Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

<font size=1 color=#FF9900>DANGDUT</font><br />Pedangdut dari Amerika

Arreal Tilghman menjadi penyanyi dangdut profesional pertama asal Amerika. Cengkoknya sempurna, berkat gigih berlatih.

22 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KLIP video dangdut itu berbeda dengan yang biasa bertebaran di layar televisi Tanah Air. Tak ada goyang ngebor Inul Daratista, goyang patah Annisa Bahar, atau goyang gergaji Dewi Persik. Juga gaya rock dangdut ala Alam. Yang ada goyang dangdut ala Amerika: liuk tubuh mengikuti musik dangdut yang tercampur nyanyi rap. Maklum, penyanyinya adalah warga Amerika berkulit hitam. Arreal Tilghman namanya. Dia bakal membuat rekaman album di Indonesia bertajuk Dangdut in America, yang akan beredar November nanti. Untuk itu, dia akan berada di Indonesia sebulan.

Penampilan Tilghman tak kalah oleh para pendekar dangdut, seperti Imam S. Arifin, Meggy Z., atau Hamdan A.T.T. Lagu Duhai Kekasih karya Ihar Suradisastra yang dibawakannya membuat orang ternganga. Cengkoknya itu lo... alamak ”dangdut banget”. ”Dia benar-benar bisa menjiwai lagu itu,” kata Ihar. Komentar itu tidak berlebihan, karena Tilghman memang sudah jatuh cinta pada pandangan, eh… pendengaran pertama. ”Ketika pertama kami mendengar lagu dangdut, hati saya langsung menyatu,” katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Kesengsem saja tidak cukup. Tilghman harus berlatih ekstrakeras demi menjadi pelantun lagu dangdut sejati. Dia berhadapan dengan masalah bahasa. Belum lagi Tilghman harus bisa belajar cengkok dan goyang. Apalagi, ”Saya belum pernah dengar dangdut sebelumnya.” Wajar saja, lagu dangdut di Amerika tak diputar di radio-radio, apalagi warung kopi. Menurut dia, kurang dari satu persen orang Amerika yang pernah mendengar musik dangdut.

Untunglah, Tilghman cepat belajar. Selain memiliki bakat alam, ia rajin berlatih. ”Setiap hari dia mendengar dangdut tanpa henti,” kata pedangdut Thomas Djorgi, yang sempat menjadi pendamping Tilghman selama audisi di Amerika. Kendati begitu, dibutuhkan waktu empat bulan dan penyanyi selevel Trie Utami serta Tommy Ali untuk mengasah cengkok Tilghman.

Setelah lulus, boleh dibilang, Tilghman kini jadi duta dangdut Indonesia di Amerika. Lelaki asal Delaware, Philadelphia, ini jadi orang Amerika pertama yang punya album dangdut dan bakal melakukan promosi ke beberapa daerah di Amerika serta Indonesia.

Kemampuan melantunkan lagu dangdut tak diperolehnya tiba-tiba. Tilghman bukan penyanyi kemarin sore. Sudah lebih dari lima tahun, penyanyi 22 tahun itu ngamen dari satu pub ke pub lainnya membawakan lagu dan musik R&B. Penghasilannya dari memetik lead gitar dan ”tarik urat leher” dengan kelompoknya, G2, saban malam, tak lebih dari US$ 3.000 atau sekitar Rp 28 juta tiap bulan. ”Memang, sangat sedikit,” kata Tilghman. Ya, karena honor itu harus dibagi lima—jumlah anggota band-nya. Nah, siapa tahu nasib Tilghman segera berubah setelah menjadi pedangdut.

Semuanya berawal lima bulan lalu. Tilghman mendengar ada audisi Dangdut in America, yang digelar New Sound Release Productions, untuk kedua kalinya. Yang pertama, pada Januari 2007, telah menghasilkan tiga pemenang dari sekitar 50 peserta. Namun, Rissa Asnan, ketua dan pendiri New Sound Release Productions, tak berhasil merayu para pemenang itu berkarier sebagai penyanyi dangdut. Ini karena rencana memasukkan penampilan pedangdut made in America ke salah satu televisi swasta Indonesia batal. ”Saat itu dangdut lagi tiarap,” kata Rissa, yang juga istri Fouad Kiamilev, dosen teknik elektro di Universitas Delaware, Amerika.

Tahun ini Rissa menggelar audisi kedua dengan jumlah peserta 40 orang. Iming-iming masuk televisi ditinggalkan, diganti dengan tawaran membuat album. Namun tak gampang membawa para pemenang ke Indonesia. Rupanya mereka takut teroris. ”Apa jaminan kamu bahwa anak saya akan selamat?” tutur Rissa menirukan pernyataan salah satu orang tua pemenang audisi yang batal ke Indonesia.

Nah, apakah pedangdut made in America ini akan sukses di Indonesia dan di negaranya? Semua mungkin bergantung pada goyang dan cengkoknya.

Nur Hidayat, Mustafa Silalahi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus