BANYAK pelawak Surabaya hijrah ke Jakarta. Misalnya: Johnny
Gudel, Jalal, Sukarjo, Suroto. "Dan hidup di Jakarta memang agak
lebih baik ketimbang di Surabaya dulu," kata Sumiati -- dulu di
Srimulat dan kini di grup Palapa. Markuat, tokoh lawak Jawa
Timur, membenarkan hal ini. Katanya: "Padahal mereka-mereka itu
belum lama jadi pelawak. Suroto itu, dulu sering tidak berani
pulang karena honornya tidak cukup untuk belanja isterinya.
Demikian juga Jalal. Sewaktu masih jadi guru, aduh, badannya
kurus."
Untuk publik Jawa Timur kesenioran Markuat sampai sekarang
memang belum tergeser. Dia sendiri bukannya tidak kepingin
hijrah ke Jakarta. Bahkan pelawak yang berniat "lari" ke
Jakarta, selalu rundingan dulu dan daang ke rumah Markuat. Yang
terakhir datang kepadanya ialah Suroto, kini turut grup Palapa
juga. Markuat waktu itu berjanji: akan turut hijrah ke Jakarta
kalau Suroto sudah mapan di Ibukota. Dan Suroto memang bernasib
baik. Belakangan dia malah main film -- sama seperti Sukarjo --
bahkan dalam film komedi Arwah Komersiil Dalam Kampus, Suroto
pegang peranan utama.
Melihat ini Markuat segera berniat menyusulnya ke Jakarta. Tapi
Suroto mencegah dengan berkata: "Jangan berangkat sendiri. Nanti
saja saya yang ambili." Tapi sampai sekarang Markuat tidak juga
dijemput Suroto -- dan dia kecewa. Katanya: "Rupanya mereka itu
kuatir kalau saya ke Jakarta akan menggeser mereka."
Markuat sendiri keturunan anak panggung. Ayahnya dulu terkenal
sebagai pemain ludruk paling kebeken. Tahu betapa pahitnya hidup
sebagai seniman ludruk, sebelum meninggal sang ayah berpesan
agar Markuat jangan mewarisi nilai-nilai profesinya. "Tapi
karena saya ini anak sulung terpaksa main ludruk juga untuk
menghidupi adik-adik" katanya. "Setelah adik-adik bisa cari
makan, saya lantas kawin dan punya anak." Kini dia ganti harus
memikirkan anak-anaknya. "Walhasil, saya tetap tidak bisa
berhenti naik pentas." Jangan berhenti, Mar.
Kini, hampir setiap malam Markuat tetap naik pentas. Kalau bukan
melawak, dia juga memimpin sebuah perkumpulan ludruk yang
terkenal di Surabaya. "Kalau saya berhenti naik pentas,
bagaimana dengan 8 orang anak saya," ujarnya. Dan seniman ludruk
ini sudah lama jadi pegawai RRI Surabaya untuk mengisi acara
melawak, juga kini suaranya laris untuk berbagai iklan jamu di
beberapa radio amatir. Yang dikuatirkan hanyalah penyakitnya.
Usianya yang sekitar 45-an itu kini banyak disenangi penyakit.
Dia berceritera ada 4 macam penyakit yang sekaligus menempel di
tubuhnya tekanan darah tinggi, jantung, ginjal dan kencing
manis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini