Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Wisatawan Tak Bisa ke Yogyakarta, yang Kangen Salak Sleman Masih Bisa Terpuaskan

Salak pondoh menjadi merupakan salah satu ikon Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Incaran para wisatawan karena enak dan murah.

27 Agustus 2021 | 20.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salak pondoh. TEMPO/Suryo Wibowo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Wisatawan yang datang ke Yogyakarta belum leluasa bepergian selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM. Destinasi wisata juga masih tutup dan wisata kuliner dibatasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi wisatawan yang suka berburu salak pondoh khas Kabupaten Sleman, Yogyakarta, jangan berkecil hati karena hasil pertanian itu masih bisa dinikmati. Kelompok-kelompok petani salak sudah lama melek teknologi dan kini mampu mengirimkan hasil bumi ke mana saja, sampai mancanegara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Paguyuban Petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman, Yogyakatya, Suroto mengatakan pengiriman salak hingga ekspor sudah mereka lakukan jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi, yakni sejak 2017. "Waktu itu pertama kali kami kirim ke luar negeri sebanyak 150 ton salak," kata Suroto pada Jumat, 27 Agustus 2021.

Sebelum pandemi, wisatawan bebas menikmati dan membeli salak pondoh langsung dari kebun di berbagai dusun dekat lereng Gunung Merapi yakni di Kecamatan Turi dan Kecamatan Pakem. Kebun salak juga tersebar di Kecamatan Tempel, perbatasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dengan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Komoditas unggulan Bumi Sembada ini memiliki cita rasa yang manis, daging buahnya tebal, dan bisa dijadikan oleh-oleh yang murah meriah.

Suroto yang tergabung pada CV Mitra Turindo sebagai eksportir Salak Pondoh Sleman itu menuturkan, ekspor salak terus meningkat setiap tahun, termasuk saat pandemi Covid-19 ini. Dimulai dari 2018 yang ekspornya meningkat menjadi 350 ton, lalu 2019 sebanyak 650 ton. "aru pada 2020, ketika pandemi Covid-19 mulai muncul, ekspor salak menurun jadi 160 ton," kata Suroto.

Penyebab turunnya ekspor saat itu bukan karena pasar mancanegara yang lesu atau tak berminat lagi dengan salak Sleman. Menurut dia, ekspor turun karena saat itu transportasi untuk mengirim barang terbatas lantaran banyak layanan kargo libur. Baru masuk 2021, ekspor kembali normal melalui jalur laut.

"Kami kirim ke Kamboja sebanyak lima ton per minggu dengan kapal laut," ucapnya seraya berharap jalur udara segera buka kembali sehingga ekspor salak para petani dapat berlipat ke berbagai negara. Selain transportasi, kendala lain dalam memenuhi kebutuhan ekspor adalah menurunnya gairah petani salak di Kabupaten Sleman.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DI Yogyakarta, Sugeng Purwanto mengatakan, salak menjadi satu dari dua komoditi unggulan di Yogyakarta yang sudah menembus pasar mancanegara. "Salak pondoh Sleman dan gula semut Kulon Progo menembus pasar ekspor dengan angka rata-rata Rp 53 miliar per tahun," katanya.

Mengenai penurunan produktivitas salak, Sugeng menjelaskan, pemicunya antara lain seretnya regenerasi petani, terjadi alih fungsi lahan, dan usia tanaman yang sudah tua atau mencapai 20 tahun. "Kami akan mencoba meremajakan tanaman salak, memperluas lahan, dan menarik minat generasi muda untuk terjun pada bidang hortikultura ini," kata Sugeng.

Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa menyampaikan bahwa buah salak pondoh menjadi salah satu ikon Kabupaten Sleman. Menurut dia, luas lahan pertanian salak di Kecamatan Turi, Kecamatan Tempel, dan Kecamatan Pakem, saat ini sekitar 3.000 hektare. Dari jumlah itu, yang masih aktif berkisar 1.500 hingga 2.000 hektare.

Tercatat sebanyak 34 kelompok petani salak yang menggarap kebun seluas itu. "Kami berharap petani salak terus bersemangat meningkatkan produktivitas. Jika nanti butuh peremajaan dan pendampingan, kami tentu akan turun tangan," kata Danang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus