Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Beda Sadranan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dan Surakarta

Kehadiran dua kelompok abdi dalem dari dua kerajaan yang berbedahanya ditemukan di kawasan Makam dan Masjid Agung Kotagede, Yogyakarta.

26 April 2019 | 15.09 WIB

Sejumlah abdi dalem Keraton Surakarta menuju Masjid Agung Kotagede, Yogyakarta, untuk berdoa bersama sebelum memualai tradisi sadranan atau membersihkan Makam Raja-raja Mataram di Kotagede menjelang Ramadan, Minggu, 21 April 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Perbesar
Sejumlah abdi dalem Keraton Surakarta menuju Masjid Agung Kotagede, Yogyakarta, untuk berdoa bersama sebelum memualai tradisi sadranan atau membersihkan Makam Raja-raja Mataram di Kotagede menjelang Ramadan, Minggu, 21 April 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah ritual dilakukan di sebagian daerah Pulau Jawa menjelang bulan puasa Ramadan. Salah satunya adalah tradisi sadranan atau nyadran, yaitu bersih-bersih makam. Tak hanya tempat pemakaman umum, makam para raja di Makam Raja-raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta juga dibersihkan. Ritual nyadran di makam raja ini berbeda dari makam pada umumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di makam Raja-raja Mataram Kotagede, Yogyakarta terdapat makam raja pertama Kerajaan Mataram Islam, Panembahan Senopati dan makam ayahnya yang menjadi pendiri Kerajaan Mataram Islam, Ki Ageng Pemanahan. Ada pula makam anak Raja Mataram Islam Panembahan Senopati, Panembahan Hanyakrawati; makam Sultan Hamengku Buwono II; dan makam Sultan Pajang Hadiwijaya yang memberi hadiah Alas Mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan.

Sebelum memulai tradisi sadranan, para abdi dalem berbaris di depan kompleks makam Raja Mataram dengan mengenakan beskap biru dan berkain jarit. Mereka berbaris dua-dua menuju Masjid Agung Kotagede. Mereka membawa aneka ubarampe yang diletakkan di atas nampan yang ditutup kain merah. Ada pula yang berisi sesaji makanan, seperti ingkung.

Sampai di Masjid Agung Kotagede, semua ubarampe itu diletakkan di lantai masjid. Para abdi dalem kemudian duduk berbanjar untuk berdoa bersama. “Ini barisan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta,” kata Arta, anggota Paksi Katon yang mengawal barisan abdi dalem tersebut.

Sementara sadranan yang dilakukan abdi dalem Keraton Kasultanan Yogyakarta dilakukan esok harinya. Sadranan abdi dalem Keraton Yogyakarta biasanya tidak hanya dilakukan di Kompleks Makam Kotagede. Abdi dalem Keraton Yogyakarta melanjutkan tradisi nyadran ke Makam Hastorenggo yang merupakan pemakaman keturunan Sultan Hamengku Buwono VIII. Lokasinya di selatan Makam Raja-raja Mataram Kotagede. Di sana terdapat makam adik Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendara Pangeran Haryo Joyokusumo.

Kehadiran dua kelompok abdi dalem dari dua kerajaan yang berbedahanya ditemukan di kawasan Makam dan Masjid Kotagede. Musababnya, kawasan tersebut merupakan lokasi pertama didirikannya Kerajaan Mataram Islam yang menjadi cikal bakal Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta yang masih berdiri hingga kini.

Kerajaan Mataram Islam pecah menjadi dua, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Perpecahan wilayah itu tertuang dalam Perjanjian Giyanti di masa Pakubuwono III pada 13 Februari 1755. Dengan adanya dua kerajaan ini, maka masing-masing kerajaan punya karakteristik berbeda.

Pemandu wisata dari Jelajah Pusaka Kotagede, David Nugroho menjelaskan perbedaan karakter antara abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan abdi dalem Keraton Surakarta. "Pertama, bisa dilihat dari deretan rumah-rumah tempat tinggal para abdi dalem," kata David Nugroho.

Rumah-rumah para abdi dalem berderet saling berhadapan dan berbanjar ke timur di depan gapura menuju Kompleks Masjid Agung Ktagede yang dibelah jalan. Setiap deretan rumah dihuni terpisah sisi kiri dan kanan antara abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan abdi dalem Keraton Surakarta.

Sebuah situs Tugu Jam di halaman Masjid Agung Kotagede, Yogyakarta, yang dibuat oleh Sunan Pakubuwono X untuk menandai kawasan makam dan masjid Kootagede tidak hanya dimilik Keraton Yogyakarta, tetapi juga Surakarta. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Kedua, tugu jam. Tugu setinggi sekitar 2 meter berada di pelataran Masjid Agung Kotagede. Tugu jam itu dibangun oleh Raja Keraton Surakarta, Sunan Paku Buwono X. Tugu jam ini menjadi penanda, meski masjid dan makam berada di wilayah Keraton Yogyakarta, tapi Keraton Surakarta juga mempunyai hak di sana.

Andil dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terlihat dari bentuk pagar masjid. Pagar di sisi utara menggunakan ornamen bulat, sedangkan ornamen pada pagar di sisi selatan berbentuk lonjong. “Seolah menyatakan ini dibuat berdua, bukan hanya Keraton Yogyakarta, tapi juga keraton Surakarta,” kata David Nugroho.

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus