Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jeruk Nipis dan Ginjal |
Gagasan penelitian ini berawal dari pengalaman sebuah keluarga yang memiliki kecenderungan batu ginjal. Seluruh anggota keluarga terkena batu ginjal kecuali seorang anak gadisnya. Setelah diteliti, ternyata si gadis rajin minum air jeruk nipis. Dugaan sementara, jeruk nipis inilah yang menekan pembentukan endapan batu ginjal.
Sementara itu, dalam dunia kedokteran, kapsul kalium sitrat selalu diberikan kepada pasien batu ginjal pascaoperasi. Senyawa ini menguraikan zat-zat-seperti sulfat, fosfat, dan natrium-yang berpotensi membentuk endapan batu yang memicu gagal ginjal.
Sayangnya, harga kalium sitrat lumayan mahal, yakni Rp 3.000 per kapsul, dan harus diminum empat butir sehari selama beberapa minggu. Sja'bani kemudian meneliti kemungkinan jeruk nipis sebagai pengganti kalium sitrat. Kebetulan, jeruk nipis bulat (Citrus aurantifolia) mengandung sitrat yang lebih tinggi ketimbang jeruk nipis oval, jeruk lemon, jeruk manis, atau jeruk keprok.
Berikutnya, Sja'bani, Kepala Instalasi Renal RSUP dr. Sardjito, melakukan uji klinis terhadap 72 pasien batu ginjal pascaoperasi. Responden dibagi dua kelompok. Yang pertama diberi empat kapsul kalium sitrat sehari dan kelompok kedua diberi plasebo. Sebelum dan sesudah penelitian, kondisi kesehatan ginjal responden terus dimonitor.
Setengah tahun kemudian, Sja'bani melanjutkan penelitian selama sepuluh hari. Responden dibagi dua kelompok. Yang pertama diberi minum perasan dua buah jeruk nipis bulat yang diencerkan menjadi dua gelas air jeruk, sekali sesudah makan malam. Dan kelompok kedua diperlakukan dengan plasebo.
Hasilnya, kalium sitrat menekan berbagai kondisi-yakni kenaikan kadar pH dan penurunan kalium-yang memicu endapan batu ginjal. "Hasil serupa juga terjadi pada kelompok yang minum air jeruk nipis," katanya kepada L.N. Idayanie dari TEMPO. Dengan demikian, menurut Sja'bani, minum air jeruk nipis sehari-hari juga berguna bagi mereka yang punya kecenderungan berpenyakit batu ginjal. n
Diagnosis Lupus |
Lupus, penyakit sistem kekebalan yang langka, bisa dideteksi dengan metode baru. Adalah tim ilmuwan Fred Hutchinson Cancer Research Center, Seattle, Amerika Serikat, yang menemukan model diagnosis baru tersebut. Selama ini, lupus-dengan gejala beragam, mulai rambut rontok, ruam kulit, sampai gampang kelelahan-dikenal sebagai penyakit yang sulit ditengarai.
Umumnya, pasien lupus memproduksi antinuclear antibody (ANA), yang terdeteksi melalui uji darah yang disebut tes ANA. Sayangnya, sering pasien tidak memproduksi ANA sehingga penyakit lupus tidak terlacak.
Untuk itu, Mark Roth, peneliti di Hutchinson Center's Basic Sciences Division, mengembangkan metode baru pelacakan lupus. Menurut Roth, seperti ditulis dalam jurnal Arthritis and Rheumatism edisi terbaru, darah penderita lupus membentuk antibodi saat diberi senyawa yang disebut protein SR. Protein ini ditemukan Roth setelah penelitian selama sepuluh tahun terhadap tikus percobaan.
Berikutnya, Roth merancang perangkat tes yang dilengkapi kartu indikator warna. Untuk pasien yang positif lupus, sampel serum darah yang ditetesi molekul SR akan mengubah kartu indikator yang bening menjadi ungu. Efektivitas tes ini antara 50 dan 70 persen. Artinya, perangkat uji Roth memiliki kepekaan yang lebih tinggi ketimbang tes ANA, yang tingkat efektivitasnya 20-50 persen. n
Manikur dan Infeksi |
Manikur (perawatan kuku) dan kosmetik kuku berpeluang menimbulkan alergi dan infeksi. Pernyataan ini dilansir dalam pertemuan tahunan para ahli kulit Amerika, American Academy of Dermatology's, di Tennessee, Amerika Serikat, awal Agustus ini.
Adalah Phoebe Rich, pakar kesehatan kulit dari Oregon Health Sciences University, Portland, AS, yang mengemukakan fakta banyaknya keluhan karena kosmetik kuku yang meliputi alergi, iritasi, dan infeksi. Umumnya, reaksi muncul karena peralatan manikur-misalnya kikir dan batu gosok-yang tidak steril dan berpotensi membawa infeksi virus, termasuk HIV, hepatitis B dan C.
Namun, dalam sebagian kasus, alergi dan infeksi tetap muncul meskipun sterilisasi sudah berlangsung ketat. Menurut Rich, hal ini karena kosmetik kuku ada yang mengandung zat methacrylate (MMA), pencetus alergi. Zat alergen keras ini terdapat dalam pewarna akrilik, pemulas, dan penguat kuku. Semakin tinggi kadarnya, MMA akan menetap dalam tubuh secara permanen. "Susah dihilangkan dan bisa membuat kuku lepas," kata Rich, seperti dikutip Reuters Health, akhir bulan lalu.
Sebenarnya, 23 negara bagian di AS sudah melarang penggunaan MMA. Tapi zat ini masih lazim dipakai, terutama di salon yang memberi layanan dengan potongan harga. Jadi, Rich berpesan, hati-hati memakai kosmetik kuku, pilih yang tidak ber-MMA. n
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo