Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Bagai Pinang Dibelah, Lalu Jadi Piring Khas Musi Banyuasin

Warga Desa Mendis di Sumatera Selatan memanfaatkan berlimpahnya tanaman pinang, untuk disulap menjadi piring dan perkakas lainnya.

5 Januari 2020 | 08.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pelepah pinang dimanfaatkan untuk dijadikan piring dan kotak nasi oleh warga desa Mendis, Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Satu piecenya di jual dengan harga Rp1.000-1.800. Parliza Hendrawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Palembang - Ini bukan soal peribahasa bagai pinang dibelah dua, untuk menggambarkan saudara kembar. Tapi pelepah pinang yang dibelah kemudian dijadikan piring dan perkakas lainnya.

Di Desa Mendis, Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pinang dulunya kerap dianggap Pelepah pinang selama ini sering dianggap sampah.
Petani tidak memiliki pilihan lain selain membakarnya bila mulai tampak merusak pemandangan. Hanya beberapa lembar saja yang dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga semacam penutup tempayan. Namun saat ini warga yang bermukim di kawasan hidrologis gambut Sungai Merang, mulai memanfaatkannya untuk pembuatan piring, kotak nasi.
 
Piring-piring itu dibeli wisatawan sebagai buah tangan, sedangkan pemerintah setempat menjadikannya produk utama pengganti wadah plastik dan stereofoam. 
 
Untuk melihat tekad warga Mendis menangkap peluang pengayaan manfaat pelepah pohon pinang, pada Minggu, 15 Desember yang baru lalu, TEMPO menemui kelompok Koperasi Mendis Maju Bersama (MMB).
 
Warga Desa Mendis, sedang memotong pelepah pinang untuk dicetak menjadi piring. TEMPO/Parliza Hendrawan
 
Tiba di desa yang berjarak sekitar 8 jam perjalanan darat dari Kota Palembang ini, saya langsung disambut suara mesin pemotong pelepah pinang. Kebetulan saat itu menurut Supriyanto, ketua koperasi MMB ia dan rekan-rekannya tetap kerja meskipun di hari libur guna mengejar pemenuhan permintaan sebuah restoran di Jakarta.
 
"Pendatang sangat tertarik untuk oleh-oleh, bahkan mereka ada yang minta dikirim piring dan kotak nasi sebanyak 2.500 biji," kata Supriyanto. 
 
Untuk memproduksi peralatan makan dari pelepah pinang tidak terlalu sulit. Sebelum dicetak menggunakan mesin pres, pelepah dicuci bersih menggunakan air. Selanjutnya dikeringkan baik menggunakan pemanas elektrik maupun secara manual di bawah terik matahari.
 
Selanjutnya, dilakukan pemotongan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Kemudian pelepah ditaruh di tempat penyimpanan bahan baku atau bisa langsung dicetak. "Sebelum cetak, pelepah harus dibasahi agar lebih lentur dan tidak gampang sobek," kata Supriyanto. 
 
"Tidak perlu dipelitur karena dia mengkilat secara alami," imbuhnya. Persedian bahan baku terbilang mencukupi dari sekitar Desa Mendis. Bila kekurangan, Supriyanto mendatangkan bahan baku langsung dari Jambi yang berjarak sekitar 2 jam dari Desa Mendis.
 
 
Pada tingkat petani, ia membelinya Rp300-400 per lembar berukuran lebar minimal 25 cm. Setiap lembar bahan bisa dijadikan maksimal 2 produk. Setelah melalui berbagai pentahapan produksi, piring dan sendok pelepah siap dipasarkan dengan harga mulai dari Rp1.500-1.800 setiap bijinya. "Kalau cuaca bagus kami bisa produksi hingga Rp50.000 biji sebulannya," ujarnya.
 
Sementara itu Wijaya Asmara, Comunity Bussines Development Specialist, Kelola Sendang ZSL Indonesia menjelaskan, pihaknya memberikan pendampingan dari hulu hingga hilir agar masyarakat tidak lagi memandang pelepah pinang sebagai sampah.
 
Produk dari pelepah pinang yang siap dikirim ke pemesan. Bahan baku diperoleh dari warga Desa Mendis hingga Jambi. TEMPO/Parliza Hendrawan
 
Selain itu, pendampingan berupa pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dilakukan untuk mengurangi ketergantungan warga dari pemanfaatan hasil hutan secara ilegal seperti perambahan dan membuka dengan cara membakar. "Karya warga Desa Mendis sudah kami daftarkan patennya pada kantor Kementerian Hukum dan HAM," katanya. 
 
Ke depannya menurut Wijaya, pihak Kelola Sendang-ZSL Indonesia akan meningkatkan kemampuan pengrajin, dalam hal pengembangan produk dan usaha. Bila hari ini baru mampu memproduksi piring dan kotak nasi, tidak lama lagi warga bisa membuat sendok, gelas, dan mangkok. Sedangkan sisa potongan pelepah dipastikan bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi dan kambing. 
 
PARLIZA HENDRAWAN
 
 
 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus