Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gunung Salak adalah ekosistem alami pegunungan tropis yang terletak di ketinggian antara 400 meter hingga 2.210 meter di atas permukaan laut. Gunung yang berada di Jawa Barat tersebut mempunyai peranan penting bagi konservasi keanekaragaman hayati, yang statusnya merupakan taman nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir jlbg.geologi.esdm.go.id, Gunung Salak termasuk ke dalam salah satu gunung api strato aktif tipe A yang telah mengalami beberapa kali letusan sejak 1699-1938. Meskipun memiliki potensi terjadinya letusan karena statusnya yang masih aktif, Gunung Salak tidak pernah sepi dari kegiatan pendakian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut core.ac.uk, Gunung Salak yang masuk dalam wilayah administrasi tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Lebak memiliki jalur pendakian yang terbilang cukup menguras tenaga dengan jalan dan tanjakan yang curam. Lantas, apa saja fakta menarik mengenai Gunung Salak?
Fakta-Fakta Gunung Salak
Berikut beberapa fakta Gunung Salak:
Asal-usul Nama Gunung Salak
Mengutip laman Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, terdapat lima versi terkait sejarah penamaan Gunung Salak, yaitu:
- Berasal dari kata siloka, yang berarti simbol atau sandi, serta salaka, artinya asal-usul.
- Versi lain menyebutkan bahwa penamaan didasarkan pada penemuan buah salak besar.
- Diambil dari nama kerajaan Hindu pada abad ke-4 dan ke-5, yaitu kerajaan Salakanagara.
- Berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu salaka, yang artinya perak.
Riwayat Kecelakaan Pesawat
Beberapa orang meyakini bahwa Gunung Salak memiliki kekuatan yang dapat menarik pesawat hingga terjadi kecelakaan. Berikut beberapa riwayat kecelakaannya:
- Helikopter Sikorsky S-58 jenis Twinpac nomor H-3408 milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) pada 29 Oktober 2003.
- Pesawat Cessna 185 Skywagon pada 20 Juni 2004.
- Pesawat Cassa TNI AU A212-200 pada 26 Juni 2008.
- Pesawat latih jenis Sundowner pada 30 April 2009.
- Helikopter Puma milik TNI AU pada 12 Juni 2009.
- Pesawat Sukhoi Superjet 100 pada 9 Mei 2012.
Kondisi Cuaca Berubah Drastis
Gunung Salak dikenal sebagai salah satu jalur pendakian yang ekstrem, karena memiliki cuaca yang berubah-ubah. Melansir Antara, ketika curah hujan dengan intensitas tinggi, gas hidrogen sulfida dan sulfur dioksida yang dihasilkan oleh Kawah Ratu tidak dapat memuai dan hanya berdiam pada ketinggian satu meter dari permukaan tanah.
Gas-gas yang berdiam di lokasi dengan temperatur sangat rendah itu bisa melebihi ambang batas bahaya, yaitu 30 ppm. Apabila terhirup, maka gas beracun dari Kawah Ratu di kawasan Gunung Salak tersebut sangat membahayakan dan dapat mengancam nyawa.
Jumlah Korban Jiwa
Gunung Salak kerap menjadi tujuan pendakian karena memiliki ketinggian yang cukup rendah. Meskipun begitu, Gunung Salak mempunyai medan yang terjal dan curam serta beberapa kali menelan korban jiwa, di antaranya:
- Enam siswa SMP Negeri 67 Jakarta Selatan ditemukan meregang nyawa di kawasan Kawah Ratu karena menghirup gas beracun pada Sabtu, 7 Juli 2007.
- Pendaki wanita ditemukan tewas di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), diduga karena kekurangan makanan, pada Senin, 31 Desember 2007.
- Mahasiswa berusia 19 tahun meninggal dunia karena cuaca buruk pada Minggu, 19 Januari 2014.
Jalur Pendakian
Gunung Salak dikenal mempunyai jalur pendakian yang sulit dan dikelilingi oleh vegetasi hutan lebat. Adapun jalur pendakian yang biasanya dimanfaatkan oleh para pendaki, yaitu jalur Cimelati, Ciahu, Pasir Reungit, Curug Pilug, Ajisaka, dan Curug Nangka.
Rumah bagi 11 Kelompok Masyarakat Adat
Mengutip Jurnal Biologi Indonesia (2012), di kawasan TNGHS terdapat 11 kelompok masyarakat adat. Masyarakat adat tersebut dalam kesehariannya menjunjung nilai kearifan lokal berupa pikukuh atau ajaran tentang etika manusia terhadap alam yang diwariskan secara turun-temurun.
Salah satunya adalah masyarakat adat Girijaya di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi yang masih mempunyai kearifan tradisional dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Bagi mereka, tumbuhan memiliki nilai spiritual dan berkaitan dengan Sang Pencipta. Atas pandangan itu, masyarakat mengelola sumber daya hayati untuk kebaikan.
Habitat Tiga Hewan yang Dilindungi
Kepala Urusan Perlindungan Hutan dan Kebakaran, Balai TNGHS kala itu, Jaja Suharja Sanjaya mengatakan bahwa di kawasan tersebut ada tiga hewan yang dilindungi, yaitu elang jawa (Spizaetus bartelsi), macan tutul jawa (Panthera pardus melas), dan owa jawa (Hylobates moloch moloch).
“Selain owa jawa, ada juga beberapa primata yang ditemukan di koridor tersebut, seperti surili (Presbytis comata), lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan monyet (Macaca fascicularis),” kata Jaja, seperti dilansir dari Antara, Minggu, 2 November 2014.
Pilihan Editor: Gunung Prau: Sejarah, Pesona Alam, dan Jalur Pendakiannya