Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Stigma Masih Warnai Layanan Kesehatan Orang dengan HIV di Bandung

Arul sendiri pernah mengalami stigma serupa ketika melakukan tes HIV di sebuah Puskesmas di Kota Bandung pada 2015 dan 2016.

25 Oktober 2022 | 10.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Layanan kesehatan bagi orang dengan HIV di Kota Bandung tersebar di 24 fasilitas seperti Puskesmas di Jalan Pasundan. TEMPO/ANWAR SISWADI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kalangan menilai pelayanan kesehatan bagi orang dengan HIV di Kota Bandung kini semakin baik. Namun begitu, masih ada beberapa masalah terkait petugas layanan dan stigma atau cap buruk di fasilitas kesehatan. Dampaknya bisa ikut menambah angka kasus orang dengan HIV yang menghilang dari upaya terapi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nurul Huda alias Arul kaget. Saat mendampingi orang dengan HIV di sebuah rumah sakit swasta di Bandung, mereka tidak hanya mendapatkan obat Antiretroviral atau ARV yang diambil sebulan sekali. Petugas medisnya juga secara halus mengarahkan mereka untuk menikah. “Kembali ke jalan yang benar, disuruh tobat, dan ada yang ditakuti dengan dosa, masuk neraka dan lain-lain,” kata staf pendamping sebaya itu dari Female Plus, sebuah lembaga pendamping orang dengan HIV di Bandung, Senin, 17 Oktober 2022.

Stigma HIV Itu Dilakukan Petugas Medis Sendiri

Dia melihat sendiri kejadian itu sekitar sebulan lalu pada empat orang dengan HIV. Sambil menahan emosi, Arul beberapa kali mengingatkan petugas di rumah sakit itu agar tidak melakukan stigma. “Harusnya pelayanan lebih ke kesehatan pasien bukan ke ranah pribadi,” ujarnya. Kejadian tersebut dilaporkan ke koordinator kerjanya juga pegawai Dinas Kesehatan Kota Bandung secara pribadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arul sendiri pernah mengalami stigma serupa ketika melakukan tes HIV di sebuah Puskesmas di Kota Bandung pada 2015 dan 2016. Tes itu dilakukan karena dia hidup bersama orang dengan HIV dan AIDS, dan hasilnya negatif. “Saya juga disuruh bertobat dan kawin,” ujarnya. Saat itu Arul menjadi konselor yang mengajak kalangan berisiko tertular HIV atau populasi kunci untuk melakukan konseling dan tes sukarela (VCT).

Sejak awal 2022, dia menjadi pendamping sebaya. Selain menampung curahan hati, Arul ikut menemani mereka berobat. Tiap Senin-Selasa jadwalnya di RS Santo Yusup dengan total  dampingan 61 orang, Rabu dan Jumat di RS Muhammadiyah yang berjumlah 59 orang, lalu enam orang lainnya di Puskesmas Jalan Salam saban Kamis.

Usia dampingannya berkisar dari umur 5-60-an tahun, mayoritas 20-40 tahun. Beberapa dampingan, kata Arul, mengeluhkan kurang nyaman diceramahi petugas layanan. Akibatnya ada yang takut datang lagi untuk berobat atau konseling, pindah ke tempat layanan lain, sampai mogok datang. “Jumlahnya kurang dari 5 orang, sampai ada yang loss contact, tidak bisa dihubungi, pindah tempat tinggal,” ujarnya.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Minta Maaf

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian mengakui, stigma terhadap orang dengan HIV sangat mungkin terjadi oleh petugas layanan yang belum terlatih maupun sudah. “Kami mohon maaf kalau itu memang terjadi dan menimpa teman-teman odhiv,” kata dia, Rabu 19 Oktober 2022. Menurutnya, secara berkala dinas melakukan penyadaran lewat beberapa pertemuan rutin untuk petugas sekaligus sosialisasi informasi terbaru soal HIV. “Kami selalu sigap menyesaikan case by case, kalau ada (stigma) kami sampaikan masalah itu ke petugas kesehatannya,” ujar Anhar.

Konseling orang dengan HIV di sebuah rumah sakit swasta di Bandung. (Dok.JIP Jabar)

Menurut Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung Sis Silvia Dewi, masalah stigma pada layanan kesehatan tergolong kasuistik. Dia mengatakan stigma  masih ada namun tidak terjadi di semua tempat layanan. “Kalau soal HIV AIDS itu jangan sampai nilai pribadi masuk ke nilai program, itu nggak akan benar, nggak akan obyektif,” kata Sis, Rabu 12 Oktober 2022. Karena itu KPA dan Dinas Kesehatan menurutnya, harus lebih sering meningkatkan kapasitas pada petugas layanan kesehatan. ”Semakin banyak orang yang terlatih dan tahu sehingga stigma diskriminasi bisa direduksi,” ujar Sis.

Beda cerita dari pendamping sebaya lainnya, Susi Nursilawati, 38 tahun, yang juga dari Female Plus. Bertugas sejak 2019, dampingannya ada 190 orang yang berobat di RSUD Ujung Berung, 65 orang di Puskesmas Pasundan, dan yang baru di RSUD Bandung Kiwari sebanyak 19 orang. “Selama ini nggak ada keluhan stigma, kalau ada apa-apa kita bahas bareng,” kata dia, Senin, 17 Oktober 2022.

Sementara Kepala Puskesmas Pasundan, S.N. Ningsih, berupaya agar tim petugas hanya melayani urusan medis di ruangan pelayanan, dukungan dan pengobatan bagi orang dengan HIV. “Kita menjaga kepercayaan dan kenyamanan, kita tahu mereka tidak mau nilai-nilai pribadi kita disampaikan ke mereka,” kata Ningsih.

Kalangan lembaga swadaya masyarakat peduli HIV dan AIDS di Kota Bandung menilai masalah stigma di tempat layanan kesehatan kini semakin berkurang. Menurut Arif Gunawan, koordinator pendukung sebaya di Female Plus, dari kasus stigma  yang terjadi kemungkinan karena petugas belum banyak tahu soal HIV. Kalau ada masalah kami bicarakan ke Dinas Kesehatan, kita juga nggak bisa ambil sikap boikot satu layanan, kita lebih soft aja,” ujarnya, Senin, 18 Oktober 2022.

Bagi aktivis Jaringan Indonesia Positif Jawa Barat di Bandung, isu stigma dan diskriminasi sekarang tidak sekuat sebelum 2010. “Kalau dulu ada yang ditolak aksesnya untuk berobat seperti kalangan transgender,” kata Anton Eka.

Kasus HIV di Kota Bandung

Dari data Dinas Kesehatan Kota Bandung, akumulasi kasus HIV di Kota Bandung hingga 2021 total berjumlah 5.843 orang. Penambahan dari temuan kasusnya berkisar 300-400 orang per tahun, atau rata-rata 1-2 kasus baru per hari. Berdasarkan faktor risiko, kasus terbanyak kini sejak 2018 pada kelompok heteroseksual yaitu 39,60 persen, yang meningkat 2-3 persen per tahun. “Akibatnya meningkatkan kasus HIV pada pasangan dan perinatal,” kata Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian.

Adapun kasus HIV pada pengguna jarum suntik (31,71 %) mengalami penurunan sekitar 2-3 persen per tahun, dan homoseksual (22,12 %). Dari segi usia, hampir separuhnya atau 44,84 persen orang dengan HIV berusia 20-29 tahun. Kemudian pada umur 30-39 sekitar 34 persen, dan 2 persen pada kelompok usia 15-19 tahun. Sementara pada kalangan anak berusia kurang dari 14 tahun yaitu 2,74 persen.

Kota Bandung kini menyediakan 24 fasilitas layanan kesehatan bagi orang dengan HIV yang tersebar di 15 rumah sakit, 7 puskesmas, sebuah klinik, dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat. Total jumlah pengakses hingga Agustus 2022 sebanyak 12.882 orang yang berdomisili di Bandung dan sekitarnya. Sementara yang masih datang untuk mendapatkan obat ARV berjumlah 5.133 orang.

Selain ARV, tersedia layanan terapi pencegahan tuberculosis (TBC), tes viral load untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Orang dengan HIV pun dapat mengakses seluruh layanan kesehatan lain seperti imunisasi, keluarga berencana, pengobatan TB, atau hepatitis.

Guna meningkatkan pelayanan kesehatan bagi orang dengan HIV, Dinas Kesehatan Kota Bandung melakukan pengawasan fasilitas kesehatan, pemantauan dari hasil pelaporan layanan per bulan, pertemuan dan evaluasi, serta bekerjasama dengan petugas lapangan dan lembaga swadaya masyarakat terkait HIV dan AIDS. Menurut Anhar, kini pelayanan kesehatan bagi orang dengan HIV sudah berjalan baik, namun masih ada catatan beberapa kekurangan.

Misalnya tempat layanan orang dengan HIV yang masih berdekatan dengan ruang pasien TBC. Kemudian jumlah petugas layanan yang masih kurang sehingga harus merangkap pekerjaan. Lalu pemahaman petugas soal HIV yang perlu ditingkatkan, masalah penelusuran orang dengan HIV yang menghilang atau loss to follow up (LFU), serta pasokan ARV yang kadang tersendat.

ANWAR SISWADI

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Istiqomatul Hayati

Istiqomatul Hayati

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus