Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabar duka meninggalnya aktris Korea Selatan Kim Sae Ron pada Minggu, 16 Februari 2025 dikaitkan dengan cancel culture yang dialaminya. Ia diduga mengalami tekanan mental akibat cancel culture. Kim Sae Ron ditemukan meninggal di kediamannya di Seongsu-dong, Seoul.
Apa Itu Cancel Culture dan Dampaknya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Verywell Mind, cancel culture merupakan istilah untuk menggambarkan situasi seseorang melakukan kesalahan atau membuat pernyataan yang menyinggung, kemudian publik di media sosial bereaksi keras dengan memboikot. Mulanya konsep ini lebih dikenal sebagai call-out culture, pelaku kesalahan diberi kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Namun dalam cancel culture seperti tak ada ruang klarifikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kata cancel culture muncul merujuk adegan dalam film New Jack City pada 1991 yang memperlihatkan karakter Nino Brown berkata, “Batalkan dia,” katanya. Ucapan yang ditujuan untuk mantan pacarnya. Frasa itu tak langsung meluas. Frasa tersebut berkembang perlahan dan mencapai puncaknya pada 2014. Kala itu dalam episode acara Love and Hip-Hop: New York. Di situ terucap, "You're canceled."
Dari dua rujukan tersebut, seiring waktu frasa ini berkembang menjadi ungkapan seperti pengenyahan yang umum disebut sebagai cancel culture. Penyebutan kata ini pun akhirnya menjadi kontroversi jika dilihat dari tujuan dan dampak buruknya.
Cancel culture akhirnya mengandung tekanan yang setara dengan perundungan. Jika seseorang pernah terkena cancel culture, ia merasa dikucilkan dan tersingkir secara sosial, sampai ia merasa sangat kesepian. Adapun kesepian dalam tinjauan kesehatan mental kerap dikaitkan dengan tingkat kecemasan, depresi, dan yang terburuk mendorong tindakan percobaan bunuh diri.
Orang yang mengalami cancel culture akan merasa seolah-olah semua orang menyerang bahkan sebelum sempat meminta dimaafkan. Alih-alih melakukan diskusi untuk menguak bagaimana tindakan korban menyakiti orang lain, orang yang melakukan boikot menutup semua komunikasi.
Dikutip dari situs web Therapy Group DC kekhawatiran terhadap cancel culture bisa mempengaruhi munculnya ketakutan bahwa setiap kata atau tindakan akan diperiksa dan dipermasalahkan. Kecemasan ini membuat orang akhirnya memilih untuk diam. Rasa takut ini membebani mental dengan perasaan bersalah atau tidak berdaya karena tidak mampu membela diri atau orang lain.
Pilihan Editor: Indikasi Terdapat Cancel Culture di Lingkungan Kerja
Catatan redaksi:
Jangan remehkan depresi. Untuk bantuan krisis kejiwaan atau tindak pencegahan bunuh diri:
Dinas Kesehatan Jakarta menyediakan psikolog GRATIS bagi warga yang ingin melakukan konsultasi kesehatan jiwa. Terdapat 23 lokasi konsultasi gratis di 23 Puskesmas Jakarta dengan BPJS.
Bisa konsultasi online melalui laman https://sahabatjiwa-dinkes.jakarta.go.id dan bisa dijadwalkan konsultasi lanjutan dengan psikolog di Puskesmas apabila diperlukan.
Selain Dinkes DKI, Anda juga dapat menghubungi lembaga berikut untuk berkonsultasi:
Yayasan Pulih: (021) 78842580.
Hotline Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan: (021) 500454
LSM Jangan Bunuh Diri: (021) 9696 9293.