Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Cirebon - Makan bubur tapi sekaligus bisa merasakan segar dan gurihnya kuah sop dalam satu suapan? Kuliner khas Cirebon, bubur sop ayam bisa menjadi pilihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sama seperti bubur pada umumnya, bubur sop ayam juga dibuat dari beras yang lebih encer daripada nasi namun tetap terlihat padat. Dalam satu mangkok, berisi bubur yang dilengkapi dengan suwiran ayam, irisan tipis daun kol, soun dan kedelai goreng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak lupa irisan tipis tomat, kentang rebus, taburan bawang goreng dan sebagai pelengkap dibubuhi pula sedikit tauco yang kemudian diguyur dengan kuah sop berkaldu yang bening dan panas. Perpaduan semua pelengkap itu mengeluarkan aroma khas bubur sop ayam Cirebon.
“Di musim hujan seperti ini penjualan bubur sop ayam lumayan. Selain membuat kenyang juga membuat hangat di cuaca yang cukup dingin seperti ini,” tutur Sumija, 61, salah satu penjual bubur sop ayam di kawasan Lawanggada, Kota Cirebon.
Sumija merupakan generasi kedua penjual bubur sop ayam. Sebagai penerus, Sumija mengaku tetap mempertahankan resep bubur sop ayam dari sang ayah. Hingga ia pun memiliki pelanggan tetap, baik pelanggan yang berasal dari ayahnya maupun pelanggan baru.
“Banyak yang dari luar kota berlibur ke Cirebon dan membeli bubur sop ayam ini,” tutur Sumija. Orang-orang tersebut menurut Sumija sebenarnya orang Cirebon yang sudah bekerja di luar kota dan kangen dengan bubur sop ayam buatannya yang resepnya berasal dari orangtuanya.
Untuk semangkok bubur sop ayam pun dijual dengan harga terjangkau. Yaitu Rp 12 ribu untuk satu mangkok bubur sop ayam dan kalau memesan setengah porsi hanya dihargai Rp 10 ribu. “Hanya buburnya saja yang dikurangi, sedangkan taburannya tetap sama,” tutur Sumija.
Sementara itu koordinator Komunitas Pusaka Cirebon Kendi Pertula, Mustaqim Asteja menjelaskan definisi bubur merujuk pada makanan yang komposisinya lebih lembek. “Dibuat dari beras atau kacang-kacangan,” tutur Mustaqim.
Untuk sejarah bubur di Cirebon tidak terlepas dari adanya tradisi sedekah bubur sura yang dibagikan setiap 10 Muharam oleh keraton. Berbagai macam bubur disajikan dan disedekahkan kepada masyarakat. “Untuk bubur beras juga terbagi dua, yaitu beras yang dimakan sehari-hari dan beras ketan,” tutur Mustaqim.
Kalau beras, ada yang dibuat tepung yang kemudian dibuat untuk makanan selingan. Seperti bubur sum-sum atau bubur lemu dengan variasi gula dan santan atau bahan manis lainnya. “Sedangkan bubur untuk sarapan, porsinya dibuat lebih kenyang. Yaitu bubur ayam,” tutur Mustaqim.
Seiring dengan perkembangan zaman, bubur ayam terus berkembang. Hingga akhirnya di Cirebon ada dua bubur yang dikenal, yaitu bubur sop ayam dan bubur ayam yang berkuah kuning. “Asli Cirebon itu bubur sop ayam. Sedangkan bubur ayam berkuah kuning seperti kuah kari berasal dari daerah Parahyangan atau Sunda,” tutur Mustaqim.
Pilihan editor: Arunika: Restoran Suasana Jepang di Kuningan