Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Anak-anak lampion

Percobaan karnaval lampion diadakan di taman impian ancol. macan, burung, angsa & bintang lainnya yang ditampilkan belum menyerupai bentuk yang sebenarnya. dan ternyata biayanya juga amat mahal. (hb)

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK Jakarta banyak yang mendatangi Taman Impian Ancol untuk melewatkan malam Minggu. Tapi malam Minggu 28 Oktober lalu memang spesial. Kelompok seniman yang mendiami kios-kios di Pasar Seni, keluar dari liang mereka bergabung dalam sebuah barisan lampion yang mengalir dari arah totem di ujung Kompleks, merambat ke arena pergelaran, kemudian membelit Gelanggang Samudera dan akhirnya memecah kembali di Pasar Seni. Sekitar pukul 8 waktu Pasar Seni, para pengunjung mula-mula bingung melihat 30 orang pramuka cewek dari Jakarta Utara berbaris tiga-tiga sambil memukul kentongan. Tatkala kemudian corong menyerukan lampu dipadamkan, baru jelas bahwa anak-anak itu mengenakan mahkota rotan yang dihiasi lampu-lampu kecil merah, hijau dan kuning. Nyala lampu itu berasal dari aki yang disandang masing-masing. Cahayanya bergoyang-goyang mengikuti suara kentongan. lnilah kepala barisan. Kemudian tampak seekor burung besar yang dibangun dengan rangka rotan dan dihiasi lampu-lampu kecil pula. Tak begitu jelas ini burung yang terdapat dalam suaka alam Indonesia atau burung jenis baru. Di belakangnya menyusul sebuah gerobak yang mengangkut Si Buta dari Braga (Bandung) yang telah tersohor sebagai "Braga Stone. " la membawa kecapi dan harmonika. Dengan rindunya ia menyanyikan lagu "Somewhere My Love," Love Is A Many Splendoured Thing." Kata orang, burung yang aneh itu tampak seperti terbang. Kelompok macan, di belakang burung, mengenakan kaos dan celana merah. Untuk meyakinkan kemacanannya, sambil menggiring macan-macanan lampu itu orang-orang ini berjoget sambil mengaum-ngaum. Mereka juga diperkuat oleh rombongan reog Ponorogo. Lalu menyusul rombongan angsa yang menimbulkan gerrr karena binatang yang begitu besar itu telurnya hanya bola pingpong. Pengacara sendiri (pembawa acara, maksudnya) menerangkan hal itu dengan mengejek sendiri angsanya: "Wah, angsanya besar kok telurnya kecil?" Kelompok Hannibal Yang tidak ingin bergurau adalah kelompok gajah. Berbeda dari rombongan yang mendahuluinya, mereka sangat serius. Bagai pasukan Hannibal yang menyerbu Roma dengan gajahnya, mereka pun menyerbu karena pergelaran dengan seram. Tetapi begitu masuk arena, keseraman itu mendadak encer. Gerobak yang menarik gajah-gajahan itu berhenti. Orang-orangnya mengaum seperti harimau, lalu bersila di ubin arena, langsung menyembah ke arah gajah. Tingkah yang bertentangan dan berbalik dengan mendadak ini merupakan kejutan yang sangat menghibur. Penonton tertawa lepas. Apalagi musik yang mengiringi mereka dipilih tanjidor. Lalu muncul lampion ondel-ondel. Para pengiring sebaian besar cewek. Suasana jadi berubah santai. Andaikan tidak di tahan oleh pengarah acara, beberapa penonton sudah siap tempur untuk terjun berjoget bersama ondel-ondel. Di belakangnya, sebagai puncak barisan, nongol kelompok akuarium. Rombongan ini diisi oleh Pramuka Jakarta Utara. Di tengah kelihatan seekor cumi0cumi menggeliat. Ada kuda laut, ada ikan pesut, ada beberapa macam ikan yang mewakili dasar laut. Iring-iringan tidak lewat begitu saja. Di arena merek berputar mengelilingi penonton. Kertas lampion berbunyi gemerisik, sementara lampu-lampu telah menciptakan musik dan suasana tersendiri. Kelompok yang dilatih anak-anak Teater Mandiri ini memang pantas sebagai gong barisan. Ia menciptakan suasana meriah. Menurut Suluh Darmadji, bagian program Taman Ancol, karnaval ini hanya merupakan percobaan. Bila menemukan bentuknya nanti akan dijadikan acara kontinyu. Pembuatan lampion, biaya latihan serta uang lelah para pesertanya,katanya sekitar Rp 7 juta. Karnaval yang sebenarnya ingin menyontek keramaian di Disney I.and, Los Angeles ini, memang kelihatan amat mahal. Tapi menurut Suluh, bila dikaitkan dengan pemasukan uang dari pengunjung tidak terasa berat lagi. Dari segi pertukangan, lampion burung terbang dan ikan termasuk berhasil. Binatang-binatang yang lain masih belum jelas. Kalau pengarah acara tidak menyebut nama macan atau angsa, penonton ya masih sulit mengenalinya karena garis-garis yang terbentuk oleh lampu-lampu masih kurang selektif. Kebanyakan lampu malah mengaburkan bentuk. Tak apalah, hiburan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus