Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tiga Kabel Penyinkron Jantung

Alat pacu jantung dengan teknologi baru menjangkau jantung lebih luas. Baru masuk ke Indonesia awal tahun ini.

13 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Kendra Paramita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNAHKAH Anda merasa sesak napas saat beraktivitas dan membaik saat beristirahat? Sesak napas datang saat berbaring, bahkan terasa seperti akan tenggelam? Kaki pun membengkak? Hati-hati, bisa jadi Anda menderita gagal jantung.

Gagal jantung adalah kondisi saat otot jantung tak memompa darah sebagaimana mestinya sehingga tak bisa memenuhi kebutuhan darah tubuh. Menurut guru besar aritmia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Yoga Yuniadi, keadaan ini bisa disebabkan oleh banyak hal. “Seperti penyakit jantung koroner, gangguan otot jantung (kardiomiopati), hipertensi yang tak terkontrol, dan gangguan katup jantung,” kata Yoga, Selasa, 2 April lalu.

Hipertensi lambat-laun bisa membuat otot jantung tak bisa bekerja maksimal. Tekanan darah tinggi juga menjadi penyebab terbesar munculnya penyakit jantung koroner, salah satu pemicu utama gagal jantung (75 persen). Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menyebutkan satu dari tiga penduduk berusia lebih dari 18 tahun (34,1 persen) menyandang hipertensi. Tapi banyak yang tak sadar karena, pada tahap awal, hipertensi tak menunjukkan gejala.

Divisi Kardiologi Departemen Kedokteran Karolinska Institutet, Stokholm, Swedia, menyebutkan 26 juta penduduk dunia menderita gagal jantung. Tanda gagal jantung antara lain tubuh gampang lelah serta rasa sesak napas muncul saat ber-aktivitas dan membaik ketika beristirahat. Selain itu, sesak napas ketika tidur lurus dan membaik saat posisi kepala agak tinggi, kaki membengkak karena cairan, serta nafsu makan menurun.

Kondisi ini tak bisa disembuhkan dan dapat berujung pada kematian. Menurut Yoga, lima dari sepuluh penderita gagal jantung tak bisa bertahan hidup sampai lima tahun. Dalam sepuluh tahun, dari sepuluh orang itu, hanya satu yang mungkin bisa bertahan.

Maka lebih baik mencegah gagal jantung sejak dini dengan gaya hidup sehat, seperti mengurangi makan makanan asin, berhenti merokok, dan mengelola stres untuk menghalau hipertensi. Kalau sudah telanjur terkena penyakit yang bisa menyebabkan gagal jantung, gaya hidup sehat itu mesti tetap dijalankan agar penyakit tak makin parah, dibantu dengan konsumsi obat-obatan.

Tapi kalau gagal jantung sudah terjadi, mau tak mau penderita mesti mengkonsumsi obat. Jika kondisinya sudah parah, bisa dibantu dengan pemasangan alat pacu jantung yang ditanam di dada atau cardiac resynchronization therapy (CRT) pacemaker.- “Ketika obat-obatan tak lagi cukup untuk memacu jantung, dipasangi alat pacu jantung,” ucap dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Sunu Budhi Raharjo.

Alat pacu jantung sebesar separuh telapak tangan perempuan dewasa ini bertugas mengembalikan gerak dinding jantung agar lebih sinkron sehingga bisa cukup menyuplai darah yang dibutuhkan tubuh. Ada beberapa tipe alat tersebut. Tipe konvensional memiliki satu elektroda bipolar untuk menyeimbangkan denyut jantung. Yang terbaru mempunyai empat elektroda dan sepuluh vektor.

“Yang baru ini dengan teknologi Multipoint Pacing, baru masuk Indonesia tahun ini dan baru ada satu pasien yang dipasangi alat ini,” tutur Direktur I Rumah Sakit Columbia Asia Pulomas, Himawan Prasetyo. Badan Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) menyepakati- pemakaian alat ini sejak 2016.

CRT Multipoint ini memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang konvensional. Sunu mengatakan CRT konvensional bisa diterima 60 persen pasien gagal jantung, sementara CRT Multipoint 76 persen pasien. Sisanya tak cukup mendapat manfaat dengan alat tersebut.

Jantung yang semula membengkak karena gagal memompa darah dengan baik pun mengecil. CRT konvensional bisa mengecilkan jantung 14 persen, sementara CRT yang baru bisa menyusutkannya sampai 34 persen. Penurunan rawat inap di rumah sakit juga signifikan, yakni 35 persen lebih rendah.

Namun tak sembarang penderita gagal jantung bisa dipasangi alat ini. Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Dicky Armein Hanafy,  mengatakan CRT baru boleh dipasang pada mereka yang pompa jantungnya sudah tak stabil, yaitu hanya menginjeksi kurang dari 35 persen. Selain itu, denyut bilik kanan dan kiri jantung pasien tak lagi seimbang. “Karena alat ini bertugas menyinkronkan,” ujarnya.

NUR ALFIYAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus