berjalan seru. Di samping penyerahan Keng
Eng sendiri yang sudah menarik, urusan sudah berjalan jauh.
Kopkamtib sudah turun tangan. Sebab, kabarnya, banyak barang
bukti milik Keng Eng (misalnya tanah milik yang tak terhitung
jumlahnya) yang disita, tapi tak masuk dalam berkas perkara.
Pun, walau Kejaksaan sudah mulai menangkapi sekitar 48 orang eks
tahanan Nusakambangan kembali, orang masih juga bertanya-tanya:
lho, dulu kok dilepas?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini