Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Tetap naik pentas

Markuat, 45, pelawak asal surabaya, pernah ingin mengikuti pelawak lain hijrah ke jakarta. tetap naik pentas memimpin perkumpulan ludruknya disamping sebagai pegawai rri surabaya mengisi acara lawak. (pt)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK pelawak Surabaya hijrah ke Jakarta. Misalnya: Johnny Gudel, Jalal, Sukarjo, Suroto. "Dan hidup di Jakarta memang agak lebih baik ketimbang di Surabaya dulu," kata Sumiati -- dulu di Srimulat dan kini di grup Palapa. Markuat, tokoh lawak Jawa Timur, membenarkan hal ini. Katanya: "Padahal mereka-mereka itu belum lama jadi pelawak. Suroto itu, dulu sering tidak berani pulang karena honornya tidak cukup untuk belanja isterinya. Demikian juga Jalal. Sewaktu masih jadi guru, aduh, badannya kurus." Untuk publik Jawa Timur kesenioran Markuat sampai sekarang memang belum tergeser. Dia sendiri bukannya tidak kepingin hijrah ke Jakarta. Bahkan pelawak yang berniat "lari" ke Jakarta, selalu rundingan dulu dan daang ke rumah Markuat. Yang terakhir datang kepadanya ialah Suroto, kini turut grup Palapa juga. Markuat waktu itu berjanji: akan turut hijrah ke Jakarta kalau Suroto sudah mapan di Ibukota. Dan Suroto memang bernasib baik. Belakangan dia malah main film -- sama seperti Sukarjo -- bahkan dalam film komedi Arwah Komersiil Dalam Kampus, Suroto pegang peranan utama. Melihat ini Markuat segera berniat menyusulnya ke Jakarta. Tapi Suroto mencegah dengan berkata: "Jangan berangkat sendiri. Nanti saja saya yang ambili." Tapi sampai sekarang Markuat tidak juga dijemput Suroto -- dan dia kecewa. Katanya: "Rupanya mereka itu kuatir kalau saya ke Jakarta akan menggeser mereka." Markuat sendiri keturunan anak panggung. Ayahnya dulu terkenal sebagai pemain ludruk paling kebeken. Tahu betapa pahitnya hidup sebagai seniman ludruk, sebelum meninggal sang ayah berpesan agar Markuat jangan mewarisi nilai-nilai profesinya. "Tapi karena saya ini anak sulung terpaksa main ludruk juga untuk menghidupi adik-adik" katanya. "Setelah adik-adik bisa cari makan, saya lantas kawin dan punya anak." Kini dia ganti harus memikirkan anak-anaknya. "Walhasil, saya tetap tidak bisa berhenti naik pentas." Jangan berhenti, Mar. Kini, hampir setiap malam Markuat tetap naik pentas. Kalau bukan melawak, dia juga memimpin sebuah perkumpulan ludruk yang terkenal di Surabaya. "Kalau saya berhenti naik pentas, bagaimana dengan 8 orang anak saya," ujarnya. Dan seniman ludruk ini sudah lama jadi pegawai RRI Surabaya untuk mengisi acara melawak, juga kini suaranya laris untuk berbagai iklan jamu di beberapa radio amatir. Yang dikuatirkan hanyalah penyakitnya. Usianya yang sekitar 45-an itu kini banyak disenangi penyakit. Dia berceritera ada 4 macam penyakit yang sekaligus menempel di tubuhnya tekanan darah tinggi, jantung, ginjal dan kencing manis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus