Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Asal Usul Kampung Kauman Yogyakarta, Tempat Kelahiran KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah

KH Ahmad Dahlan lahir di Kauman pada 1 Agustus 1886. Kampung Kauman ini ditetapkan sebagai Desa Wisata oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta.

2 Agustus 2022 | 07.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kiai Haji Ahmad Dahlan atau KH Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta pada 1 Agustus 1886. Selain bersejarah sebagai tempat kelahiran sang Pahlawan Kebangkitan Nasional, Kampung Kauman ditetapkan sebagai Desa Wisata oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta. Seperti apa sejarah Kampung Kauman ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kauman merupakan sebuah kampung yang terletak di kelurahan Ngupasan di kecamatan Gondomanan, Yogyakarta. Lokasinya berada di selatan Malioboro dan di utara Kraton Nyayogyakarta. Bagian timur kampung ini dibatasi Jalan Pekapalan dan Jalan Pangurakan, sedangkan bagian barat dibatasi Jalan Nyai Ahmad Dahlan atau dulu dikenal dengan Jalan Gerjen. Sementara bagian utara dan selatan masing-masing dibatasi oleh Jalan K.H.A. Dahlan dan tembok benteng Kraton Yogyakarta. Hanya membutuhkan waktu 10 menit jalan kaki dari Kraton Kasultanan Yogyakarta. Sementara jika jalan kaki dari Jalan Malioboro, menghabiskan waktu sekitar 15 menit.

Asal Usul Kampung Kauman

Mengutip buku K.H. Ahmad Dahlan (1868 – 1923) oleh Nur Khozin dan Isnudi, asal-usul Kampung Kauman memiliki keterkaitan dengan sejarah Kesultanan Yogyakarta yang didirikan berdasarkan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian yang ditandatangani Gubernur Nicollas Hartigh itu menjadi salah satu bentuk politik pecah belah pemerintah kolonial Hindia Belanda. Tujuannya untuk melemahkan pengaruh dan wewenang pemimpin lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan Perjanjian Giyanti, kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi bergelar Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Abdurakhman Sayyidin Panatagama Khalifatullah. Sultan Hamengku Buwono I yang merupakan seorang arsitek kemudian merancang dan membangun sistem tata kota Kesultanan Yogyakarta. Per 7 Oktober 1756, Sultan Hamengku Buwono mulai menempati keraton dan menjadikannya sebagai pusat aktivitas kegiatan masyarakat.

Menurut Doktor di Universitas Gadjah Mada, Sidik Jatmika, dalam bukunya Kauman : Muhammadiyah Undercover (2010), kampung-kampung yang berada di pinggiran benteng keraton kemudian diberi nama unik. Nama ini sesuai dengan profesi mayoritas warganya. Sementara berdasarkan letaknya, perkampungan di sekitar keraton dikelompokkan ke dalam dua wilayah, yaitu njeron benteng dan njaban benteng. Njeron benteng merupakan kawasan dalam kompleks keraton, sedangkan njaban benteng adalah kawasan di luar keraton.

Kampung di wilayah njeron benteng merupakan tempat tinggal abdi dalem. Abdi dalem adalah orang yang sehari-hari menangani urusan rumah tangga keraton. Sedangkan kampung njaban ditinggali oleh komunitas lain, tersebar dari Tugu hingga Panggung Krapyak. Kampung Kauman terletak di wilayah njeron benteng. Disebut Kauman lantaran warga yang tinggal di kampung ini merupakan abdi dalem yang ditugaskan oleh sultan untuk mengurusi urusan agama, seperti dikutip dari buku Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah (2010) oleh Ahmad Adaby Darban. Nama Kauman berasal dari bahasa Arab, qoimmuddin, artinya penegak agama.

Keberadaan Kampung Kauman dilatarbelakangi oleh pembangunan Masjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat pada 29 Mei 1773. Bersamaan dengan selesainya pembangunan masjid tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono I mengangkat abdi dalem untuk menghidupkan aktivitas dalam masjid. Abdi dalem ini memegang jabatan keagamaan dan mendapatkan tanah dari sultan, sebagaimana diungkapkan oleh Guillaume Frédéric Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa Studi Mengenai Sejarah Islam di Indonesia Awal Abad XX (1987).

Ayah Ahmad Dahlan, Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman, merupakan salah satu abdi dalem Kesultanan Yogyakarta. Dia menjabat sebagai khatib di Masjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang bertugas memberikan khotbah salat Jumat secara bergiliran dengan khatib lainnya. Ahmad Dahlan kecil, yang kala itu masih bernama Muhammad Darwis, dididik secara langsung oleh orang tuanya dalam lingkungan keluarga di Kampung Kauman ini. Muhammad Darwis mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan menjelang pulang usai menjalankan ibadah haji dan menuntut ilmu selama lima tahun di Makkah.

Kini Kampung Kauman ditetapkan sebagai Kampung Wisata. Kampung ini diklaim sebagai satu-satunya Kampung Wisata yang berbasis religi agama Islam. Kampung Kauman memiliki nilai sejarah syiar keislaman, khususnya sebagai berdirinya organisasi Islam Muhammadiyah di Yogyakarta, seperti dikutip dari laman pariwisata.jogjakota.go.id.

Salah satu bangunan yang wajib dikunjungi saat menyambangi Kampung Kauman adalah Masjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dibangun sejak 1773. Tapi tak hanya itu, di kampung ini juga tersimpan tempat-tempat bersejarah saksi bisu perjalanan tokoh nasional sekaligus pendiri Muhammadiyah, KH  Ahmad Dahlan.

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus