Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X memberi pesan khusus kepada para abdi dalem saat momentum Syawalan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta pada Selasa, 7 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, tanpa kecuali, memiliki kewajiban melaksanakan dan nguri-nguri (melestarikan) ajaran leluhur (pendiri Kerajaan) Mataram," kata Sultan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ajaran leluhur Mataram tersebut, kata Sultan, perlu diamalkan untuk mencapai ikhtiar yaknu Hamemangun Karyenak Tyasing Sasama atau berbuat untuk menyenangkan hati sesama manusia. Ini bisa juga diartikan saling menghargai dan memberikan kesejahteraan.
Sultan mengatakan, banyak ajaran yang telah ada sejak zaman para pendahulu Mataram. Apalagi, sejak masuknya Islam di tanah Jawa, dan masyarakat mulai mengenal Al-Quran dan muncullah kitab-kitab penuh tauladan.
Banyaknya kitab ini, berasal dari isi dan makna Al-Quran yang penuh petunjuk, diantaranya adalah Suluk Seloka dan Kitab Wedha-Mantra yang bisa menjadi pegangan hidup.
Pada kitab Wedha-Mantra yang digubah oleh Sunan Kalijaga misalnya, Sultan menjelaskan, banyak pesan kebatinan dan spiritual yang apabila diamalkan, berdampak positif bagi sisi baik seseorang.
Selain itu, pada kitab tersebut juga berisi bab zikir, yang saat ini sangat relevan dengan tembang Tamba Ati, gubahan Sunan Bonang. Hal ini hingga saat ini bisa menjadi pegangan bagi masyarakat.
“Saat hidup di dunia yang makin serba instan ini, kita perlu melestarikan kebudayaan yang penuh dengan pitutur luhur dari pendahulu," kata dia. "Apalagi dalam Al-Quran, banyak petunjuk di sana yang berisi tauladan, dan bukan intimidasi."
Ajaran Trilogi Wiryo Artha Winasis
Selain itu, Sultan juga menegaskan pula, agar generasi muda juga mengamalkan ajaran trilogi Wiryo (Wirya) Artha Winasis pada Serat Wedha Tama. Wirya merujuk makna keluhuran dan kekuasaan. Orang yang luhur adalah orang dihormati orang banyak.
"Orang dihormati karena keutamaannya, bukan kekuasaannya. Demikian pula orang yang berkuasa, kuasa bukan berarti boleh melakukan apa saja, kehendaknya dituruti semua orang, dimana saja dan kapan saja ada yang melayani," kata dia. "Pesan ini adalah agar tidak ada kesewenang-wenangan."
Sementara ajaran Arta, berarti uang atau harta. Menurut Sultan dalam memahami Serat Wedha Tama, harta bukan sebagai tujuan. Harta adalah alat untuk mencapai tujuan. Harta harus dipunyai supaya roda kehidupan lancar.
"Negara pun demikian, pembangunan bisa berjalan dengan dukungan finansial. Maka sudah dipastikan, tidak salah mengejar materi, namun jangan menjadikannya tujuan utama dan satu-satunya," kata dia.
Adapun ajaran Winasis, berasal dari kata Wasis atau pandai. Tidak mungkin menjadi Wirya dan memiliki Arta apabila tidak memiliki Winasis. Ilmu adalah yang paling utama.
“Trilogi ajaran ini dimaksudkan agar para pemuda-pemudi bisa menghormati orang lain, harus memegang teguh tiga perkara Wiryo, Arta dan Winasis ini,"
Sultan membeberkan Aryo, Wiryo dan Winasis, merupakan inti dari laku prihatin yang diajarkan dan diamalkan oleh Sri Sultan HB IX yang menegaskan sikap pro rakyat.
Sikap Satria Meneladani Para Leluhur Mataram.
Sultan berharap, Abdi Dalem Keprajan dan Abdi Dalem Punokawan bisa mementingkan sikap satria. Sikap ini bisa diwujudkan dengan meneladani para leluhur Mataram.
Kata dia, abdi Dalem juga wajib nguri-uri kebudayaan Yogyakarta, lebih daripada yang lain, agar bisa terwujud, maka segala petunjuk dan teladan tersebut bisa di terapkan dalam dalam kehidupan sehari-hari.
“Secara lahir batin saya juga mengajak untuk semua pihak agar mengamalkan ajaran Manunggaling Kawula Gusti," kata Sultan.
Manunggaling Kawula Gusti merupakan salah satu ajaran atau kepercayaan paling kuno dalam tradisi Kejawen yang bermakna menyatunya makhluk, orang biasa (kawula) dengan ratu (raja) dalam menghadap sang pencipta.
Adapun Ketua Paguyuban Abdi Dalem Daerah Istimewa Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Kusumanegara menuturkan jumlah abdi dalem Keraton maupun Pakualaman Yogyakarta ada ribuan orang.
"Jumlah abdi dalem Punakawan sekitar 2.500 orang, sedangkan abdi dalem Kaprajan sekitar 5.000 orang," ujarnya.
Abdi dalem Yogyakarta ini berlatar berbagai profesi. Mulai dari kalangan swasta hingga aparatur sipil negara, pemerintahan juga TNI/Polri.
PRIBADI WICAKSONO