Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan serangga dapat menjadi alternatif sumber protein dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut dia, menu MBG dirancang sesuai potensi lokal, sehingga memungkinkan daerah tertentu memanfaatkan serangga yang sudah lazim dikonsumsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga (seperti) belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein," kata Dadan dalam pemaparannya di Rapimnas Perempuan Indonesia Raya, Sabtu, 25 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan ini memunculkan diskusi tentang jenis serangga apa saja yang aman untuk dikonsumsi. Di tengah meningkatnya kebutuhan keberagaman pangan, serangga menjadi salah satu solusi yang dianggap ramah lingkungan dan kaya nutrisi. Namun tidak semua serangga layak dimakan, sehingga penting untuk memahami jenis dan proses pengolahannya.
Jenis Serangga yang Bisa Dimakan
Tidak semua serangga dapat dikonsumsi, tetapi lebih dari 2.100 spesies serangga di seluruh dunia diketahui layak dimakan. Dilansir dari artikel ilmiah berjudul Nutritional and Sensory Quality of Edible Insects, berikut adalah beberapa serangga yang populer untuk dikonsumsi.
- Jangkrik: Kaya protein dan mengandung asam lemak tak jenuh.
- Belalang: Sumber protein tinggi dengan lemak rendah.
- Ulat Hongkong: Mengandung protein, lemak sehat, dan serat chitin.
- Ulat Sagu: Kaya energi dan sering dimakan mentah atau dipanggang.
- Kumbang Kelapa: Sering dikonsumsi di wilayah Asia Tenggara dan kaya protein.
Di Indonesia, belalang goreng sudah menjadi kuliner khas di beberapa daerah, sementara ulat sagu sering dijadikan makanan di wilayah timur. Adapun di negara lain, serangga juga memiliki peran besar dalam budaya pangan.
Meksiko memiliki hidangan serangga favorit, yakni taco belalang, sementara Thailand dan Kamboja dikenal dengan jangkrik dan tarantula goreng. Selain itu, Badan Pangan Singapura telah menyetujui 16 spesies serangga yang bisa dikonsumsi, termasuk ulat hongkong, belalang sembah, dan beberapa jenis kumbang.
Setiap spesies serangga memiliki kandungan nutrisi yang berbeda, sehingga penting untuk memilih jenis yang sesuai dengan kebutuhan gizi lokal.
Pengolahan Serangga Jadi Makanan
Meski kaya nutrisi, serangga harus diproses dengan hati-hati agar aman dikonsumsi. Proses pengolahan meliputi pemilihan serangga yang dibudidayakan secara higienis, pembersihan, dan metode memasak yang sesuai.
Serangga yang dikonsumsi sebaiknya berasal dari sumber yang terkontrol untuk menghindari kontaminasi mikroba atau logam berat atau mikroba patogen. Mengolah serangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti digoreng, dipanggang, dikukus, atau bahkan diolah menjadi tepung untuk bahan makanan lain.
Misalnya, jangkrik dan ulat hongkong sering dijadikan bahan dasar biskuit atau protein bar, sementara ulat sagu biasanya dimasak langsung atau dimakan mentah setelah dibersihkan.
Badan Pangan Singapura juga menetapkan bahwa serangga tidak boleh diambil dari alam liar, tetapi harus dibudidayakan di tempat yang diawasi oleh otoritas berwenang. Hal ini untuk memastikan keamanan dan kualitas serangga sebelum dikonsumsi manusia.
Novali Panji Nugroho turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.