Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Manifestasi Covid-19 bisa berupa sakit perut sampai serangan jantung.
Hal itu terjadi lantaran reseptor virus corona baru tersebar di banyak organ dalam tubuh.
Tenaga kesehatan harus lebih teliti dalam memeriksa pasien.
KABAR duka itu diterima oleh keluarga Agus Supriyanto pada akhir Agustus lalu. Ayah mertuanya yang memiliki masalah jantung dilarikan ke rumah sakit karena sesak napas. Namun ia meninggal beberapa jam setelah dirawat. Rumah sakit yang menanganinya menyatakan akan memakamkannya dengan protokol Covid-19. Agus sekeluarga tak terima dengan keputusan itu. “Bapak kami meninggal karena serangan jantung, bukan Covid-19,” kata Agus, 40 tahun, Kamis, 1 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keluarga Agus mengupayakan berbagai cara agar bisa memulangkan jenazah ayah mereka sehingga bisa dimakamkan dengan prosedur biasa. Namun rumah sakit menolak karena mereka menduga ia terjangkit penyakit akibat virus SARS-CoV-2, meski belum ada hasil uji laboratorium. Ayah mertua Agus akhirnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur, yang dikhususkan bagi pasien Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa hari kemudian, keluarga Agus diboyong ke Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, untuk dites usap. Hasil yang keluar pada awal September lalu itu mengejutkan mereka: delapan dari sembilan anggota keluarga yang diperiksa ternyata positif Covid-19. “Ketika itu kami tidak merasakan gejala, semua sehat,” ujar Agus, yang tinggal di Ciracas.
Karena bingung, mereka lalu merunut peristiwa sebelum ayah mereka dilarikan ke rumah sakit sampai akhirnya berpulang. Awal Agustus lalu, ayah mertua Agus juga dirawat di rumah sakit karena masalah jantung. Ia dipulangkan setelah dirawat beberapa hari. Ketika di rumah, ia mengalami demam dan sempat terjatuh di kamar mandi. “Kami pikir Bapak kecapekan,” kata Agus.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret lalu menyebutkan gejala paling umum Covid-19 meliputi demam, kelelahan, dan batuk kering. Sebagian pasien juga merasakan nyeri pada badan dan mengalami hidung tersumbat, pilek, atau sakit tenggorokan.
Setelah kondisi kesehatan ayahnya membaik, giliran ibunya yang ambruk. Vertigonya kumat, ditambah demam dan lemas. Kepada dokter yang memeriksa, ia meminta dirawat di rumah sakit. Namun permintaan tersebut ditolak. Dokter mengatakan ia tak punya masalah kesehatan serius.
Beberapa hari setelahnya, gantian istri Agus yang mengalami demam dan tak bisa mencium bau. Masalah ini hilang beberapa hari kemudian. Setelah itu, tiga anak Agus yang meriang bergantian. Mereka segera sembuh setelah menenggak multivitamin. “Baru saya yang kemudian sakit,” ujar Agus.
Agus mendadak mengalami panas tinggi. Ia menggigil, lemas, dan tak berselera makan lantaran semuanya terasa hambar. Pijatan dan kerikan yang biasanya bisa menyembuhkan saat itu menjadi tak ampuh. Ia malah merasakan gejala tambahan berupa diare, mual, dan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan.
Kepada dokter yang memeriksa, Agus sempat menanyakan apakah ia terserang penyakit akibat virus corona baru. “Dokter bilang paru-paru saya masih baik. Kalau Covid-19 di paru-paru pasti ada yang aneh. Dia menyimpulkan saya kena gejala tifus,” tuturnya.
Namun obat yang diberikan dokter tak mempan mengatasi semua masalahnya itu. Kondisi Agus baru membaik setelah ia meminum obat yang disarankan oleh kawannya. Ia sembuh beberapa hari sebelum ayah mertuanya dirawat di rumah sakit untuk yang kedua kali. “Setelah merunut itu, kami baru curiga, jangan-jangan waktu itu kami pun sakit Covid-19,” katanya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret lalu menyebutkan gejala paling umum Covid-19 meliputi demam, kelelahan, dan batuk kering. Sebagian pasien juga merasakan nyeri pada badan dan mengalami hidung tersumbat, pilek, atau sakit tenggorokan. Namun banyak ahli di seluruh penjuru dunia yang kemudian melaporkan gejala lain. “Manifestasinya banyak. Para ahli menyebutnya doso muko (sepuluh wajah),” ucap guru besar ilmu ortopedi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ismail Hadisoebroto Dilogo.
Para dokter di Cina sudah melaporkan gejala diare pada pertengahan Maret lalu. Laporan yang diterbitkan dalam The American Journal of Gastroenterology menyebutkan bahwa sebagian pasien mengalami diare sebagai gejala awal. Sedangkan masalah pada pernapasan baru muncul setelahnya. Tapi ada juga yang melaporkan bahwa mereka tak menemukan masalah pada saluran pernapasan sama sekali.
Gejala yang tidak klasik ini membuat para pasien tak segera datang ke fasilitas kesehatan, sehingga dikhawatirkan bisa menyebabkan penularan corona yang lebih luas. Para dokter yang menulis laporan itu pun mewanti-wanti agar tidak mengabaikan keluhan diare tersebut.
Ismail Hadisoebroto, yang meneliti sel punca sebagai terapi tambahan untuk pasien Covid-19, juga mendapat laporan bahwa salah satu pasien yang mereka tangani menderita kebocoran lambung akibat corona. Perutnya mesti beberapa kali dibedah untuk mengatasi masalah ini.
Dokter spesialis paru Raden Rara Diah Handayani juga pernah menangani pasien dengan keluhan pada lambung. Gejalanya rasa nyeri pada perut yang mirip dengan dispepsia atau maag. Namun kondisinya cepat sekali memburuk sampai harus dibantu dengan ventilator. Dokter yang curiga bahwa pasien tersebut menderita Covid-19 segera melakukan tes usap pada saluran pernapasan. Tapi hasilnya negatif. “Setelah pengambilan sampelnya dipindahkan ke bagian anal, hasilnya positif,” ujarnya.
Dokter spesialis paru Allen Widysanto menjelaskan, gejala nonklasik tersebut bisa terjadi lantaran virus SARS-CoV-2 memiliki protein spike yang bisa menempel pada angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2), yang terdapat dalam tubuh manusia. Di tempat reseptor yang bisa ditempeli itulah corona bisa menyerbu. “ACE2 itu ada di seluruh tubuh,” tutur Ketua Tim Dokter Paru dan Ahli Medis di Tim Penanganan Cepat Tanggap Covid-19 Siloam Hospitals tersebut.
Jumlah ACE2, kata Allen, bervariasi antara organ yang satu dan yang lain. Jumlah paling banyak ada dalam paru-paru. Karena itu, organ tubuh tersebut yang paling umum diserang virus corona.
Allen dan timnya juga pernah menjumpai gejala lain yang tak lumrah pada medio April lalu. Pasien mereka yang berusia 51 tahun mengalami bentol-bentol seperti biduran. Pasien itu juga mengalami demam, batuk, sesak napas, dan diare. “Waktu itu kami cari referensi soal gejala seperti biduran ini, tapi belum ada yang melaporkan,” ujarnya.
Mereka kemudian menuliskannya dalam Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology. Situs ResearchGate ikut mempublikasikannya pada Mei lalu. Beberapa dokter di negara lain, seperti India dan Skotlandia, melaporkan masalah yang sama kemudian.
Gejala nonklasik lain, kata Allen, adalah serangan jantung yang bisa menyebabkan kematian mendadak. Allen dan timnya pernah menangani pasien yang tiba-tiba meninggal padahal beberapa jam sebelumnya pasien itu masih bisa duduk di ruang unit perawatan intensif.
British Heart Foundation pada Juli lalu menjelaskan, virus corona ternyata bisa meningkatkan risiko pembekuan darah. Darah yang membeku dapat menyebabkan masalah serius. Jika tersumbat di paru-paru, darah beku bisa menyebabkan emboli paru. Kalau masuk ke jantung bisa mengakibatkan serangan jantung. Sedangkan pada otak dapat menyebabkan stroke.
Menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Indah Aprianti Putri, para dokter patut mencurigai stroke diakibatkan oleh Covid-19 jika pasien tak memiliki faktor risiko stroke. Misalnya pasien tak memiliki tekanan darah tinggi, tak punya penyakit diabetes, kadar kolesterolnya aman, ataupun tak punya riwayat penyakit jantung. “Biasanya pasien itu baru pertama kali mengalami stroke,” tuturnya.
Karena gejala Covid-19 yang punya banyak manifestasi ini, Diah Handayani mewanti-wanti masyarakat ataupun tenaga kesehatan untuk sama-sama waspada. Dokter mesti lebih teliti dalam memeriksa pasien dan harus menggunakan alat pelindung diri lengkap. Sedangkan masyarakat mesti menghindari berinteraksi dengan banyak orang dan tetap menerapkan protokol kesehatan. “Karena kita tak tahu dia sebenarnya sakit Covid-19 atau bukan,” katanya.
NUR ALFIYAH, ANITA DEWI, HARFIN NAQSYABANDY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo