Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Alam Masih Murni, Tapi Anoa ...

Pemburu liar berkeliaran di hutan sul-teng. pemerin tah, melalui menteri pertanian menetapkan hutan lo re kalamanta sebagai suaka margasatwa. PBB membantu mengembangkan kawasan itu sebagai obyek pariwisata. (pws)

3 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTENGKARAN kecil terjadi di lapangan terbang Palu. Seorang pengusah terkekuka bermaksud membawa sepasang anoa sebagai oleh-oleh untuk tamannya di Jakarta. Sebelum kerangkeng anoa itu dinaikkan ke atas pesawat, petugas menanyakan Surat Izin Dinas Kehutanan Seksi Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA). "Ini kan binatang liar? Kita bisa seenaknya menangkap atau menembaknya di hutan. Kenapa mesti pakai surat-surat segala?", tukas pengusaha itu marah-marah. Di saat lain satu team asing tamu seksi PPA yang sedang berkelana di dalam hutan mendengar bunyi berondongan tembakan senapan. Rasa ingin tahu segera membawa mereka bertemu dengan penembak-penembak tadi. Di ujung kaki seorang kaki seorang pemegang senjata sedang tergeletek seekor anoa dengan otak terhambur. Sulawesi Tengah memang masih sorga pemburu liar. Seksi PPA Sulteng yang terbentuk 6 tahun lalu belum juga bisa menyentuh hal-hal seperti di atas. Kekurangan pengertian, ditambah kurangnya aparat pengawas, menyebabkan pemburu itu bisa menghabiskan nyawa seekor satwa sekedar iseng. Atau, untuk mempertontonkan kebolehannya, mempermainkan senjata. Menurut ir. Marna.S.Suryaningrat, staf ahli PPA setempat, seorang pemborong jalanan pernah memberondong beberapa ekor kus-kus (Phalanger Maculatus) yang dilindungi hanya untuk mencoba senjata barunya. Untunglah keadaan ini sudah agak maju dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dulu berhaai jenis satwa spesifik Sul-Teng bisa seenaknya dibawa ke luar. Tidak Input pula segala jenis tanaman hutan seperti anggrek. Boleh dikata, setiap rombongan asing yang sempat masuk ke pedalaman Sul-Teng ke kembali dengan membawa satwa dan tanaman spesifik daerah itu untuk oleh-oleh. Kenapa orang tidak ngiler membawa anoa ke luar Sul-Teng, jika ada orang asing mau membeli sepasang anoa seharga Rp 10 juta?", tanya Marna. Hutan Purba Memang sudah sejak lama disadari pentingnya menyediakan areal perlindungan untuk menghindarkan bahaya kemusnahan satwa khas Sul-Teng. Khususnya anoa anoa-depressicomis) yang tidak terdapat di bagian dunia lain dan telah terdartar sebagai satwa yang hampir punah (lihat box). Akhirnya apa yang diharapkan itu datang juga. Dengan keputusan Menteri Pertanian 20 Oktober 1973 hutan Lore Kalamanta seluas 331 ribu ita ditetapkan menjadi suaka margasatwa keempat di Sul-Teng. Bahkan dengan bantuan tenaga-tenaga ahli FAO/ PBB suaka margasatwa itu akan ditingkatkan menjadi obyek turisme, guna menandingi Ujungkulon yang sudah lama populer. Suatu perencanaan lengkap sementara disusun untuk dimintakan persetujuan Pusat. Menurut administrasi pemerintahan, hutan Lore Kalamanta termasuk wilayah kabupaten Poso dan Donggala. Dari Palu suaka itu dapat dicapai dengan mengendarai mobil sejauh 100 Km sampai ke pinggir lokasi. Sedang dari Poso dapat ditempuh dengaul mobil sejauh 55 Km melalui Tentena dan jalan kaki sampai batas suaka sejauh 75 Km. Medannya berbukit-bukit dan bergunung. Lereng landai sedikit sekali. Kebanyakan curam menanjak sampai ketinggian 500-2000 meter di atas muka laut. Di sela-sela gunung kadang-kadang terdapat lembah rumput, alang dan rawa-rawa. Pada bukit dan lereng yang terjal acapkali menyembur air panas berbelerang. Kompleks hutan dikelilingi aliran sungai Lariang yang berasal dari danau Tawelia -- dan sejumlah anak sungai -- untuk akhirnya bermuasa di Selat Makassar. Suaka margasatwa ini terdiri atas hutan primer yang ditumbuhi pohon purba yang besar-besar, hutan sekunder dengan semak- belukar, bekas-bekas ladang yang sudah ditinggalkan oleh penduduk, serta padang alam yang ditumbuhi rumput dan alang-alang yang luas sekali tempat penduduk berburu rusa. Para wisatawan dapat mengelilingi areal suaka margasatwa dengan mengendarai kuda sepanjang 200 Km. Perjalanan berkuda itu dapat ditempuh dalam 5 sampai 7 hari. Sepanjang perjalanan mereka dapat menatap perbukitan yang membiru, air terjun di tengah hutan, sumber air panas --- dan 15 macam patung peninggalan zaman lampau. Di sela-sela keindahan alam itu orang dapat menyaksikan pembajakan sawah menurut tradisi setempat: pak tani memakai 20 ekor kerbau diiringi pantun pantun para kelompok pekerja sawah Atau penggembalaan rusa. Atau daerah ular sawah yang dijadikan makanan pokok penduduk setempat, sambil mengecap bermacam kesenian daerah. Pada ketinggian 500-2000 meter dari muka laut para wisatawan dapat mengenyam udara pegunungan yang lebih sejuk dari pada pengatur udara di hotel. Menurut adat setempat penginapan dapat disediakan secara cuma-cuma di tiap desa, yang dikenal dengan sebutan "baruga". Dalam baruga itu wisatawan dapat tidur tanpa bayar. Dapat memasak sendiri, atau minta bantuan penduduk setempat. Pejalan kaki di daerah suaka itu akan dipesona oleh keragaman fauna dan flora di sisi timur garis Wallacea itu Rusa, anoa, babirusa, kera hitam dan kuskus, itulah koleksi yang paling sering ditemui. Transpor pun transpor alam Jika anda naik mobil melewati hutan suaka yang hampir 100% alam itu, mana bisa mengharapkan ada jalan-jalan mobil melingkar-lingkar seperti di cagar alam-cagar alam Afrika yang sudah lama terbina? Maka dengan jalan kaki atau menunggang kuda saja, orang bisa lebih saksama mengamat-amati hutan damar jenis phillipineusis yang hampir murni di ketinggian yang dingin, paku-pakuan dan macam-macam lumut,jejeran hutan lada (eucalyphs deglupta) di sepanjang aliran sungai yang berliku-liku dan jernih airnya, gerombolan pohon mirip palem tapi berduri seperti rotan, dan berbagai jenis pinang merah, kuning dan hijau. Juga dapat ditemui anggrek liar jenis eria sp. yang mempunyai rangkaiau bunga sepanjang 1 meter, hutan kayu manis (cinnamomun burmanji), danau-danau kecil, serta sungai yang dasarnya dilapisi batu-batuan lepas berwarna-warni, tempat margasatwa melepaskan dahaganya .... sudahlah. Tulisan ini sudah mirip brosur pariwisata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus