Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tips Mendongeng tentang Bencana untuk Anak-anak

memberikan pemahaman mengenai mitigasi bencana untuk anak-anak memerlukan perlakuan khusus, salah satunya lewat mendongeng.

19 Januari 2019 | 18.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mardiyah Chamim mendongeng di Tempo Media Week 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengetahuan tentang mitigasi bencana yang baik harus dimiliki siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Namun, memberikan pemahaman mengenai mitigasi bencana untuk anak-anak memerlukan perlakuan khusus, salah satunya dapat dilakukan dengan mendongeng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut pendiri Kampung Dongeng, Awam Prasongko, mendongeng adalah cara ampuh untuk mengenalkan kewaspadaan bencana kepada anak-anak. "Karena dongeng bisa membangun cara berpikir anak-anak, bahkan bisa mengubah perilaku mereka," kata dia. Namun, mendongeng bukan pekerjaan mudah. Selain harus rajin-rajin meriset sebagai bekal untuk mendongeng, ada banyak hal yang perlu diperhatikan.

Berikut adalah tips untuk menyisipkan tentang bencana dan bagaimana menghadapinya untuk anak-anak melalui dongeng:

1. Sesuaikan topik dengan usia anak
Anak-anak berusia lima tahun tidak akan sanggup mencerna informasi yang sangat detail tentang tumbukan antara lempeng benua dapat menyebabkan gempa bumi, dan apa yang menyebabkan lempeng terus bergerak. Orang tua dapat mengambil cerita dari kehidupan sehari-hari, misalnya ketika sedang berada di sekolah, lalu tiba-tiba bumi bergoyang yang menandakan gempa bumi sedang terjadi. Lalu sisipkan tentang apa yang harus dilakukan ketika hal tersebut terjadi.

2. Gunakan alat peraga
Sah-sah saja jika orang tua menggunakan alat bantu peraga seperti boneka supaya anak-anak tertarik. Jika memungkinkan, beri sedikit gerakan, misalnya ketika harus berlindung di balik meja, atau berlari ke tempat yang lebih tinggi. Beri penekanan agar anak tidak takut dan tidak panik dengan membuat kesan tokoh utama sebagai anak yang pemberani dan tidak mudah menangis ketika sedang terjadi bencana.

3. Hindari cerita yang mengandung unsur konflik
Terkadang, kita tergoda untuk memodifikasi cerita dengan menambahkan unsur konflik agar terkesan dramatis. Namun, sebaiknya hindari hal ini karena dapat mengajarkan anak untuk berperilaku buruk seperti iri, menindas, dan sebagainya. Sebaliknya, pilih cerita yang menggambarkan toleransi, saling mengasihi, dan rela menolong dengan ikhlas. Misalnya, ketika ada temannya yang menangis ketakutan usai gempa terjadi, dorong anak untuk menolong temannya tersebut agar tidak lagi merasa takut.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus