PEMISAHAAN kepala Yuliani-Yuliana yang berdempetan adalah sebuah peristiwa besar dalam ilmu kedokteran. Kraniopagus, istilah untuk kembar siam yang bersambungan di bagian kepala, termasuk kasus yang amat jarang. Catatan statistik di Amerika Serikat kira-kira bisa dijadikan patokan. Di sana kraniopagus ditemukan pada 6 kelahiran dari 10 juta persalinan, atau 0,6 per satu juta. Jumlah yang kecil bila dibandingkan cacat kelahiran dari jenis lain yang mencapai angka rata-rata 10,25 per satu juta kelahiran. Jarangnya kasus kraniopagus mengakibatkan perkembangan ilmu kedokteran untuk menolong cacat bawaan ini merayap sangat lambat. Maka, pemisahan kembar dempet di kepala hingga kini masih terasa sebagai sebuah tantangan medis yang mahasulit. Sejak kraniopagus dicatat sebagai kasus kedokteran di awal abad ke-16 -- data paling tua ditemukan di Worms, Jerman -- baru di tahun 1974 tampil sedikit kemajuan yang berarti. Di tahun itu ahli-ahli bedah saraf Amerika, Todorov, Cohen, dan Spilotro, mengevaluasi 14 laporan operasi pemisahan kraniopagus sejak 1928, dan menerbitkannya dalam sebuah tulisan yang ternyata sangat mempengaruhi upaya pemisahan kraniopagus. Yang penting dari catatan Todorov adalah pembagian empat kategori besar kembar siam yang berhubungan pada bagian kepala. Kraniopagus yang paling ringan pada kategori itu ialah dempet pada dahi. Jenis ini disebut kraniopagus frontal. Yang lebih berat dari itu, kraniopagus parietal, dempet yang bersambungan di bagian atas kepala seperti yang dialami Yuliani-Yuliana. Dua jenis dempet kepala yang lain, terkategori parah: kraniopagus temporoparietal, yakni bersambungan di bagian sisi kepala (telinga) dan kraniopagus oksipital, dempet pada bagian belakang kepala. Setelah informasi tersebar pada tahun 1974 itu, angka kematian total (kedua bayi) pada pemisahan kraniopagus menurun tajam dari 61% menjadi 36%. Berat ringannya keadaan kraniopagus pada kategorisasi Todorov dihitung dari kemungkinan pemisahannya. Keadaan yang terburuk adalah menyatunya seluruh bagian otak. Pada keadaan ini pemisahan tak mungkin dilakukan. Kondisi yang lebih ringan tapi termasuk pelik untuk pembedahan kraniopagus adalah menyatunya sebagian otak besar yang disebut cortex cerebri dan pembuluh-pembuluh darah otak, terutama pembuluh-pembuluh bagian luar (sinus). Selain menyatunya tengkorak kepala, sambungan pada kraniopagus umumnya menyuruk ke dalam, hingga sampai pada selaput luar otak dura matter. Selaput inilah yang mengandung pembuluh-pembuluh utama, sinus, yang tak lain adalah lapisan dura matter yang melipat membentuk pipa pada potongan tengkorak terlihat seperti cekungan. Sinus-sinus yang menyusuri tengkorak bagian dalam ini berfungsi mengalirkan darah dari bagian belakang otak kembali ke jantung. Aliran darah ini berasal dari pembuluh-pembuluh halus di sekujur otak, yang merupakan cabang-cabang sinus dan dikenal sebagai anastomosis. Yang menyulitkan pemisahan kraniopagus terutama adalah menyatunya sinus. Parah tidaknya dempet kepala dapat diukur dari kemungkinan menyatunya pembuluh-pembuluh utama ini. Pada dasarnya, semakin ke belakang daerah dempet di kepala, semakin sulit kemungkinan pemisahan dilakukan, karena semakin banyak kemungkinan sinus yang menyatu. Pada kraniopagus frontal, bersatunya sinus-sinus umumnya tidak parah. Susunan pembuluh di sekitar bagian depan kepala juga menguntungkan bila terjadi sinus yang berdempetan. Fungsi pembuluh utama sinus sagitalis superior -- yang rusak akibat pemisahan masih bisa digantikan anastomose di sekitarnya. Pada kraniopagus panetal, bersatunya sinus mempunyai situasi lebih buruk. Bila sinus sagitalis superior menyatu -- hal yang untung tidak parah pada Yuliani-Yuliana -- cedera akibat operasi bisa fatal, karena fungsinya sulit dialihkan. Pada kraniopagus temporoparietal dan oksipital, kondisi bersatunya sinus umumnya sangat parah, karena di situ terdapat sejumlah sinus penting. Namun, kraniopagus ternyata menyimpan sejumlah keanehan. Bentuk bersatunya cortex cerebri dan pembuluh-pembuluh otak bisa sangat beragam. Kasus yang satu tak pernah persis sama dengan kasus yang lam, dan terdapat banyak kenyataan yang menyimpang dari kemungkinan teoretis. Laporan evaluasi tiga ahli bedah saraf, Buchol, Yoon, dan Shively dari Universitas St. Louis, Missouri, AS, yang diturunkan pada Journal of Neurosurgery, Januari 1987 yang lalu, menunjukkan hal itu. Dalam rangka melaporkan operasi pemisahan kraniopagus yang mereka lakukan, ketiga ahli itu mengevaluasi 21 kasus pemisahan kraniopagus yang tercatat dalam literatur bedah saraf. Tiga kasus dempet dahi pada evaluasi itu terhitung mirip dengan perkiraan teoretis, artinya tidak ditemukan penyatuan cerebral maupun pembuluh-pembuluh otak yang berarti. Satu kasus kraniopagus temporoparietal, dempet samping, juga mirip dengan tebakan teori: terdapat penyatuan berat cortex cerebri maupun sinus-sinus. Namun, dua kasus kraniopagus oksipital, yang menyatu di bagian belakang kepala, memperlihatkan kontradiksi. Pada satu kasus ditemukan keanehan, yaitu penyatuan cerebral dan sinus yang secara teoretis harusnya banyak terjadi, ternyata tidak terlalu parah. Pada kasus yang lain, bersatunya sinus ternyata sangat berat, seperti perkiraan teoretis. Sementara itu, pada 15 kasus kraniopagus parietal -- jenis yang terbanyak -- ditemukan berbagai variasi. Tak ada satu pun kasus dempet kepala seperti yang dialami Yuliana-Yuliani ini menunjukkan kesamaan. Namun, dari berbagai kasus penyatuan pembuluh di otak, hanya satu yang terbebas dari penempelan pembuluh. Selebihnya, 14 kasus, menunjukkan penempelan pembuluh termasuk sinus-sinus. Bisa dimaklumi jika kraniopagus parietal ini terhitung sebagai kasus sulit pada ilmu bedah saraf. Dari 14 kasus yang dievaluasi Bucholz dan kawankawan, 4 operasi gagal total -- kedua bayi meninggal setelah pembedahan dilakukan. Akibat beragamnya kraniopagus, maka tak mungkin memantapkan teknik operasi tertentu, untuk pemisahan saraf. Setiap ahli bedah saraf -- seperti Padmosantjojo harus menghadapi medan dengan menyusun strategi sendiri. Langkanya pengalaman dan contoh soal menyebabkan pemisahan kraniopagus berbeda dengan ilmu bedah lain. Termasuk pemisahan kembar siam dari jenis yang tidak bersambungan di kepala. Operasi terhadap mereka -- yang kepalanya tidak bersambungan itu -- tercatat sekitar 10 kali lebih banyak. Ke dalamnya termasuk pemisahan yang tidak istimewa lagi. Karena itu pula di masa lalu, kembar dempet dan pemisahannya sering menarik perhatian, tapi kini tidak lagi. Kecuali kembar dempet di otak, seperti Yuliana-Yuliani. Operasi kraniopagus, masih merupakan bagian dari ilmu bedah saraf, belum mencatat teknologi andalan. Angka kematian masih terlalu tinggi, hingga tak mungkin mengukuhkan satu himpunan teknik. Pada hasil evaluasi Bucholz, hanya dua kasus yang berhasil -- kedua bayi selamat. Selebihnya punya variasi: salah satu bayi meninggal, kedua bayi mengalami cacat otak, atau salah satu bayi mengalami kerusakan otak. Dalam 21 operasi itu, 20 bayi meninggal. Tentu saja dalam catatan Bucholz yang diterbitkan Januari tahun ini, belum dicantumkan operasi pemisahan kraniopagus oksptal yang spektakuler atas si kembar Patrick dan Benjamin Binders. Soalnya, operasi terhadap kedua bayi dari Ulm, Jerman Barat, itu baru dilakukan pertengahan September lalu di RS John Hopkins Baltimore, Maryland, AS. Pembedahannya makan waktu 22 jam -- dua kali lebih lama dari operasi atas Yuliana-Yuliani. Operasi istimewa ini disiapkan selama lima bulan dan ditangani 70 dokter -- tim terbesar dalam sejarah kedokteran. Puji syukur kepada Tuhan, mereka sukses memisahkan si kembar Binders, satu prestasi dalam sejarah kedokteran yang dibicarakan oleh seluruh dunia. Tak pelak lagi, operasi ini telah membuat terobosan penting dalam operasi pemisahan kraniopagus Berita terakhir, Patrick dan Benjamin sudah lepas dari keadaan coma dan sudah bereaksi. Seperti semua operasi kraniopagus, tim John Hopkins juga menyusun strategi yang belum tercatat dalam literatur. Mula-mula mereka menyusun tim besar untuk mengatasi semua masalah dalam satu kali operasi. Pembedahan direncanakan maraton, tidak bertahap seperti biasanya. Ini dimungkinkan berdasar pertimbangan ahli anestesi dr. Mark Rogers -- yang merangkap ketua tim John Hopkins bahwa anestesi sudah bisa diandalkan untuk mengatasi kesulitan yang bisa timbul dalam sebuah operasi panjang. Misalnya saja, turunnya tekanan darah, akibat kehilangan darah pada otak karena lamanya operasi. Dan perdarahan ini diatasi tim Rogers dengan sebuah metode baru, yaitu menghentikan kegiatan otak selama operasi dilangsungkan, atau membangun kondisi coma dengan memindahkan kendali peredaran darah ke mesin, dan menurunkan suhu si kembar. Metode ini sebelumnya dikenal sebagai salah satu cara mengatasi keadaan gawat dalam operasi jantung. Namun, tim John Hopkins harus bekerja cepat karena keadaan coma yang sekitar satu jam tak bisa diperpanjang. Pada saat itu sinus sagitalis superior yang menyatu harus dipisahkan dengan jalan dipotong dan diganti. Untuk kerja cepat inilah, tim 70 dokter itu melatih diri selama lima bulan dengan melakukan latihan operasi pada boneka. Yang dianggap paling penting pada operasi di John Hopkins itu adalah penemuan media pengganti sinus sagitalis superior. Inilah masalah pelik yang sudah lama tak terpecahkan dalam operasi kraniopagus. Dalam operasi ini, pemisahan sinus biasanya diatasi dengan mengorbankan salah satu sinus, memotongnya, kemudian menyambungnya dengan bahan sintetis. Tim John Hopkins mengganti penambal sintetis itu dengan pericardium, semacam selaput yang terdapat di bagian luar jantung. Para peneliti di John Hopkins menemukan bahwa selaput itu memiliki kesamaan dengan selaput otak dura mater. Seperti diketahui, dura mater itulah yang menggulung dan membentuk sinus-sinus penting di otak. Untuk transplantasi yang dilakukan tim Hopkins, pericardium diambil dari jantung Patrick dan Benjamin sendiri. Bila dibandingkan dengan berbagai operasi pemisahan kraniopagus di Amerika Serikat, teknik Padmo pada Yuliana-Yuliani sama sekali tanpa pemotongan. Ahli bedah saraf Indonesia ini melakukan penyayatan, memisahkan kedua sinus sagitalis superior agar kedua sinus bisa diselamatkan. Penyayatan dilakukan persis di tengah. Usaha ini membutuhkan keterampilan dan kesabaran luar biasa. Memang sejak awal Padmo sudah bertekad melakukan penyayatan, walau literatur tidak mencantumkan teknik itu. Kendati dalam pemeriksaan angiography terbaca sinus sagitalis superior pada Yuliana-Yuliani terpisah, Padmo tetap memperhitungkan kemungkinan adanya penempelan. Walaupun begitu, tak urung ia kaget ketika menemukan sinus itu berimpitan. Akibatnya, jam operasi terpaksa diperpanjang menyimpang dari skenario. "Sangat mungkin terjadi, lubang di antara dua sinus yang menempel tidak mengganggu fungsi dan peredaran darah," tutur ahli bedah saraf ini. Karena itu, pada pembukaan tengkorak kepala, daerah cekungan sinus adalah bagian yang paling akhir dipotong Padmo, dengan tujuan bisa diintip dulu. Padmosantjojo memiliki konsep khas dalam menerapkan bedah saraf: kecermatan kerja yang nyaris seperti operasi mikro. Selain dalam penyayatan sinus, cara kerja ini terlihat pula ketika ia menyayat dura mater di bawah tengkorak. Baik sinus maupur anastomose di sekitarnya tidak mengalami cedera sama sekali. Perdarahan yang terjadi sangat minim. +Karena itu, Padmosantjojo juga ketua tim Prof. Iskandar Wahidayat memperkirakan prognosa Yuliana dan Yuliani sangat baik. Kemungkinan kerusakan otak pun sangat kecil. Beberapa hari setelah operasi dilakukan, ramalan kedua dokter itu terbukti Kondisi Yuliana dan Yuliani stabil, tanpa kelainan sama sekali. Dua pasang mata bayi yang cemerlang, menandakan mereka sehat walafiat. Puji syukur kepada Tuhan, perjuangan berat itu berakhir dengan selamat. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini