Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Jalanan di Manado, Suawesi Utara, masih sepi ketika roda mobil perlahan berputar menuju arah timur. Tujuan saya adalahh Kota Bitung. Kota terbesar kedua di Provinsi Sulawesi Utara itu berjarak sekitar 45 kilometer. Menikmati pagi yang lengang dengan pohon di kiri-kanan jalan benar-benar menyegarkan. Setelah melalui perbukitan, sejam kemudian saya menemukan ujung kota yang dituju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lambang kota berupa ikan pun ditemukan di perempatan jalan menuju Pelabuhan Bitung. Inilah satu-satunya pelabuhan antarpulau di provinsi ini. Dermaga sudah dipenuhi orang, dari penumpang, penjaja makanan, hingga kuli angkut. Tak terlalu lama mencermati pelabuhan yang dipenuhi kapal besar, saya pun sadar menyelusuri Selat Lembeh bukan dari sini. “Di dermaga Ruko Pateten,” ujar salah satu kuli angkut. Ia menjelaskan ada dermaga di balik rumah toko tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Saya pun langsung beranjak. Benar saja, memasuki dermaga di belakang ruko, terlihat deretan perahu tertambat. Ada satu perahu yang mulai dipenuhi penumpang. “Kalau cuma mau nyeberang, naik itu bayar Rp 10 ribu,” kata seorang pria. Perjalanan cuma 15 menit ke Pulau Lembeh. Tapi saya berniat keliling di selat ini jadilah piihannya sewa perahu dengan tarif Rp 350 ribu.
Gugusan pulau di Pulau Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara. ANTARA/Basrul Haq
Perjalanan menikmati selat yang hanya selebar 1-2 km dengan panjang sekitar 12 km pun dimulai. Air jernih nan biru dan langit bersih dengan awan putih menjadi teman setia.Kapal penumpang, kapal barang, hingga perahu berlalu-lalang menghias selat. Semakin jauh dari dermaga, saya bisa melihat dua sisi, Bitung di kiri dan Pulau Lembeh di kanan.
Tampak tebing-tebing yang hijau di Bitung, dan resor-resor di Selat Lembeh. Dive resort tepatnya, karena setiap resor menyediakan fasilitas perahu berikut peralatan menyelam, bahkan dengan lokasi penyelaman yang begitu mudah dicapai.
Di selat yang sempit itu, ada sekitar 30 spot penyelaman. Tidak memiliki keindahan terumbu karang seperti Bunaken, tapi banyak penghuni laut warna-warni yang unik. Semisal mimic octopus, coconut octopus, beragam kuda laut, frogfish, dan nudibranch. Makhluk ini bersembunyi di sela-sela batu atau karang. Lembeh memang terkenal sebagai destinasi muck diving, atau penyelaman untuk mencari hewan laut yang mungil dan eksotis.
Baca Juga:
Dari atas perahu, di bawah laut jernih, saya pun bisa melihat ikan wira-wiri dalam warna-warna terang. Pagi itu perahu dengan turis asing berpakaian selam pun terlihat tengah menyusuri laut. Tidak lama perahu mereka berhenti, satu per satu turun ke bawah laut.
Perahu saya terus melaju, sejumlah resor dilalui. Saya bisa melihat Gunung Dua Saudara, yakni dua gunung kembar, yang menjadi ikon Kota Bitung. Lantas singgahlah perahu di pantai pasir putih Langi di Kelurahan Kareko. “Cuma ini pantai yang boleh disinggahi umum,” kata pemilik perahu. Maklum, sebagian pantai ada di hadapan resor, sehingga hanya tamu yang menginap yang bisa bersantai di area tersebut. Sejenak saya menjejaki pasir putih sembari menikmati semilir angin, sesekali melirik perahu yang tak pernah berhenti wara-wiri di Selat Lembeh.